Suara Kasih: Mengenang Kembali Perjalanan Master

 

Judul Asli:

Mengenang Kembali Perjalanan Master

Mengenang kembali perjalanan Master
Bersukacita melihat semangat budaya humanis yang telah mengakar dengan dalam
RS Tzu Chi di kota kecil penuh dengan cinta kasih
Semua orang hendaknya giat mendengar, merenungkan, dan mempraktikkan Dharma

Waktu berlalu dengan sangat cepat. Selama perjalanan kali ini, jadwal saya sangat padat. Pada tanggal 8 Juli, saya mulai melakukan perjalanan menuju Taiwan bagian selatan. Pemberhentian pertama saya adalah Fenglin. Meski kantor Tzu Chi Fenglin sangat kecil, tetapi relawan di sana memanfaatkannya dengan maksimal.

Mereka memberi tahu saya bahwa setiap hari mereka berkumpul bersama untuk mendengar ceramah pagi saya. Mereka juga mengadakan kegiatan bedah buku di sana. Di desa itu, kantor Tzu Chi yang kecil sungguh memiliki kegunaan yang sangat besar. Selain digunakan sebagai tempat untuk mengadakan kegiatan bedah buku dan mendengar Dharma, para relawan Tzu Chi juga mengadakan kamp muda-mudi di sana. Itulah tempat pemberhentian saya yang pertama. Tentu saja, kunjungan saya di sana sangat singkat. Setelah itu, saya terburu-buru naik ke mobil dan menuju RS Tzu Chi Yuli.

Saat tiba di RS Tzu Chi Yuli,para staf RS di sana tengah mempersiapkan akreditasi. Saya sangat berterima kasih kepada Kepala RS Kao dari RS Tzu Chi Hualien dan beberapa orang lainnya yang ikut turun untuk memberikan saran. Meski RS Tzu Chi Yuli sangat kecil, tetapi ia memiliki fasilitas yang lengkap.  Di kota kecil itu, RS Tzu Chi Yuli sungguh telah mengembangkan potensinya untuk memberikan pelayanan medis bagi warga setempat. Tentu saja, saya sangat berterima kasih kepada Kepala RS Chang yang telah mendedikasikan diri sepenuh hati. Saya lebih berterima kasih kepada para staf RS yang telah bekerja sama dengan harmonis. Saya juga berterima kasih kepada para relawan Tzu Chi yang telah menjembatani hubungan antara dokter dan pasien serta menjaga RS Tzu Chi Yuli dengan sangat baik. Saya sungguh berterima kasih.

Setelah berkunjung ke Yuli, saya langsung melanjutkan perjalanan ke Taidong. Relawan Tzu Chi Taidong banyak mengalami kemajuan. Dari laporan singkat mereka, saya bisa merasakan bahwa mereka sangat tekun mendalami Dharma. Setelah mendengar dan menyerap Dharma ke dalam hati, mereka terasa sangat berbeda. Inilah kekuatan cinta kasih. Setelah itu, saya berkunjung ke Kaohsiung. Melihat insan Tzu Chi Kaohsiung, saya merasa sangat tersentuh. Pagi-pagi sekali setiap harinya, kelompok relawan yang berbeda datang berbagi kisah dengan saya.

Dari kisah mereka, saya bisa mendengar bahwa mereka telah menyerap Dharma ke dalam hati. Mereka bertanya jawab dengan saya dengan menggunakan semangat Dharma. Meski topik mereka tak jauh dari bagaimana cara mereka berkontribusi dan cara memimpin tim relawan, tetapi itu semua mengandung Dharma. Mereka berbagi tentang cara mereka memberikan bantuan. Semua cerita mereka penuh dengan Dharma.

Melihat mereka mempraktikkan welas asih dan kebijaksanaan, saya merasa sangat tersentuh. Setiap hari saya merasa tersentuh. Setiap pagi, waktu saya terasa begitu bermakna. Setelah Kaohsiung, saya berkunjung ke Pingdong. Di Pingdong, saya bertemu dengan relawan daur ulang, relawan dokumentasi, relawan komunitas, dan relawan yang datang dari tempat lain.

Di antara mereka ada yang datang dari Xiaoliuqiu dan Penghu. Mereka semua sangat bersungguh hati. Mereka menggiatkan kegiatan daur ulang Tzu Chi dari daratan hingga ke kepulauan. Meski berada jauh dari saya,tetapi mereka masih tetap mendengar Dharma.

Kemudian, saya melanjutkan perjalanan ke Tainan. Selama beberapa hari di Tainan, saya mendengar berbagai kisah relawan yang penuh dengan cinta kasih dan semangat Dharma. Ini sungguh membahagiakan. Setelah berkunjung ke Zhanghua dan memberikan satu ceramah, saya langsung melanjutkan perjalanan ke Taichung.

Singkat kata, semua yang saya lihat di Taichung juga sungguh menyentuh hati. Meski bangunan Aula Jing Si Taichung yang baru jauh lebih besar dari bangunan lama, tetapi di sana tetap dipenuhi banyak orang. Saya juga melihat sekelompok relawan pengusaha yang berpartisipasi dalam pementasan Sutra Bakti Seorang Anak demi menggalang dana untuk Da Ai TV. Hari itu saya mengingatkan mereka bahwa acara ini bukanlah pertunjukan, melainkan persamuhan Dharma. Setiap orang harus membangkitkan ketulusan dan bervegetaris.

Setiap kata di dalam Sutra harus meresap ke dalam hati. Kita harus membangkitkan hati yang tulus untuk mendengar dan menyerap Dharma ke dalam hati, lalu memperagakannya lewat gerakan tubuh. Ini juga merupakan cara membabarkan Dharma. Jadi, janganlah kita menganggapnya sebagai pertunjukan. Semua orang yang naik ke pentas, tak peduli siapa pun, semuanya harus bervegetaris serta membangkitkan ketulusan. Meski kita tidak bisa memaksa hadirin untuk bervegetaris, tetapi kita tetap harus mengimbau mereka agar bervegetaris dahulu sebelum datang menyaksikan drama musikal ini. Ini sangatlah penting.

Selama di Taichung, saya melihat Dharma dan praktik nyata sudah sejalan dalam diri para relawan. Mereka telah menyerap Dharma ke dalam hati dan mempraktikkannya lewat tindakan.  Ini semua sudah terlihat di Taichung. Selama perjalanan kali ini, saya mendengar setiap orang telah mengembangkan welas asih dan kebijaksanaan. Dengan penuh cinta kasih dan welas asih, mereka menjangkau orang yang hidup menderita dan membimbing orang yang berniat mempelajari Dharma. Mereka menggunakan Dharma dan kebijaksanaan untuk berinteraksi dengan orang lain.

Kini, para relawan Tzu Chi juga saling menginspirasi dengan Dharma. Selain memiliki perasaan senasib dan sepenanggungan, mereka juga membangkitkan kebijaksanaan untuk membimbing orang lain. Semua kisah yang menyentuh itu tidak sempat saya bagikan dengan kalian satu per satu. Harap kalian bisa melihatnya di halaman internet.

Kali ini, “Lembu Kecil” saya juga ikut berkeliling. Di setiap pertemuan, dia bertanggung jawab melengkapi semua yang ingin saya sampaikan kepada para relawan. Meski di setiap pertemuan dia menyampaikan hal yang berbeda, tetapi dia selalu menggunakan Empat Ikrar Agung Bodisatwa, ajaran Jing Si, dan mazhab Tzu Chi sebagai inti.

Dia bisa berbagi dengan siapa pun. Pesan utamanya tidak berubah, tetapi cara penyampaiannya disesuaikan dengan pendengarnya. Jadi, janganlan kita meremehkannya karena memandang dia baru berusia 11 tahun. Di mana pun berada, dia memberikan bimbingan sesuai dengan pendengarnya. Ini karena dia telah mendengar, merenungkan, dan mempraktikkan Dharma. Dalam menghadapi orang dari usia yang berbeda-beda, dia selalu menggunakan cara yang berbeda. Dia juga selalu mengingatkan setiap orang agar mendengar Dharma.

”Saya merasa program Sanubari Teduh dan Lentera Kehidupan sangat bermanfaat. Di dalam program Lentera Kehidupan, Kakek Guru selalu menggunakan kondisi pada hari yang bersangkutan untuk menjelaskan Dharma, sedangkan di dalam program Sanubari Teduh, Kakek Guru menjelaskan isi Sutra kepada kita. Sesungguhnya, lewat semua itu,kita bisa lebih banyak mendengar sekaligus mendalami ajaran Buddha.Sesungguhnya, yang terpenting adalah kita harus mempraktikkan ajaran Buddha dalam kehidupan sehari-hari, lalu memanfaatkannya untuk membimbing orang lain,” ujar lembu kecil.

Di setiap pertemuan, dia selalu mengingatkan hal ini kepada semua orang. Benar. Kita harus mendengar, merenungkan, dan mempraktikkan Dharma. Pada perjalanan kali ini, saya sungguh bisa melihat para Bodhisatwa dunia yang telah mendengar, merenungkan, dan mempraktikkan Dharma. Di mana pun berada, saya melihat mereka mengembangkan welas asih dan kebijaksanaan. (Diterjemahkan Oleh: Karlena Amelia )

 
 
Cara kita berterima kasih dan membalas budi baik bumi adalah dengan tetap bertekad melestarikan lingkungan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -