Suara Kasih: Mengubah Noda Batin Menjadi Kebijaksanaan

 

Judul Asli:

Mengubah Noda Batin Menjadi Kebijaksanaan

Nafsu keinginan manusia tak terbatas
Menyadari hakikat kekosongan dan mengambil hikmah dari bencana
Para korban Topan Haiyan di Filipina menantikan bantuan
Menyerap inti sari Dharma ke dalam hati dan membangkitkan ikrar luhur

Sungguh, setiap hari saya selalu berterima kasih kepada para Bodhisatwa dunia yang bekerja demi ajaran Buddha dan demi semua makhluk. Semoga ajaran Buddha bisa tersebar ke seluruh dunia. Untuk menyebarkan ajaran Buddha ke seluruh dunia, kita harus giat mendengar Dharma. Kita giat mendengar Dharma dan menyerapnya ke dalam hati kita. Jika baru-baru ini kalian mengikuti ceramah pagi saya yang terhubung dengan Griya Jing Si, kalian mungkin berpikir, “Mengapa perumpamaan tentang rumah yang terbakar saja, harus Master bahas begitu lama?” Apakah kalian tahu bahwa rumah yang dimaksud itu adalah dunia ini?

Penyebab utama ketidaktenteraman di dunia ini adalah karena nafsu keinginan. Nafsu keinginan manusia bisa mendatangkan banyak penderitaan di dunia. Semua penderitaan berasal dari nafsu keinginan. Nafsu keinginan membuat manusia menjadi tamak tiada batas. Dalam hal makanan, makan hingga kenyang, orang-orang juga tamak akan cita rasa. Ini telah melebihi standar hidup sehat. Sebenarnya, terhadap segala makanan di dunia ini, janganlah kita makan terlalu banyak. Jika makan terlalu banyak, maka kalori yang dihasilkan juga akan tinggi. Benar atau tidak?(Benar) Kita juga jangan makan makanan yang terlalu berminyak dan terlalu asin. Asupan garam berlebih bisa menyebabkan tubuh kita sulit mencerna makanan.

Manusia selalu memilih makanan yang lezat dan enak dipandang, serta ingin memiliki rumah mewah dan lain-lain. Mereka selalu berharap bisa memiliki kekayaan sebanyak mungkin. Inilah nafsu keinginan. Selain mengejar cita rasa makanan, tempat tinggal yang mewah, sesuatu yang enak dipandang, dll., manusia juga ingin menguasainya. Keinginan untuk menguasai itu jauh lebih menakutkan. Segala sandang, pangan, dan papan yang kita kejar itu adalah bersifat terbatas. Namun, keinginan manusia untuk menguasainya adalah tak terbatas. Mereka ingin memilikinya sebanyak mungkin. Apakah memiliki satu harta sudah cukup? (Tidak cukup) Apakah dua sudah cukup? ((Tidak cukup) Apakah sembilan sudah cukup? (Tidak cukup) Tidak cukup. Jika tambahkan satu angka nol di belakang, apakah sudah cukup? (Tidak cukup). Bagaimana dengan empat nol? Kalau tujuh nol cukup tidak?

Bayangkan, dalam kehidupan ini, manusia selalu menginginkan lebih banyak “angka nol” di dalam harta mereka. Akan tetapi, pada akhir hidup kita, tak peduli berapa “angka nol” yang dimiliki, tetap tiada satu pun yang bisa kita bawa serta. Jika demikian, mengapa kita membiarkan semua ini menciptakan penderitaan bagi dunia? Nafsu keinginan untuk menjadi negara adikuasa memicu mereka melakukan invasi militer. Bencana akibat ulah manusia mengakibatkan kerusakan terjadi tanpa henti. Pola pikir seperti ini sungguh sulit dipercaya.

Ketika manusia memiliki keinginan untuk menguasai, mereka akan saling membunuh dan menghancurkan tanpa memedulikan semuanya. Hingga akhirnya, sesungguhnya apa yang mereka dapatkan? Yang mereka dapatkan adalah lahan yang sudah hancur. Segala benda berwujud di dunia ini membuat manusia membangkitkan nafsu keinginan dan ketamakan. Apakah semua barang berwujud yang kita sukai bisa mendatangkan kepuasan bagi kita? Tidak. Karena ketidakpuasan ini, manusia terus mengejarnya hingga akhirnya dipenuhi kerisauan. Apakah kerisauan ini terlihat? Tidak terlihat. Apakah kita bisa merasakannya? Kita bisa merasakannya. Jadi, perasaan yang tak terlihat sangatlah menderita.

Kegelapan dan noda batin tidak dapat dilihat secara kasatmata. Perasaan di dalam batin hanya bisa dirasakan. Meski perasaan tak terlihat, tetapi ia juga mengandung kebenaran. Ini disebut Dharma yang tak berwujud. Kita bisa mewujudkan Dharma ini dengan cara membangkitkan niat baik untuk menciptakan berkah bagi masyarakat, melakukan kebajikan, dan terjun ke tengah masyarakat untuk berkontribusi. Dengan menggunakan barang-barang berwujud, kita bisa memenuhi kebutuhan orang-orang.

Contohnya kondisi Filipina sekarang. Sekarang mereka sangat membutuhkan bantuan barang-barang berwujud. Mereka membutuhkan tempat tinggal. Mereka membutuhkan makanan. Mereka membutuhkan pakaian. Karena itu, kini, ada sekelompok Bodhisatwa yang terjun ke lokasi bencana. Mereka memerlukan barang-barang berwujud untuk memenuhi kebutuhan para korban bencana. Karena itu, kita harus mengembangkan hati Bodhisatwa dan memanfaatkan barang-barang berwujud dengan baik agar bisa menenangkan kehidupan para korban bencana.

Ini semua bergantung pada pikiran kita. Kita harus mengubah noda batin kita menjadi kebijaksanaan. Inilah hati Bodhisatwa. Saat nafsu keinginan tidak terpenuhi, kita malah akan diliputi kerisauan sehingga menciptakan banyak karma buruk. Kita harus mengubah noda batin menjadi kebijaksanaan dan mengubah kemelekatan menjadi hati Bodhisatwa. Kita harus menggunakan hati Bodhisatwa untuk membimbing semua makhluk. Saat pikiran untuk merugikan orang lain timbul, kita harus segera mengubahnya.

Kita harus berusaha untuk memberikan penghiburan dan bimbingan agar orang lain bisa merasa tenang dan memiliki Dharma di dalam hati dengan harapan mereka dapat segera sadar dan memetik hikmah dari bencana. Kita harus segera memutar roda Dharma di sana.

Ini semua bergantung pada pikiran kita. Kita harus mengubah noda batin kita menjadi kebijaksanaan. Inilah hati Bodhisatwa. Saat nafsu keinginan tidak terpenuhi, kita malah akan diliputi kerisauan sehingga menciptakan banyak karma buruk. Kita harus mengubah noda batin menjadi kebijaksanaan dan mengubah kemelekatan menjadi hati Bodhisatwa. Kita harus menggunakan hati Bodhisatwa untuk membimbing semua makhluk. Saat pikiran untuk merugikan orang lain timbul, kita harus segera mengubahnya. Kita harus berusaha untuk memberikan penghiburan dan bimbingan agar orang lain bisa merasa tenang dan memiliki Dharma di dalam hati dengan harapan mereka dapat segera sadar dan memetik hikmah dari bencana. Kita harus segera memutar roda Dharma di sana.

Bodhisatwa selalu hadir karena adanya penderitaan. Bodhisatwa sekalian, kita harus merekrut Bodhisatwa dunia. Saya berkata kepada mereka, “Sekarang kita tengah menjalin jodoh baik, melakukan kebajikan, dan menciptakan berkah. Kalian telah menjalin jodoh baik dengan banyak orang, tetapi jika kalian tidak menyerap Dharma ke dalam hati, maka pada kehidupan mendatang, saat orang-orang ini ingin mengikuti kalian, kalian tak akan bisa berbagi Dharma dengan mereka dan mungkin kalian hanya akan menjadi teman minum alkohol. Saat kalian mengajak mereka untuk berjudi, mereka akan menuruti ajakan kalian. Saat kalian mengajak mereka bertamasya, mereka pun akan mengikuti kalian.” Mereka akan mendengar semua ajakan kalian. Jika demikian, maka sia-sia pada kehidupan ini kalian sudah mengembangkan kebijaksanaan dan cinta kasih untuk membimbing mereka.

Ini karena kita kekurangan Dharma. Jika kekurangan Dharma, apa yang sering saya katakan? Tidak memiliki cara. Karena itu, kita harus menyerap Dharma ke dalam hati. Pada kehidupan ini, saya selalu ingin kalian menjalin jodoh baik dengan melakukan kebajikan. Benar. Ini tidak salah. Ini merupakan prinsip kebenaran. Akan tetapi, kita juga harus menginspirasi mereka dengan Dharma. Intinya, orang yang memiliki jodoh baik dengan kita akan mendengar semua perkataan kita. Jika kita tidak mempelajari Dharma sekarang, maka di kehidupan yang akan datang, bagaimana kita bisa menginspirasi orang lain dengan Dharma?

Kehidupan di dunia ini sangat singkat, tetapi Dharma bersifat abadi selamanya. Dalam kehidupan sekarang, kita hendaknya membangkitkan tekad dan menegakkan ikrar untuk memanfaatkan ajaran Buddha dengan baik di dunia. (Diterjemahkan Oleh: DAAI TV)

 
 
Keindahan kelompok bergantung pada pembinaan diri setiap individunya.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -