Suara Kasih: Menolong dan Melindungi Korban Bencana
Judul Asli:
Mengenang masa-masa virus SARS merebak | |||
Banyak virus yang tak bisa diobati. Saat virus SARS merebak, tidak ditemukan obat khusus untuk mengobatinya. Karena itu, masyarakat merasa panik. Apa yang terjadi kemudian? Sesungguhnya, para pasien SARS mengandalkan kekebalan tubuh mereka sendiri untuk pulih kembali secara perlahan-lahan. Lebih dari 90 persen pasien yang sembuh dari SARS menderita osteoporosis dan banyak di antara mereka juga menderita nekrosis sendi panggul. Di antaranya juga ada yang menderita fibrosis paru. Sebagian pasien mengalami fibrosis paru parah, bahkan hingga berjalan beberapa langkah saja sudah terengah-engah. Wabah penyakit SARS sudah berlalu 10 tahun. Kemarin, kita dapat mendengar seorang wanita mencurahkan suara hatinya saat menghadapi wabah penyakit SARS. Saat itu, dia harus merawat anaknya dan kehilangan suaminya. Itu menjadi masa yang sulit baginya. “Saat itu, saya berpikir untuk mati. Sungguh, saat itu saya sempat berpikir untuk mati. Saya berpikir bahwa anak saya sudah sakit parah, demikian pula dengan saya. Berhubung suami saya sudah meninggal, saya berpikir untuk menyusulnya. Perawat sangat berani. Dia tidak takut dengan penyakit saya. Perawat itu datang memeluk dan menghibur saya. Saya terus memendam rasa syukur ini di dalam hati,” ucap seorang pasien. Itu semua sudah berlalu 10 tahun. Mengenang kembali saat itu, insan Tzu Chi di Taiwan bagian selatan tak henti-hentinya menyediakan pakaian dan topi isolasi, sedangkan insan Tzu Chi di Taiwan bagian utara mencurahkan perhatian bagi orang-orang yang dikarantina. Para insan Tzu Chi sungguh pemberani. Saat orang lain tidak berani mendekat, insan Tzu Chi mendekati mereka yang dikarantina. Setelah melakukan antisipasi dengan baik, insan Tzu Chi terjun ke rumah sakit untuk mencurahkan perhatian bagi staf medis yang tak bisa keluar dari rumah sakit. Insan Tzu Chi berdiri di luar dan bernyanyi demi menyemangati mereka. Anggota Tzu Cheng bertanggung jawab untuk mengantar barang kebutuhan ke rumah sakit setiap harinya. Saat itu, setiap orang sangat khawatir. Akan tetapi, kita tak bisa menyerah begitu saja. Para insan Tzu Chi melakukannya dengan sukarela. | |||
| |||
Setelah menghadapi virus SARS, kita seharusnya sudah memiliki pengalaman. Kita harus lebih meningkatkan kewaspadaan. Sudah ditegaskan bahwa penyebab wabah penyakit H7N9 berawal dari unggas. Ini karena ketamakan manusia dalam memenuhi nafsu makan sesaat. Berhubung ada banyak orang yang ingin mengonsumsi daging, maka peternakan dibuka demi memperoleh keuntungan. Saat manusia berada dalam kondisi baik, permintaan akan daging pun meningkat. Lihatlah, saat hewan akan dibunuh, ia merasa sangat takut. Saat ditangkap, ia juga bisa marah. Para ilmuwan menulis sebuah laporan yang menyebutkan bahwa saat hewan sedang marah, kadar racun dalam tubuh mereka akan meningkat. Terlebih lagi, wabah penyakit H7N9 berasal dari unggas. Karena itu, saya berharap setiap orang dapat menjaga kebersihan dan menjaga kesehatan dari sumbernya. Sebaiknya kita tidak mengonsumsi daging atau berkontak langsung dengan unggas. Semua makhluk memiliki habitat masing-masing. Janganlah kita saling mengganggu. Dengan begitu, semua akan hidup tenang di habitat masing-masing. Jika manusia mengusik kehidupan mereka, maka dengan adanya kontak ini, virus di dalam tubuh mereka bisa menjangkiti tubuh manusia. Dahulu, bukankah penyakit mulut dan kuku, penyakit sapi gila, dll. juga tersebar dengan cara itu? Saat ini, banyak hewan yang “balik menyerang” manusia. Karena itu, sebaiknya kita memupuk kebiasaan makan yang baik dan menjaga kesehatan dengan baik. Janganlah kita mengusik kehidupan makhluk lain. Dengan demikian, kita akan bisa memupuk cinta kasih. | |||
| |||
Kita juga melihat bahwa para koki juga terinspirasi untuk membantu menyiapkan makanan di lokasi bencana. Kita juga melihat bahwa tempat tinggal sementara juga sudah mulai didirikan. Akan tetapi, yang paling penting saat ini adalah anak-anak bisa bersekolah kembali dengan tenang. Karena itu, pembangunan ruang kelas rakitan menjadi prioritas pertama. Saat ini, terdapat 393 murid yang akan menghadapi ujian untuk masuk ke perguruan tinggi. Karena itu, mereka segera dievakuasi ke Chengdu. Kita dapat melihat bahwa upaya penanggulangan bencana kali ini sangat cepat. Dukungan dan cinta kasih masyarakat juga semakin meningkat sehingga sungguh membuat saya tersentuh melihatnya. Tentu saja insan Tzu Chi masih berada di lokasi bencana untuk menghibur anak-anak. Insan Tzu Chi memberikan alat tulis dan paket kebutuhan bagi anak-anak. Setiap insan Tzu Chi memiliki semangat yang tinggi dalam bersumbangsih. Saya sangat tersentuh dan berterima kasih kepada mereka. Inilah yang terjadi di Sichuan, Tiongkok. Di Texas, Amerika Serikat, insan Tzu Chi juga mencurahkan perhatian, contohnya kepada sebuah keluarga dari Meksiko yang kini menjalani kehidupan yang sulit karena kehilangan pekerjaan dan tempat tinggal. Karena itu, keluarga itu sangat berterima kasih kepada insan Tzu Chi. Di seluruh dunia ini, tak peduli di mana pun berada, tanpa membedakan negara dan ras, insan Tzu Chi selalu menjalin jodoh baik dan bersumbangsih tanpa pamrih bagi mereka yang membutuhkan. Untuk itu, kita harus memanfaatkan waktu. Bodhisatwa sekalian, selain berbuat baik, kita juga harus menggalang Bodhisatwa dunia. Kekuatan kita masih belum cukup. Kebaikan dan kejahatan masih tarik-menarik. Belakangan ini, kita kembali mengadakan kamp pengusaha Jing Si. Sekitar 400 pengusaha dari Tiongkok yang akan menghadiri kamp kali ini diimbau untuk sementara waktu tidak kembali ke Taiwan karena merebaknya wabah flu burung H7N9. Setiap orang hendaknya menjaga kesehatan masing-masing. Semoga setiap orang aman dan tenteram. Semoga setiap orang bisa lebih memahami semangat Bodhisatwa, membentangkan Jalan Bodhisatwa dengan baik, serta menyebarkan semangat ini ke seluruh dunia sehingga setiap orang bisa menjadi Bodhisatwa. Inilah yang harus kita usahakan sekarang. (Diterjemahkan Oleh: Laurencia Lou ) | |||