Suara Kasih: Menyikapi dengan Bijaksana

 

Judul Asli:

 

Menyikapi Kabar Angin dengan Bijaksana

 

Fase-fase alam semesta meliputi pembentukan, keberlangsungan, kerusakan, dan kehancuran
Melatih sila, samadhi, dan kebijaksanaan agar dapat melihat dunia sebagaimana adanya
Jauh dari rasa takut berkat pemahaman akan hukum sebab akibat
Berkeyakinan benar dan menapaki Jalan Bodhisatwa

Belakangan ini kita sering mendengar berbagai kabar angin tentang datangnya hari kiamat. Bahkan ada orang yang memprediksi tanggal dan waktu terjadinya bencana dan datangnya hari kiamat. Banyak orang yang memercayai kabar angin itu. Beberapa orang menjadi sangat khawatir sehingga mengalami depresi ataupun tekanan batin lainnya. Ada pula orang yang berpikir sebaliknya, mereka memilih berfoya-foya dan berpesta. Hal ini karena mereka tidak bisa membedakan hal yang benar dan yang salah. Masyarakat umumnya percaya secara membuta apa yang dikatakan oleh orang lain.

Pikiran yang tersesat mengakibatkan kekacauan di masyarakat. Karena itu, kita harus memiliki kesadaran. Lihatlah ke seluruh dunia, bukankah dipenuhi kebahagiaan, penderitaan, perpisahan, dan pertemuan yang silih berganti? Bukankah kehidupan sungguh tidak kekal? Kemarin saya telah mengulas tentang bencana di Selangor, Malaysia. Akibat kondisi iklim yang tidak selaras, dan akhir-akhir ini terus turun hujan deras, siang hari tanggal 21 Mei 2011, tiba-tiba terjadi tanah longsor yang menimbun sebuah panti asuhan dan pesantren di kaki gunung. Setelah menerima berita dari warga setempat, insan Tzu Chi segera bergerak untuk memberi penghiburan. Mereka baru meninggalkan lokasi bencana pada pukul 1 dini hari. Tanggal 22 Mei lalu, insan Tzu Chi kembali ke lokasi bencana dan rumah sakit untuk menghibur para korban.

Inilah cara insan Tzu Chi membentangkan jalan dengan cinta kasih. Di mana pun bencana terjadi, mereka akan segera bergerak untuk melenyapkan penderitaan sesama. Ini adalah semangat Bodhisatwa. Dimana pun bencana terjadi, mereka akan segera bergerak untuk membantu dan bersumbangsih. Belakangan ini, insan Tzu Chi di Amerika Serikat juga terus bekerja keras untuk menyalurkan bantuan dan menghibur korban bencana tornado. Badai tornado terus terjadi silih berganti. Ketika kondisi pascabencana belum pulih, badai tornado yang lain kembali terjadi. Ketidakselarasan empat unsur alam sungguh mengkhawatirkan.

 

 

Pada masa Buddha hidup, beliau telah membahas tentang kerusakan bumi. Beliau bukan meramal, melainkan menggunakan kebijaksanaan-Nya. Beliau memahami berbagai fase alam semesta dan menjelaskan kepada kita bahwa segala sesuatu di dunia bersifat tidak kekal, seperti matahari terbit lalu terbenam; lahir, tua, sakit, dan mati; timbul, berlangsung, berubah, dan lenyap; serta pembentukan, keberlangsungan, kerusakan, dan kehancuran. Prinsip alam ini tidak akan berubah, di dunia ini proses pembentukan terus berlangsung. Banyak hal di dunia yang awalnya tidak ada dan terbentuk secara perlahan-lahan. Namun, mereka tidak bertahan selamanya, melainkan pasti mengalami kerusakan.

 

Pikiran kita juga mengalami fase timbul, berlangsung, berubah, dan lenyap. Niat baik yang timbul dapat menghilang dengan cepat. Ketika bersentuhan dengan kondisi luar, niat untuk melakukan hal bajik mungkin akan segera goyah sehingga kita mulai menciptakan karma buruk. Menciptakan karma buruk berarti mengikis kebajikan sehingga benih kebuddhaan dalam diri kita tertutup secara perlahan-lahan. Saat kebajikan terkikis, kita akan menciptakan banyak karma buruk. Kita sering membahas tentang hati nurani yang tertutup, artinya benih kebuddhaan dalam diri kita telah tertutup. Benih kebuddhaan tidak lagi terlihat karena telah tertutup. Inilah yang dimaksud dengan timbul, berlangsung, berubah, dan lenyap. Pikiran manusia selalu berubah-ubah. Ada kalanya baik dan ada kalanya buruk.

Pelatihan diri hanya bisa dilakukan di alam manusia. Saat timbul niat baik, kita harus segera menggenggamnya, yakni dengan segera berbuat baik dan senantiasa mempertahankan niat ini. Janganlah membiarkan niat baik itu hilang. Dengan demikian, barulah kita dapat menapaki Jalan Bodhisatwa dan mencapai kebuddhaan. Dengan memahami prinsip kebenaran, maka kita tidak akan mengalami banyak penderitaan. Dengan berpikiran terbuka, kita dapat hidup damai tanpa kerisauan. Inilah yang harus kita capai. Dengan berpandangan benar dan memahami fase-fase alam yakni lahir, tua, sakit, mati, maka kita tidak akan merasa takut. Apapun kabar angin di masyarakat, orang yang bijaksana tak akan terpengaruh dan tidak akan merasa takut.

 

Buddha datang ke dunia untuk membimbing kita agar memahami kebenaran. Janganlah kita percaya begitu saja dengan kabar angin yang tersebar. Kita harus menyikapi kabar angin dengan pikiran yang bijaksana. Untuk itu, kita harus mendengar, merenungkan, dan mempraktikkan Dharma. Kita harus lebih banyak mendengar Dharma. Setelah itu, kita harus merenungkan hingga memahami ajaran kebenaran ini, lalu mempraktikkannya. Dengan memiliki sila, samadhi, dan kebijaksanaan, kita akan menyadari bahwa berbagai penderitaan di dunia terjadi sesuai hukum alam. Dengan berjalannya hukum alam, karma buruk manusia tentu membuahkan akibat. Karena manusia menciptakan karma buruk, kondisi masyarakat menjadi sangat kacau dan bencana terjadi silih berganti.

 

Kini kita dapat melihat berbagai bencana terjadi di seluruh dunia. Berkat kemajuan teknologi masa kini, kita dapat mengetahui lebih jelas segala sesuatu yang terjadi di dunia. Karena itu, media massa memikul tanggung jawab untuk melaporkan berita yang benar agar setiap orang dapat berjalan di arah yang benar. Singkat kata, kita harus menggunakan kebijaksanaan dalam meyakini agama. Tujuan menganut agama adalah agar memahami lebih jelas tujuan kehidupan manusia serta memperoleh pendidikan hidup. Orang sering berkata bahwa belajar tidaklah mengenal batas usia. Intinya, prinsip kebenaran sangat dalam. Dalam memilih keyakinan, kita harus memilih yang mengajarkan kebenaran dan dapat membimbing kita berjalan di jalan yang benar. Inilah pilihan yang bijaksana.

 

 
 
Menyayangi dan melindungi benda di sekitar kita, berarti menghargai berkah dan mengenal rasa puas.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -