Suara Kasih: Mengurangi Nafsu Keinginan
Judul Asli:
Mengurangi Nafsu Keinginan demi Meredam Pemanasan Global
Dunia ini mengalami krisis bagai rumah yang terbakar
Semua makhluk hidup memiliki nyawa yang harus dihargai
Dengan Menjaga pikiran dengan baik dan meredam nafsu keinginan
Segera melakukan yang dapat dilakukan untuk menghemat energi dan mengurangi emisi karbon
Bumi ini sungguh tengah mengalami demam. Di mana-mana udara terasa panas. Di Taiwan saja kita sudah merasa panas, namun ketahuilah bahwa di Abadan, Iran suhu udara mencapai 52 derajat Celsius. Tentu terasa sangat panas. Bukan hanya Iran yang mengalami kondisi ini, India pun mengalami hal yang sama.
Di Tiongkok, suhu udara mencapai di atas 40 derajat Celsius. Cuaca terasa sungguh panas bagaikan tengah terbakar. Panasnya bagaikan tungku pemanas air. Tanah dan pasir pun terasa panas bagai telah dimasak sebelumnya. Dapat kita bayangkan kondisinya. Tahukah apa yang terjadi selanjutnya?
Kemarin, saya menyaksikan siaran berita Da Ai TV dan melihat saat seekor burung elang meninggalkan sarang, panas matahari menyebabkan telur-telurnya pecah. Demi melindungi satu-satunya telur yang tersisa, di bawah teriknya matahari burung elang ini membentangkan sayapnya guna menghalangi panas matahari. Demi telurnya, ia dapat melakukan hal itu. Kita dapat melihat bahwa burung pun sama seperti manusia. Tegakah kita memakan daging makhluk hidup?
Burung-burung pun memiliki naluri cinta kasih seorang ibu yang sama dengan manusia. Demikian pula dengan ikan-ikan. Menurut penelitian para ahli, sebelum bertelur, ikan pun mengeluarkan suara untuk memanggil sesamanya. Ini berarti ikan-ikan pun dapat berkomunikasi. Baik burung di udara maupun ikan di air memiliki komunitasnya sendiri di alam.
Namun, kini alam tempat tinggal mereka tengah bergejolak. Kita sungguh harus meningkatkan kesadaran. Buddha berkata bahwa tiga alam bagaikan rumah yang tengah terbakar. Apa yang dimaksud dengan tiga alam? Alam nafsu, alam rupa, dan alam tanpa rupa. Makhluk-makhluk di alam nafsu diliputi nafsu keinginan duniawi.
Ketika memiliki keinginan yang besar, api nafsu dalam batin kita akan berkobar bagaikan kaca pembesar di bawah sinar matahari yang dapat membakar rumput dan daun kering.
Panas yang terkumpul oleh kaca pembesar juga dapat menimbulkan api. Demikian pula, ketamakan yang tak berwujud dapat menimbulkan bencana yang berwujud. Meski nafsu keinginan ini tak terlihat, sesungguhnya, nafsu keinginan manusia sangat mudah menyulut api bencana. Lihat, inilah akibat dari ketidaktahuan manusia. Dengan tujuan menguasai dunia, manusia saling bertikai dan berperang. Demi memenangkan peperangan, mereka menciptakan berbagai senjata. Terlebih lagi, dengan majunya teknologi, senjata-senjata itu semakin menakutkan.
Lihatlah, alam yang berwujud ini diliputi banyak krisis yang bermula dari pikiran yang tak berwujud. Mengenai pikiran, Buddha berkata bahwa pikiran ini mengalami fase timbul, berlangsung, berubah, lenyap. Karenanya, batin manusia harus terus disucikan. Manusia harus selalu melatih diri. Dengan melatih sifat pengertian memaafkan, bersyukur, dan puas diri. Berapa lama rasa syukur kita bertahan?
Dalam kehidupan kita, seberapa jauh kita dapat berpuas diri? Dalam hubungan dengan sesama, dapatkah kita pengertian terhadap orang lain? Mampukah kebesaran jiwa kita menerima dan memaafkan kesalahan mereka? Semua ini tergantung pada pikiran kita. Jika kita tidak melatih diri dengan mendalam, kita mungkin bisa membangkitkan niat baik sehingga pikiran kita begitu murni tanpa adanya nafsu keinginan yang muncul; batin kita dapat tetap tenang, namun ketika terjadi sesuatu yang tak biasa, nafsu keinginan mulai muncul, dan pikiran baik kita selama ini pun goyah. Pikiran kita sangat mudah berubah.
Jadi, meski kita telah berusaha memelihara kebiasaan baik dan tidak mudah tergoda nafsu keinginan terhadap benda-benda materi, namun pikiran baik kita ini sangat mudah berubah dan lenyap saat terjadi sesuatu yang tidak biasa. Ketika konsentrasi pikiran hilang, kerisauan akan timbul. Pikiran ini bagaikan rumah yang terbakar, Tiga alam dalam perumpamaan Buddha tadi juga demikian.
Semua ini tak lepas dari pikiran. Dalam Sutra Makna Tanpa Batas dikatakan bahwa Bodhisatwa muncul dari kediaman para Buddha. Semua manusia memiliki benih kebuddhaan. Dalam hati setiap orang terdapat kediaman para Buddha. Karenanya, dikatakan bahwa hati, Buddha, dan semua makhluk pada hakikatnya tiada perbedaan. Dengan adanya hakikat kebuddhaan dalam hati, ke mana kita harus pergi? Kita harus terjun ke tengah-tengah umat manusiauntuk membimbing semua makhluk agar mereka berjalan di Jalan Bodhisatwa.
Singkat kata, Bodhisatwa sekalian, kita harus sungguh-sungguh menjaga pikiran. Jika tidak, keadaan dunia tak akan membaik. Musim panas baru dimulai, namun suhu udara sudah bagaikan tungku api. Terlebih lagi, orang-orang zaman sekarang akan menyalakan penyejuk ruangan bila panas. Ketahuilah, ketika setiap rumah menyalakan penyejuk ruangan untuk mendinginkan ruangan yang kecil, panas yang dilepaskan keluar akan lebih banyak.
Jika setiap rumah menyalakan penyejuk ruangan, bagaimana suhu udara di luar tak meningkat? Saya merasa bahwa demi kenyamanan pribadi, manusia rela mengorbankan keselamatan orang banyak. Entah apa yang harus dilakukan agar orang-orang menghemat energi demi mengurangi emisi karbon. Penghematan energi dan pengurangan emisi karbon harus dilakukan bersama oleh semua orang. Ini adalah tanggung jawab setiap orang.
Sejak dilahirkan, manusia sudah mulai mencemari tanah dan udara. Bolehkah kita tidak membalas budi bumi? Bukankah setiap orang harus bertanggung jawab? Kita harus melakukan segala yang dapat kita lakukan untuk menghemat energi dan mengurangi emisi karbon. Inilah yang harus semua orang lakukan. Akhir kata, ingatlah selalu bahwa segala hal yang terjadi di dunia adalah tanggung jawab semua orang.
Diterjemahkan oleh: Erni & Hendry Chayadi / Foto: Da Ai TV Taiwan