Suara Kasih : Merawat Benih
Judul Asli: Merawat Benih Harapan yang Baik Nenek dan cucu mengumpulkan barang daur ulang bersama-sama
| |||
”Kami mendoakanmu. Saya membutuhkan 2.000 Ringgit untuk biaya sekolah 6 orang anak saya. Namun, saya tak pernah memiliki uang sebanyak itu. Orang tua saya tak mampu membiayai pendidikan saya, karena itu saya harus bekerja. Tanpa dana bantuan pendidikan, kami tak mampu menyekolahkan mereka lagi,” kata salah satu orang penerima bantuan. ”Bantuan ini mengurangi sedikit beban kami. Saya sangat senang karena kini memiliki uang untuk membeli buku. Saya akan rajin belajar untuk mencapai prestasi yang baik. Saya akan menyimpan celengan bambu ini dan mengingatkan anak-anak saya untuk memasukkan uang koin ke dalam celengan bambu ini. Saya juga meminta mereka untuk rajin belajar dan tidak melupakan bantuan dari orang lain,” katanya. Kita sungguh melihat secercah harapan. Anak muda yang tahu berbakti dan bersikap rajin adalah harapan masa depan kita. Belakangan ini, insan Tzu Chi di seluruh dunia menjalankan program bantuan dana pendidikan. Setiap anak adalah benih harapan kita. Kita harus bekerja keras agar setiap benih harapan ini dapat bertunas dengan baik dan tumbuh menjadi pohon besar. Mereka adalah harapan bagi dunia. Melalui program bantuan dana pendidikan, kita dapat melihat banyak siswa dapat melanjutkan sekolahnya. Saya akan berbagi sebuah kisah menyentuh dari seorang anak di Hualien. Bodhisatwa cilik ini bernama Wang Cheng-yu dan baru duduk di kelas 6 SD. Ia tinggal bersama nenek dan seorang adik laki-laki. Neneknya sungguh hebat. Suaminya meninggal pada saat ia masih muda. Ia memiliki sepasang putra dan putri, namun sejak kecil mereka tak berkelakuan baik. Putrinya telah menikah dan memiliki 5 anak. Namun kemudian ia bercerai dan membawa anak-anaknya pulang untuk dijaga oleh ibunya. | |||
| |||
Para tetangga dan pemilik toko melihat betapa nenek dan cucu ini bekerja keras untuk menopang hidup. Karena itu, mereka selalu memberikan barang daur ulang kepada mereka. Terkadang, Cheng-yu bertemu dengan temannya saat sedang mengumpulkan barang daur ulang. Kami bertanya kepada Chen-yu apakah ia merasa malu ketika bertemu teman-temannya. ”Tidak. Saya melakukan ini demi membantu keluarga. Jadi, saya tidak merasa malu. Lagi pula, sudah seharusnya saya membantu nenek. Mengapa saya harus berpikir begitu?” jawab Chen-Yu. Ia menikmati hidupnya dan tidak berkeluh kesah. Ia sangat optimis dan ceria. Inilah sisi yang mengagumkan darinya. Ia juga sangat rajin belajar. Tahun ini ia menerima penghargaan untuk siswa paling berbakti. Ia sungguh layak mendapatkannya. Kita sering berkata bahwa berbakti adalah pangkal dari segala kebajikan. Anak ini sangat dewasa dan bijaksana. Ia menulis sebuah karangan yang sangat membuat orang tersentuh. Karangan tersebut berjudul “Tangan Ibu”. Saya tak pernah menyentuh tangan ibu, namun saya pernah menyentuh tangan nenek. Nenek menggunakan tangannya untuk mengumpulkan barang daur ulang. Tanpa sepasang tangan nenek, mungkin saya sudah menjadi gelandangan atau pengemis. Nenek menggunakan sepasang tangannya untuk menopang keluarga ini. Saya sungguh berharap dapat menggunakan sepasang tangan yang kecil ini untuk meringankan beban nenek. Saya sungguh berterima kasih kepada nenek. Saya ingin menggenggam tangan nenek untuk memberinya kehangatan dan kekuatan. Saya ingin berkata kepada nenek, “Terima kasih, Nenek. Saya menyayangimu. Semoga kelak setelah dewasa, saya dapat menggunakan sepasang tangan ini untuk menjaga dan membalas budi luhur nenek. | |||
| |||
”Bibi ini sering datang ke rumah untuk melihat kalian.” ”Ya, bibi sangat perhatian kepada kami. Ia selalu menanyakan kabar kami dan melihat apakah kami kedinginan atau tidak. Bibi juga selalu membawa makanan untuk kami. Bibi adalah orang yang paling perhatian kepada kami dan bagaikan ibu saya sendiri. Setelah dewasa nanti, jika berkesempatan, saya juga ingin menjadi insan Tzu Chi seperti bibi untuk membantu orang lain agar mereka dapat merasakan kehangatan seperti saya,” kata Chen-Yu Ia tak mendapatkan kasih sayang dari ibunya karena ibunya itu telah menikah lagi. Jadi, kini ia tak memiliki ayah maupun ibu. Namun, ia sangat bersyukur karena memiliki nenek dan relawan Tzu Chi yang sangat menyayanginya. Ia tahu berpuas diri, memiliki pengertian, berhati lapang, dan tahu syukur. Ia berikrar kelak ingin menjadi insan Tzu Chi dan belajar cara menolong orang lain. Ia sungguh mengagumkan. Kita dapat melihat secercah harapan dalam dirinya. Inilah benih harapan yang paling indah. Semoga benih ini tak hanya bertunas, melainkan juga terus tumbuh menjadi pohon yang besar sehingga dapat membantu banyak orang yang hidup dalam penderitaan. Inilah harapan kita. Selain di Taiwan, kita juga dapat melihat program dana bantuan pendidikan di Melaka guna membantu keluarga yang kesulitan untuk menyekolahkan anaknya. Meski hidup dalam keluarga minim, namun asalkan sang anak berbakti, maka orang tua akan merasa sangat bahagia. Lihatlah seorang ayah yang mengalami cedera. Sang kakak sangat bekerja keras demi menopang hidup keluarganya. Adiknya sangat bersyukur dan belajar dengan rajin. Ia sangat berterima kasih kepada orang tua dan kakaknya. ”Mereka yang menyekolahkan saya. Jika tidak, saya juga tak dapat melanjutkan pendidikan. Ayah, ibu, dan kakak bekerja keras demi saya, karena itu saya harus rajin belajar,” kata sang anak. Sungguh anak muda yang tahu bersyukur. Saya yakin bahwa inilah harapan di masa depan. Ada orang berkata bahwa anak-anak yang dibesarkan oleh kakek dan nenek akan lebih bermasalah di masa depan. Apakah benar? Hal ini tergantung pada diri anak itu sendiri apakah ia dapat berpengertian, berpuas diri, dan bersyukur. Apakah anak itu dapat membuka hati dan menghargai kerja keras dan kesulitan orang tuanya. Anak-anak janganlah selalu menyalahkan orang tua, sebaliknya harus berpengertian, membuka hati, dan membangkitan cinta kasih dengan bekerja keras membalas budi orang tua Inilah kehidupan yang penuh makna. Diterjemahkan oleh: Lena | |||