Suara Kasih: Mengemudikan Perahu Cinta Kasih

 

Judul Asli:

 

Mengemudikan Perahu Cinta Kasih di Komunitas

 

Menebarkan benih cinta kasih hingga tumbuh menjadi tak terhingga
Mengembangkan berkah dan kebijaksanaan secara bersamaan
Bertekad untuk bertobat dan bervegetarian
Mengemudikan perahu cinta kasih di komunitas

Waktu berlalu dengan cepat. Melihat saya berdiri di sini, kalian pasti sudah mengetahui bahwa ini merupakan acara Pemberkahan Akhir Tahun. Pada saat ini setiap tahunnya, saya akan membagikan angpau kepada kalian. Angpau-angpau ini berasal dari royalti publikasi buku-buku saya pada setiap tahunnya. Saya mengumpulkannya untuk menjalin jodoh baik dengan kalian sebagai balas budi atas sumbangsih kalian. Dengan membagikan angpau ini, semoga berkah dan jiwa kebijaksanaan kalian bisa berkembang dari tahun ke tahun. Angpau yang lainnya berisi padi dengan harapan kalian dapat bertumbuh menjadi benih yang tak terhingga. Benih padi dalam angpau tersebut ditanam oleh para dokter, perawat, dan seluruh staf di Rumah Sakit Tzu Chi Dalin demi menjalin jodoh baik dengan kalian. Semoga benih cinta kasih Tzu Chi tak hanya tersebar di Taiwan saja, melainkan dapat tersebar ke seluruh dunia agar semua orang dapat terinspirasi untuk menjadi Bodhisatwa dunia.

Kini kita dapat melihat benih cinta kasih telah bertumbuh. Tzu Chi telah berusia 45 tahun. Selama 45 tahun ini, banyak orang terus mengikuti jejak langkah saya dengan penuh kesulitan. Di tengah masa-masa yang sulit, Tzu Chi mulai menjalankan misi amal. Sepuluh tahun kemudian, Tzu Chi mulai merencanakan pembangunan rumah sakit. Masa-masa itu sungguh penuh kesulitan. Kemudian, Tzu Chi mulai menjalankan misi pendidikan. Sepuluh tahun setelah misi pendidikan, Tzu Chi pun menjalankan misi budaya humanis. Jadi, saat memasuki tahun ke-40, Empat Misi Tzu Chi telah dijalankan. Selanjutnya, kita pun mulai menjalankan Delapan Jejak Dharma. Seiring bertambahnya misi Tzu Chi, jumlah relawan pun semakin bertambah. Dengan adanya orang, barulah ada kekuatan untuk menciptakan berkah bagi dunia.

Saya terus berkata bahwa bumi tengah mengirimkan sinyal darurat dan bencana datang silih berganti. Kita tak bisa menghentikan ketidakkekalan dan waktu. Saya sering berkata bahwa kita harus memanfaatkan waktu, ruang, dan interaksi antarsesama sebaik mungkin. Waktu bisa membantu kita mencapai buah pelatihan diri dan menghimpun pahala. Namun, jika tak memahami prinsip kehidupan dan tak menyerap Dharma ke dalam hati, maka lama-kelamaan, kita akan berjalan semakin tersesat dan menciptakan lebih banyak karma buruk.

Setelah mencapai pencerahan, Buddha datang untuk membimbing kita agar kita menyadari bahwa hidup ini penuh dengan penderitaan. Semua penderitaan itu berasal dari pikiran kita, kesombongan, dan keraguan. Keraguan timbul karena kita tak memiliki keyakinan yang benar dan tak menyerap ajaran Buddha ke dalam hati. Karenanya, kita pun terjebak dalam cinta, benci, dendam, dan lainnya, sehingga menciptakan banyak karma buruk.

Buddha berkata bahwa bencana alam tercipta akibat ulah manusia. Artinya, bencana terjadi akibat kekeruhan batin semua orang. Kini dunia ini penuh dengan Lima Kekeruhan. Keruh artinya tidak murni. Ketidakmurnian ini terletak pada pikiran manusia sehingga menciptakan banyak karma buruk. Kekeruhan ini kini disebut pencemaran. Pencemaran akan mengakibatkan pemanasan global. Lingkaran buruk ini mengakibatkan ketidakselarasan 4 unsur alam dan mendatangkan berbagai bencana. Belakangan ini, saya sering mengulas kondisi iklim, kondisi tanah, dan keharmonisan manusia. Kondisi iklim, tanah, dan manusia, ketiganya harus harmonis. Kondisi iklim yang harmonis adalah pergantian musim yang tepat waktu dan keselarasan empat unsur. Kondisi tanah yang harmonis adalah tanah yang dapat digunakan untuk bercocok tanam.

Tahun ini, saya dipenuhi sukacita karena melihat kalian menyelami Dharma. Selain itu, setiap orang juga turut bervegetarian, menaati sila, dan bertobat. Jika di dalam hati kita  masih tersimpan kesalahan masa lalu,kini kita harus segera sadar.Setelah itu, kita harus segera bertobat. Ajaran Buddha mengajarkan bahwa pertobatan adalah pemurnian. Bertobat bukan berlutut di hadapan Buddha dan berkata, “Buddha, saya bertobat. Tolong kikislah karma buruk saya.” Bertobat di hadapan Buddha tak dapat mengikis karma buruk karena selain Buddha, tiada orang yang menjadi saksi. Jika pernah bersalah, kita harus segera meminta maaf kepada orang tersebut. Kita harus meminta maaf kepadanya dan berkata, “Dahulu mungkin saya pernah melukai Anda. Saya telah menyadari kesalahan saya.” Orang tersebut mungkin akan berkata, “Tidak apa-apa. Semua sudah berlalu. Kita masih tetap berteman baik.” Dengan begitu,  kita tak akan terus terjerat dalam jalinan jodoh yang buruk.

Jika tidak, kita akan terus menjalin jodoh buruk dengannya. Ia mungkin akan terus membicarakan keburukan kita. Saat mendengarnya, kita akan semakin marah sehingga semakin banyak pertikaian yang timbul. Bila demikian, situasi akan semakin memburuk. Jika setiap orang terus saling menyalahkan, kapankah masalah bisa selesai? Lebih baik orang yang tidak salah meminta maaf terlebih dahulu. Dengan meminta maaf, perasaan yang tak menyenangkan pun akan hilang. Karena itu, kita sungguh harus bertobat. Karena kita yang terlibat pertikaian, Jika kita yang memulai percekcokan itu, maka hendaknya kita meminta maaf terlebih dahulu. Inilah ladang pertobatan yang sesungguhnya.

Melalui pementasan adaptasi Sutra kali ini, banyak orang yang telah terinspirasi dan mempraktikkannya dalam komunitas. Lihatlah anggota komite Tzu Chi dan relawan di komunitas yang mementaskan isyarat tangan dengan penuh kekuatan dan menyanyi dengan sangat baik. Ini membuktikan biasanya mereka berlatih dengan giat. Saya sangat berterima kasih kepada kalian. Bodhisatwa sekalian, hari ini adalah acara pelantikan yang diadakan setahun sekali. Setelah dilantik bukan berarti telah lulus, namun merupakan langkah awal untuk memikul tangggung jawab. Ingatlah bahwa kalian harus memikul semangat ajaran Buddha di bahu kanan; memikul citra Tzu Chi di bahu kiri; dan memikul citra diri sendiri di depan dada. Inilah insan Tzu Chi.

Insan Tzu Chi harus menjadikan hati Buddha sebagai hati sendiri dan tekad Guru sebagai tekad sendiri. Untuk itu, kita harus meneladani Bodhisatwa. Tekad Bodhisatwa juga merupakan tekad kita. Terlebih lagi, saya sudah mendirikan mazhab Tzu Chi. Semoga semua orang bisa terjun ke masyarakat untuk bersumbangsih bagi orang yang membutuhkan. Jadi, mulai hari ini, setelah dilantik menjadi anggota komite Tzu Chi, kalian harus menaati sila, memiliki hati Buddha, dan mempraktikkan Dharma dalam keseharian. Kalian harus memiliki hati Buddha dan tekad Guru. Kalian harus memiliki hati Buddha dan mempraktikkan Dharma dalam keseharian. Diterjemahkan oleh: Karlena Amelia.

 
 
Dengan kasih sayang kita menghibur batin manusia yang terluka, dengan kasih sayang pula kita memulihkan luka yang dialami bumi.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -