Suara Kasih: Menyucikan Hati
Judul Asli:
Menyucikan Hati Demi Menyelamatkan Dunia
Bumi yang rentan menimbulkan banyak penderitaan bagi manusia
Jutaan warga Pakistan berada dalam kondisi memprihatinkan
Berikrar luhur dan berkontribusi di tengah masyarakat
Menyelamatkan dunia dengan menyucikan batin manusia terlebih dulu
Belakangan ini saya terus mengkhawatirkan warga Pakistan. Tentu saja, begitu banyak daerah yang tertimpa bencana. Di dunia ini, setiap hari kita mendengar laporan mengenai terjadinya bencana akibat ketidakselarasan 4 unsur alam. Bencana banjir di Pakistan telah berlangsung hampir sebulan. Banjir melanda mulai dari Pakistan utara dan perbatasan India, lalu terus meluas ke wilayah selatan. Diperkirakan sepertiga wilayah Pakistan mengalami kerusakan parah dan berdampak pada lebih dari 20 juta warganya. Entah berapa banyak orang yang masih belum dapat mengungsi ke tempat kering. Mereka tetap berada di tengah genangan air. Coba bayangkan penderitaan yang mereka dialami.
Terlebih lagi, wabah penyakit dan kelaparan mulai mengancam warga setempat. Sebanyak lebih dari 3,5 juta anak hidup dalam kondisi krisis air bersih, kekurangan gizi, dan lingkungan tempat tinggal yang tak sehat. Sungguh tak tega melihatnya. Begitulah kondisi di Pakistan. Sementara itu, kebakaran hutan di Bolivia telah berlangsung lebih dari seminggu. Coba bayangkan, dalam sebuah hutan terdapat lebih dari 9.000 titik api, bagaimana cara memadamkannya? Pikirkanlah, asap dari kebakaran ini menyelimuti langit dan pada malam hari langit terlihat merah. Sungguh menakutkan. Melihat warga setempat yang ada di sekitar lokasi bencana, saya sungguh merasa khawatir. Kita semua hidup di kolong langit dan di atas bumi yang sama. Meski bencana terjadi di tempat yang sangat jauh, namun apakah kita dapat tenang? Dunia yang penuh penderitaan ini sungguh membuat orang tak tenang. Selain itu, ada juga bencana akibat ulah manusia.
Di Pakistan yang tengah dilanda bencana besar, terjadi serangan bom bunuh diri yang menewaskan banyak orang. Organisasi kemanusiaan yang menyalurkan bantuan pun harus menghadapi bahaya karena terjadi penjarahan di mana-mana. Parahnya, mereka bahkan menjarah barang bantuan yang akan disalurkan. Inilah bencana akibat ulah manusia.
Beberapa hari lalu, lebih dari 20 wisatawan Hongkong yang berkunjung ke Filipina disandera oleh seorang pria bersenjata dalam sebuah bus. Insiden tersebut mengakibatkan 8 orang tewas terbunuh dan beberapa orang mengalami luka-luka. Ketika insan Tzu Chi Filipina mendapat kabar ini, mereka segera bertindak. Insan Tzu Chi Hongkong pun tengah mempersiapkan diri untuk menenangkan dan memerhatikan para korban. Sungguh, seluruh insan Tzu Chi di dunia ini bagaikan satu keluarga.
Di mana pun terjadi bencana, Bodhisatwa dunia akan segera bertindak, terlebih lagi para insan Tzu Chi. Melihat bencana yang silih berganti, kita sungguh merasa prihatin dan khawatir setiap hari. Namun, apakah khawatir saja ada gunanya? Kita harus senantiasa waspada dan menjaga hati dengan baik. Yang terpenting adalah hati. Saya sungguh berterima kasih kepada insan Tzu Chi seluruh dunia yang senantiasa bekerja keras untuk membabarkan ajaran Buddha dan pandangan hidup yang benar di negara tempat tinggal mereka masing-masing.
Dengan penuh kebijaksanaan, insan Tzu Chi terjun ke tengah masyarakat. Dengan penuh cinta kasih, mereka membimbing masyarakat untuk melenyapkan kepercayaan yang tak benar. Mereka juga mensosialisasikan pentingnya memiliki keyakinan yang benar. Selain membabarkan ajaran Buddha, mereka juga membimbing umat beragama lain agar mereka memahami bahwa agama memiliki arti yang luas. Ia tidaklah sempit dan membatasi. Setiap orang harus memiliki keyakinan yang benar dan harus mempraktikkannya. Kita tak boleh hanya memiliki keyakinan, namun tidak mempraktikkannya. Contohnya, setelah membajak sebidang tanah, kita harus segera menabur benih. Jika tidak, rumput liar akan tumbuh. Hal ini sama seperti pikiran kita yang hanya memiliki dan memahami keyakinan yang benar. Jika kita tidak mempraktikkan ajaran dengan bersumbangsih di tengah masyarakat dan menjalin jodoh baik dengan orang lain, berarti kita hanya membajak lahan tanpa menabur benih.
Jika kita tak mempraktikkan ajaran yang telah kita terima, bukankah rumput liar akan tumbuh dalam hati kita? Jadi, setelah membuka hati dan menerima keyakinan yang benar, kita harus giat menggarap ladang batin dan melenyapkan kekotoran batin. Kita harus segera menabur benih yang baik agar kebijaksanaan kita dapat berkembang. Dengan sila, samadhi, dan kebijaksanaan, barulah kita dapat melenyapkan kekotoran batin, menjalin jodoh baik, dan menciptakan berkah bagi orang lain.
Selain memiliki keyakinan yang benar, kita juga harus mempraktikkannya agar tujuan hidup kita jelas dan kita senantiasa bersedia untuk belajar. Kita harus senantiasa rendah hati untuk belajar karena banyak hal di dunia ini yang tak habis dipelajari hanya dalam satu kehidupan. Buddha mengajarkan kita untuk senantiasa menolong semua makhluk dan mempelajari Dharma. Karena itu, kita harus terus berikrar luhur dan mempelajari Dharma. Dharma tak akan habis dipelajari hanya dalam satu kehidupan.
Singkat kata, saya sangat berterima kasih kepada insan Tzu Chi di luar negeri yang telah meneladani semangat Tzu Chi dan mempraktikkannya di negara tempat tinggal mereka masing-masing. Sungguh, satu benih tumbuh menjadi tak terhingga dan yang tak terhingga berasal dari satu benih. Kita harus menginspirasi setiap orang. Insan Tzu Chi Taiwan bersatu hati dalam membantu sesama. Semoga semua orang di dunia ini dapat mendengar, melihat, dan merasakan manfaat yang kita berikan sehingga cinta kasih mereka terbangkitkan dan himpunan kekuatan cinta kasih ini akan mampu mengurangi bencana di dunia. Dengan kebajikan dan cinta kasih semua orang, maka doa kita akan terdengar oleh para Buddha dan Bodhisatwa. Baiklah. Para Bodhisatwa sekalian, kita harus senantiasa membangkitkan cinta kasih. Untuk menolong dunia, harus dimulai dari hati karena kekuatan yang berasal dari niat dalam hati sangatlah besar. Untuk itu, kita harus lebih bersungguh hati.
Diterjemahkan oleh: Erni & Hendry Chayadi. Foto: Da Ai TV Taiwan