Suara Kasih : Menyembuhkan Kebutaan

 

Judul Asli:

Baksos Katarak bagi warga Provinsi Jiangsu, Tiongkok

 

Mengadakan baksos katarak di Provinsi Jiangsu
Memulihkan penglihatan warga kurang mampu
Memberikan pelayanan medis dan membangkitkan cinta kasih pasien
Senantiasa berbuat kebajikan dan menghimpun berkah

 

 

“Saya tidak memiliki uang. Jika harus bayar, saya tidak ingin menjalani pengobatan. Saya tak dapat menerima pengobatan. Saya tak ingin seperti ini,” kata seorang kakek pada relawan. “Kakek harus bergembira. Kali ini kami mengadakan pengobatan gratis. Anda jangan khawatir. Mari kita mendaftar di sana,” kata relawan itu menjawab.

“Setelah berpartisipasi dalam baksos, saya lebih memahami kebutuhan warga. Banyak lansia yang tak dapat pergi ke kota untuk berobat. Jarak tempat ini ke kota adalah sejauh 30 kilometer. Pada baksos kali ini, banyak lansia yang kakinya bermasalah datang untuk menjalani pengobatan meski harus dibawa dengan gerobak,” seorang relawan lain bercerita.

Saya sering berkata kepada kalian bahwa penderitaan terbesar adalah penyakit dan berkah terbesar adalah dapat membantu meringankan penderitaan orang lain. Inilah ladang berkah manusia. Orang yang hidup dalam kondisi serba minim sungguh menderita. Dalam Sutra Makna Tanpa Batas tertulis, “Di mana pun berada, Bodhisatwa selalu menjadi pembimbing semua makhluk.” Buddha adalah orang yang telah tersadarkan. Banyak manusia hidup dalam kebutaan. Kebutaan ini bukanlah kebutaan fisik melainkan kebutaan batin. Kebutaan batin adalah kegelapan batin. Buddha adalah Tabib Agung karena dapat menyembuhkan mata hati manusia sehingga dapat melihat dengan jelas. Bila tidak, dengan mata hati yang ”buta”, kita akan terus hidup dalam kegelapan batin dan melakukan banyak kesalahan.

 

Dengan satu pikiran yang menyimpang, kita akan melakukan banyak kesalahan. Karena itu, Buddha datang ke dunia ini untuk membimbing dan menunjukkan jalan kepada kita. Dengan kemajuan teknologi medis masa kini, para dokter pun dapat memulihkan penglihatan orang buta. Lihatlah desa-desa terpencil di Tiongkok. Karena kesulitan transportasi dan ekonomi keluarga yang kurang baik, banyak orang yang menunda untuk berobat. Contohnya, jika mata bermasalah, mereka akan mengabaikannya hingga akhirnya kehilangan penglihatan. Penderitaan ini sungguh tak terkira. Karena tak memiliki uang, mereka menahan sakit dan tidak pergi berobat. Ada juga orang yang berhenti bekerja karena sakit sehingga keluarganya mengalami kesulitan ekonomi. Jadi, banyak orang menjadi miskin karena sakit atau menjadi sakit karena miskin. Inilah lingkaran yang buruk.

Singkat kata, inilah kehidupan yang penuh penderitaan. Namun, berkat adanya jalinan jodoh, pada tahun 2005 lalu, insan Tzu Chi masuk ke Provinsi Jiangsu untuk berkunjung ke beberapa desa terpencil guna memahami kondisi warga setempat serta bantuan apa yang dapat kita berikan. Pada saat itu, mereka mendapati bahwa banyak orang menderita katarak. Karena itu, insan Tzu Chi di Shanghai mulai merencanakan program bantuan untuk memulihkan penglihatan warga di Provinsi Jiangsu.

Orang yang dapat mencurahkan cinta kasihnya adalah orang yang memiliki kesadaran batin dan pikiran yang bijaksana. Saat melihat penderitaan di dunia, mereka akan berusaha sekuat tenaga untuk mengulurkan tangan dengan berbagai cara. Meski bukan dokter, mereka bergabung dalam misi amal dan melalui kontribusinya, mereka dapat menginspirasi para tim medis untuk turut bersumbangsih. Karena itu, saya sering berkata bahwa misi amal dan misi kesehatan haruslah bagaikan dua rel sejajar agar kereta api cinta kasih dapat berjalan di atasnya dan menuju ke tempat-tempat yang membutuhkan pertolongan. Jadi, misi amal dan misi kesehatan harus dijalankan bersamaan. Namun, kita tetap membutuhkan jalinan jodoh. Selama beberapa tahun ini, kita telah menyembuhkan banyak warga Tiongkok dari katarak. Jalinan jodoh ini dimulai pada tahun 2005 dan masih berlangsung hingga kini. Tahun ini saja, kita telah menjalankan operasi katarak bagi lebih dari 2.000 pasien. Dari tahun 2005 hingga sekarang, pasien yang telah kita tangani berjumlah lebih dari 5.000 orang.

Setelah penglihatannya pulih, mereka dapat kembali bekerja di ladang. Yang lebih luar biasa, kita dapat melihat seorang nenek yang setelah penglihatannya pulih, ia dapat memasukkan benang ke dalam jarum. Sungguh luar biasa. Lihatlah, yang dibutuhkan oleh dunia ini adalah orang yang memiliki niat baik dan cinta kasih. Tentu saja, orang-orang yang buta pun dapat memperoleh penglihatannya kembali. Ada pula seorang pria yang kehilangan kedua tangannya. Bapak Qian Qiqiang kehilangan kedua tangannya pada 11 tahun lalu saat bekerja di sebuah perusahaan petasan. Meski menderita cacat fisik, namun batinnya sangat sehat. Istrinya meninggalkannya sehingga ia harus merawat 2 orang anaknya dan seorang adiknya. Meski demikian, ia sangat tegar. Kini ia bekerja di sebuah organisasi khusus orang-orang cacat. Ia kehilangan kedua tangannya dan selama beberapa tahun ini, ia melihat sumbangsih insan Tzu Chi yang penuh cinta kasih dan tanpa pamrih serta harus menempuh perjalanan jauh untuk membantu warga setempat. Ia sangat tersentuh melihatnya.

 

“Saya tak memiliki uang, namun saya selalu berpikir apakah kelak dapat menjadi anggota kalian,” ungkap Bapak Qian. Relawan kita menjawab, “Anda dapat menjadi donatur meski hanya berdana 1 sen. Maukah?” Serta merta ia menjawab, “Mau.” “Mau didonasikan untuk misi apa?” tanya relawan lagi. “Saya ingin mendonasikannya untuk misi amal,” jawabnya. Sewaktu ia mengeluarkan sejumlah uang, relawan kita sangat terkejut, “Anda ingin mendonasikan uang sebanyak ini? Anda yakin? Tetapi, Anda tak memiliki banyak uang.”

Lihatlah, ia segera mengeluarkan uang dan mendonasikannya. Jumlah uang yang didonasikan tidaklah penting. Saya sungguh melihat batin yang sehat, terang, dan murni bagaikan sifat hakiki Buddha. Selain itu, saya juga melihat cinta kasih tanpa pamrih dalam dirinya. Ia sungguh adalah Bodhisatwa dunia. Kehidupannya sungguh mulia dan bermakna. Saya sungguh mengasihinya dari lubuk hati terdalam. Orang yang baik hati seperti inilah yang paling saya sukai.

Singkat kata, kita sungguh harus membangkitkan makna sesungguhnya dari kehidupan dengan membantu orang yang membutuhkan. Inilah yang disebut Bodhisatwa dunia. Kita juga melihat tim medis dari RS Fuding yang berkunjung ke Hualien, Taiwan. Dipimpin oleh wakil kepala rumah sakit, dr. Gao, para dokter dan perawat dari RS Fuding datang ke Taiwan selama beberapa hari untuk berkunjung ke RS Tzu Chi di seluruh Taiwan. Beberapa hari lalu, mereka tiba di Hualien. Dari tayangan ini, kita dapat melihat para dokter, perawat, dan apoteker dari RS Fuding berkunjung ke desa terpencil di Tiongkok untuk memberikan pelayanan medis. Kondisi kehidupan mereka sungguh tak dapat dibayangkan oleh kita yang tinggal di kota.

 

“Memanfaatkan waktu luang kami untuk memberikan pelayanan medis kepada mereka adalah hal yang sudah seharusnya kami lakukan. Kegiatan ini dapat menyadarkan para tim medis bahwa masih banyak orang yang tak mampu untuk berobat. Tim medis juga dapat memahami penderitaan pasien dari segi yang berbeda,” kata kepala rumah sakit. Sungguh, mereka tak hanya mengobati penyakit, namun juga batin pasien dengan memberikan kehangatan dan cinta kasih. Memberikan pelayanan medis, obat-obatan, dan kehangatan merupakan cinta kasih yang paling mulia.

 

 
 
Dalam berhubungan dengan sesama hendaknya melepas ego, berjiwa besar, bersikap santun, saling mengalah, dan saling mengasihi.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -