Suara Kasih : Mewariskan Ajaran Jing Si
Judul Asli:
Mewariskan Ajaran Jing Si Lewat Empat Misi Tzu Chi
Menghimpun kebajikan dan menggarap ladang berkah
Bekerja sama dalam keharmonisan untuk menyebarkan mazhab Tzu Chi
Mewariskan ajaran Jing Si lewat Empat Misi Tzu Chi
Menjaga keteguhan hati hingga selama-lamanya
Saya bertanya kepada seorang relawan yang berumur 92 tahun, bagaimana dia membagi waktu. Dia pun menjawab, “Saya bangun pukul 5 pagi untuk menyaksikan Sanubari Teduh dan melafalkan nama Buddha. Setelah itu, saya bersiap-siap untuk membantu orang membersihkan rumah mereka dan kembali ke rumah pada pukul 11 siang. Setelah beristirahat sebentar, saya lalu datang ke posko daur ulang.”
Manusia dapat menjadi Buddha. Di sini kita dapat menjadi Buddha. Asalkan memiliki niat, asalkan memiliki tekad, kita dapat mencapai pencerahan seperti Buddha. Lihatlah Relawan Zeng ini. Setiap hari ia membantu orang membersihkan rumah, sungguh penuh kerja keras.
Setiap pagi ia harus pergi ke beberapa tempat untuk membantu orang membersihkan rumah. Meski telah bekerja keras, namun setiap hari ia tetap datang ke posko daur ulang. Saya sungguh tersentuh melihatnya. Selain itu, saya juga mendengar bahwa ia menyumbangkan uang hasil kerja kerasnya kepada Tzu Chi atas nama ibunya karena ia ingin ibunya menjadi komisaris kehormatan Tzu Chi. Saya berkata padanya, “Uang itu adalah hasil dari kerja kerasmu.” Ia pun menjawab, “Ya, tetapi Master berkata bahwa kita harus memanfaatkan waktu sebaik mungkin untuk bersumbangsih.”
Lihatlah, ia bekerja keras dan memanfaatkan waktu untuk bersumbangsih, serta menyumbangkan 1 juta NT (Rp300 juta) kepada Tzu Chi. Saya sungguh tidak tega menerima donasinya, namun saya juga tak boleh menolak niat baiknya. Ia menyumbangkannya dengan penuh ketulusan, bagaimana mungkin saya menolaknya? Saat itu di pikiran saya terlintas kisah seorang nenek tidak mampu yang berdana sepotong kain kepada seorang bhiksu. Buddha menunjukkan potongan kain tersebut di hadapan para bhiksu dan mengingatkan mereka untuk terus mewariskan potongan kain tersebut. Karena itu, pada setiap jubah anggota Sangha terdapat sebuah tambalan kain segi empat di belakangannya.
Kita menyebutnya sebagai simbol. Tambalan kain segi empat di belakang jubah kita adalah sebuah tanda yang mengingatkan kita untuk menanamkan cinta kasih dan semangat memberi di dalam hati. Dalam hati kita harus terdapat semangat untuk menggarap ladang berkah. Setiap bhiksu dan bhiksuni harus senantiasa ingat untuk menggarap ladang berkah.
Lihatlah, meski harus bekerja keras, Relawan Zeng tetap ingin berbuat kebajikan untuk saya. Sebelum membelanjakan uang, kalian harus ingat saya. Saya juga ingin berbagi tentang kisah mengenai relawan Lin yang kita lihat tadi pagi. Saat Relawan Lin mengalami kecelakaan, ia dilarikan ke salah satu rumah sakit besar. Dokter rumah sakit tersebut memvonis bahwa nyawa Relawan Lin tak dapat diselamatkan. Kemudian, ia dipindahkan ke RS Tzu Chi di Dalin dan nyawanya pun berhasil diselamatkan.
Sebagai ungkapan terima kasih, Relawan Lin menyediakan lahan untuk Tzu Chi guna melakukan daur ulang. Ia sangat berterima kasih kepada para dokter yang telah menyelamatkannya. Sejak saat itu, ia mulai mendedikasikan diri. Dalam menyelamatkan nyawa pasien, para dokter sungguh menginspirasi orang lain. Cinta kasih para dokter dapat membangkitkan rasa syukur pasien sehingga ketika kembali ke rumah, para pasien akan membangkitkan kebijaksanaan dan kekuatan cinta kasihnya untuk memberi manfaat bagi banyak orang.
Para dokter tak hanya sekadar memberikan pelayanan medis kepada pasien. Banyak pasien yang menerima perawatan medis di rumah sakit kita telah sungguh-sungguh merasakan kekuatan cinta kasih Tzu Chi. Karena itu, banyak dari pasien yang terinspirasi untuk menjadi relawan setelah sembuh dari penyakit mereka.
Saya sungguh bersyukur. Misi kesehatan bertujuan untuk mewariskan semangat dan filosofi Tzu Chi. Untuk mewariskan semangat dan filosofi Tzu Chi, kita harus mawas diri dan berhati tulus. Sikap mawas diri harus senantiasa kita praktikkan dalam kehidupan sehari-hari. Sila adalah peraturan. Ada orang yang bertanya kepada saya bagaimana saya mengatur Tzu Chi. Saya menjawab, sila adalah sistem kita. Setiap orang harus menaati sila.
Ketika memberikan pelayanan medis, kita harus sangat teliti dan berhati-hati karena ini berkaitan dengan nyawa pasien. Ketika pasien memercayakan nyawanya ke tangan kita, kita harus sangat berhati-hati. Ketika menjalankan operasi bagi pasien, kita harus memiliki hati yang sangat tulus karena pasien tengah berjuang demi hidupnya. Jika tak berkonsentrasi dan berhati tulus, kita tak dapat membayangkan apa yang akan terjadi pada pasien.
Tentu saja, perawatan pascaoperasi pun sangat penting. Karena itu, kita sangat memerlukan perawatan penuh cinta kasih para perawat. Intinya, staf medis harus mendekatkan hati dengan para pasien. Inilah manajemen penuh cinta kasih. Jadi, sila sebagai system dan cinta kasih sebagai manajemen. Sistem dan manajemen kita yang sesungguhnya memerlukan sikap mawas diri, ketulusan hati, serta sumbangsih penuh cinta kasih dari setiap orang. Dengan demikian, saya yakin bahwa misi kesehatan kita akan memberikan pelayanan medis yang baik. Hati kita pun akan semakin dekat dengan Buddha karena kita telah berjalan di Jalan Bodhisatwa.
Kita telah sejalan dengan ajaran Buddha. Karena itu, mewariskan ajaran Jing Si sungguh sangat penting. Saya pernah berkata bahwa setiap orang akan tua dan suatu saat nanti pasti akan ada perpisahan. Karena itu, pada saat ini saya ingin melihat bagaimana Empat Misi Tzu Chi berjalan mewariskan Dharma. Saya pun ingin melihat seberapa solid kalian mendedikasikan diri dengan penuh cinta kasih. Selain itu, saya ingin melihat bagaimana para staf dari Empat Misi Tzu Chi bekerja sama untuk mewariskan ajaran Jing Si dengan kesatuan hati dan keharmonisan.
Tentu saya berharap Empat Misi Tzu Chi dapat terus berlanjut. Untuk itu, kita harus bekerja lebih keras karena Empat Misi Tzu Chi bukanlah milik saya seorang dan bukan diciptakan oleh saya seorang. Dalam mazhab Tzu Chi, kita harus dapat berempati. Ketika melihat penderitaan orang lain, kita harus mencoba memahami kondisi mereka dan mengulurkan tangan untuk menolongnya. Sekalipun mereka berada pada kondisi yang paling sulit, kita harus tetap menolong mereka dengan cinta kasih yang paling tulus. Inilah mazhab Tzu Chi yang sesungguhnya.
Jalan Tzu Chi dibuka untuk menghampiri orang-orang yang menderita. Buddha datang ke dunia bukan mengajarkan kita untuk hanya berlatih demi pencapaian pribadi, namun yang terpenting adalah memberi manfaat bagi orang lain. Tentu saja, pelatihan diri kita sendiri sangatlah penting, namun yang lebih penting adalah menghimpun kekuatan banyak orang. Jika kebajikan banyak orang dapat terhimpun, maka kita dapat menciptakan manfaat bagi masyarakat luas.
Manfaat ini akan tersebar secara luas. Jika kebajikan banyak orang terhimpun, maka keharmonisan masyarakat dapat tercipta. Inilah yang selalu kita doakan dengan tulus. Ketika ketulusan banyak orang terhimpun, saya selalu mengatakan bahwa doa kita akan sungguh-sungguh menjangkau para Buddha dan Bodhisatwa. Jika kita hanya berdoa bagi diri masing-masing, Buddha tak akan mendengar doa kita karena kekuatan satu orang terlalu kecil. Namun, jika kita dapat bersatu hati, maka ketulusan hati banyak orang ini akan menjangkau para Buddha dan Bodhisatwa.
Saya sungguh berterima kasih atas kesungguhan hati kalian semua. Kalian telah mengemban Empat misi Tzu Chi di komunitas masing-masing dengan sangat baik. Saya sungguh telah melihat setiap orang menaati sila dan mengembangkan cinta kasih untuk mewariskan semangat dan filosofi Tzi Chi. Saya berharap kalian terus membantu saya mewariskannya. Semangat cinta kasih ini tidak hanya harus diwariskan oleh dan untuk generasi kita sekarang, melainkan harus terus diwariskan hingga ribuan tahun mendatang.
Diterjemahkan oleh: Lena