Suara Kasih: Menulis Lembaran Baru

.
 

Judul Asli:

 

Semua Orang Bersatu Hati menulis Lembaran Baru

      

Pantang menyerah meski menghadapi berbagai rintangan
Memiliki tekad pelatihan diri yang kokoh
Cinta kasih universal tersebar di seluruh dunia
Semua orang bersatu hati untuk menulis lembaran baru

Bagaimanakah cara untuk menciptakan keharmonisan di dunia? Setiap orang harus saling mengasihi. Inilah kebahagiaan di dunia. Untuk itu, dibutuhkan cinta kasih. Jadi, ada sebuah sifat mulia  yang disebut cinta kasih dan welas asih. Cinta kasih adalah mengasihi semua makhluk tanpa mementingkan jalinan jodoh dan welas asih adalah  perasaan senasib sepenanggungan dengan sesama.

Setiap orang harus menggunakan hati yang tulus tanpa membeda-bedakan agama serta ras untuk bersama-sama berdoa dengan kesatuan hati agar batin setiap orang dapat kembali selaras dan kondisi iklim dapat bersahabat. Inilah yang disebut  cinta kasih universal tanpa pamrih dan juga disebut dengan welas asih. Cinta kasih tanpa keluh kesah  dan tanpa pamrih ini harus terus kita dengungkan.

Pada bulan Mei, setiap hari kita dapat insan Tzu Chi di berbagai negara terus mensosialisasikan peringatan 3 hari besar. Peringatan Hari Ibu bertujuan untuk menyebarkan kemulian seorang ibu dan prinsip berbakti. Jadi, pada peringatan Hari Ibu, kita berharap semua orang di setiap negara tanpa membeda-bedakan kepercayaan dapat berbakti kepada orang tua. Jadi, kita membimbing setiap orang untuk berbakti kepada orang tua dan membangkitkan rasa syukur.

Beberapa hari lalu,  para Bodhisatwa dari Filipina yang berjumlah sekitar 20 orang kembali ke Hualien untuk berbagi dan saling berterima kasih. Kita dapat melihat ratusan relawan bergerak mendekorasi lokasi upacara Waisak. Mereka menempeli tanah dengan penanda yang berbeda-beda warna. Selain itu, di lapangan yang luas, mereka harus mencari titik pusat lebih dahulu untuk dapat menempelkan penanda ke empat penjuru. Relawan Richard Tan  yang bertanggung jawab atas lokasi itu. Dia berkata bahwa untuk mencari titik pusat saja, sudah menemui sedikit kesulitan karena stadion ini  sering digunakan oleh banyak orang. ”Kita tidak mungkin menempel tanda-tanda tersebut beberapa hari sebelum acara berlangsung. Ini sungguh tidak mungkin,” ucapnya. Karena itu, Relawan Richard Tan  harus mencari titik pusat terlebih dahulu. Setelah titik pusat ditemukan, barulah dia bisa menandai setiap titik formasi dengan paku. Dia berkata bahwa keesokan harinya, paku-paku itu entah hilang ke mana. Meski menghadapi beberapa kesulitan, mereka tetap tidak menyerah dan terus menempel tanda dari titik pusat hingga ke titik-titik barisan belakang.

Saya sungguh tersentuh mendengarnya. Selain itu, mereka juga meletakkan lebih dari 200 rupang Buddha demi menampilkan keagungan upacara. Bunga dan rumput juga ditata dengan rapi. Ini sungguh membutuhkan kerja sama banyak orang. Sungguh, ada banyak jalinan jodoh yang luar biasa. Ada banyak relawan yang membantu. Sebanyak ratusan bahkan ribuan pasang tangan bekerja sama mempersiapkan upacara yang sakral. Tahun ini mereka dapat menggelar upacara yang agung dan khidmat karena mereka terus menghimpun cinta kasih dari banyak orang serta menggalang banyak relawan. Dengan adanya program “bantuan dengan upah” dan kegiatan relawan lainnya, banyak warga setempat yang terinspirasi. Jadi, lebih dari 90 persen partisipan yang hadir adalah warga asli Filipina.

Melihat sekelompok Bodhisatwa ini, saya sungguh menyayangi dan mengasihi mereka dari lubuk hati terdalam. Mereka sungguh patut dikasihi. Saya sungguh berterima kasih. Sekitar pukul 4, saat upacara Waisak akan dimulai, setiap orang masuk ke lokasi upacara dengan sangat teratur dan rapi. Meski secara tiba-tiba turun hujan, setiap orang tetap berbaris dengan rapi. Mereka segera mengambil kantong plastik untuk menutupi kepala dari hujan. Setiap orang tetap sangat tulus dan membentuk formasi dengansangat rapi. Jika barisan bubar karena hujan lebat, formasi harus diatur kembali dan menghabiskan banyak waktu. Kenyataannya, setiap orang dapat tetap  berdiam di posisinya masing-masing. Belakangan ini saya sering membahas tentang kekuatan keyakinan yang besar.

Di Filipina, kita dapat melihat kekuatan keyakinan yang begitu besar. Keyakinan mereka begitu kokoh. Tak peduli hujan selebat apa pun, mereka tetap berdiam di posisi masing-masing. Ini sungguh adalah tekad yang sangat kokoh. Dalam upacara pemandian rupang Buddha kali ini, dari sekitar 15.000 orang yang hadir, 90 persennya adalah umat Katolik dan sebagian lagi adalah umat Kristen Protestan. Umat Buddha yang hadir lebih sedikit. setiap orang tetap mengikuti upacara tersebut dengan penuh rasa syukur. Jadi, rasa syukur, rasa hormat, cinta kasih, serta keyakinan ini telah mereka ungkapkan saat itu. Setiap orang sangat berterima kasih kepada insan Tzu Chi di Filipina. Dalam jangka waktu yang panjang, mereka terus membantu para korban bencana. Di mana pun bencana terjadi, mereka segera bergerak untuk memberikan bantuan. Kerja sama yang harmonis ini sungguh membuat orang tersentuh. insan Tzu Chi mulai membagikan beras.

Pada malam itu, mereka harus membagikan beras kepada 9.831 keluarga. Setelah berjalan lancar beberapa jam, proses pembagian beras pun selesai. Kita dapat melihat wali kota yang turut memanggul beras  untuk membantu orang yang tidak kuat mengangkat beras. Dia membantu mereka memanggul sepanjang jalan. Wali kota ini sungguh memiliki keteguhan. Dia adalah wali kota yang baik yang mengasihi para warganya. Ini adalah keteladanan Bodhisatwa. Tentu saja, insan Tzu Chi di negara lainnya juga mengadakan upacara Waisak. Di Austria,  kita hanya memiliki satu anggota komite Tzu Chi. Akan tetapi, dia sangat berani untuk juga mengadakan upacara pemandian rupang Buddha.

Meski upacara itu berskala kecil dengan 50 orang peserta, namun ada yang membuat saya tersentuh, yakni sepasang suami istri berkewarganegaraan Filipina yang tinggal bersebelahan dengan anggota komite ini. Anggota komite ini menceritakan kepada mereka tentang program bantuan Tzu Chi di Filipina yang telah menginspirasi warga setempat. Mendengar itu, suami istri ini merasa sangat tersentuh. Mereka pun membantu anggota komite tersebut untuk mempersiapkan  upacara pemandian rupang Buddha dalam rangka memperingati 3 hari besar.

 

Ada pula insan Tzu Chi di Kuching, Malaysia yang menjalankan upacara di tengah hujan. Mereka meminjam stadion pada siang hari dan mendekorasinya dengan rapi. Sebelum upacara pemandian rupang Buddha berlangsung, tenda dan papan nama yang mereka tata tumbang oleh terpaan angin. Karena itu, mereka harus memasangnya kembali. Lebih dari 3.000 partisipan, tidak ada satu orang pun yang meninggalkan lokasi upacara.

Jadi, setelah tanda tersebut tumbang, mereka segera mendirikannya kembali dengan hati yang penuh syukur. Setelah upacara berakhir, saat ditanya, “Bukankah ini melelahkan bagi kalian?” Mereka pun menjawab,  “Para makhluk pelindung Dharma tengah menguji kami. Kami harus lebih tulus lagi. Jadi, kami sungguh beruntung.”

Saya sangat berterima kasih karena setiap orang sangat berhati tulus. Singkat kata, kekuatan cinta kasih sangatlah banyak dan besar. Saya sungguh tersentuh melihatnya. Inilah yang disebut welas asih. Saya sangat berterima kasih kepada setiap orang yang selalu mengasihi sesama tanpa mementingkan jalinan jodoh dan memiliki perasaan senasib sepenanggungan. Diterjemahkan oleh: Lourencia Lou.

 
 
Memberikan sumbangsih tanpa mengenal lelah adalah "welas asih".
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -