Suara Kasih: Mewariskan Cinta Kasih dan Menulis Sejarah bagi Tzu Chi
Kegiatan kali ini melibatkan sekitar 40 relawan dokumentasi. Untuk apa kalian membawa itu? Untuk mengambil gambar keseluruhan. Kalau Anda? Saya juga ikut naik ke atas. Anda juga naik ke atas? Sejak kecil saya sering memanjat pohon. Karenanya, saya tidak takut ketinggian. Lihatlah, untuk mendapatkan gambar keseluruhan yang indah, mereka harus memotretnya dari tempat yang tinggi. Inilah yang disebut bersatu hati menggarap ladang berkah. Mereka sungguh adalah petani batin yang menggarap setiap petak ladang batin orang-orang. Mereka menebarkan benih cinta kasih demi membangkitkan cinta kasih setiap orang. Saya sungguh tersentuh melihatnya. Master pernah berkata bahwa kesungguhan hati adalah profesionalitas. Saat memegang kamera, saya selalu memiliki semangat misi atau semacam harapan. Saya sering berkata kepada orang bahwa relawan hendaknya membimbing sesama. Para insan Tzu Chi di luar Taiwan juga harus menggalakkan hal ini. Sosok relawan yang selalu bersumbangsih tanpa pamrih menginspirasi saya untuk semakin giat dan bekerja keras lagi. Melihat keteladanan orang lain, saya selalu berusaha mendokumentasikannya dengan kamera. Inilah yang ingin selalu saya lakukan. Setelah berpartisipasi dalam banyak kegiatan Tzu Chi, terutama kunjungan kasih ke panti jompo, perlahan-lahan saya mulai merasa bahwa jika saya bisa tersentuh oleh orang lain, mengapa saya masih terus mengulangi kesalahan yang sama? Lambat laun, saya mulai mengubah banyak kebiasaan buruk saya.
Menjadi relawan dokumentasi Tzu Chi membuat saya mendapat banyak pelajaran. Hasil jepretan kita tak hanya sekadar untuk dinikmati, tetapi juga bisa digunakan untuk membimbing orang lain. Jadi, saya merasa pekerjaan ini pantas untuk terus dilakukan. Setelah melihat jejak langkah insan Tzu Chi lain, mereka sendiri juga terjun ke tengah kelompok Bodhisattva dunia itu untuk merasakan alangkah baiknya bisa turut membantu orang lain. Terlebih lagi, kita perlu mewariskan ajaran Jing Si. Saya sering berkata kepada relawan dokumentasi bahwa hasil karya mereka bisa menjadi saksi sejarah zaman sekarang dan mengukir sejarah bagi dunia.
Yang terpenting adalah bisa menulis sejarah bagi Tzu Chi. Ini sangatlah penting. Dharma tak akan bisa tersebar jika hanya didengarkan saja. Kita harus mempraktikkannya langsung. Saat orang lain mempraktikkannya, kita harus mendokumentasikannya. Gambar, suara, dan tulisan yang kita ambil haruslah mengandung nilai kebenaran, kebajikan, dan keindahan. Semua itu bisa menjadi saksi dimana kejadian itu terjadi atau siapa saja yang terlibat saat itu. Waktu maupun tempat semua tercantum dengan sangat jelas. Sumbangsih insan Tzu Chi dalam setiap kegiatan sungguh membuat saya tersentuh. Karena itu, saya selalu mendokumentasikan sosok mereka lalu mengunggahnya agar orang-orang di seluruh dunia tahu bahwa di Xiamen juga ada sekelompok insan Tzu Chi yang begitu giat menjalankan misi Tzu Chi. Inilah motivasi saya.
Saat tamu dari luar negeri berkunjung ke Tzu Chi, mereka selalu bertanya, “Bagaimana kalian mendokumentasikan semua gambar ini?” “Gambar yang kalian tampilkan sungguh membuat orang tersentuh.” “Sesungguhnya, berapa jumlah reporter kalian yang tersebar di berbagai negara?” “Bagaimana kalian mendokumentasikan semua jejak langkah perjalanan Tzu Chi?” Mereka juga bertanya, “Bagaimana kalian memperoleh informasi yang begitu mendetail dari manca negara?” “Sesungguhnya, berapa banyak reporter kalian?” Staf Da Ai TV selaku penyambut tamu pun berkata kepada mereka, “Kami memiliki sekitar 5.000 reporter yang tersebar di seluruh dunia.” Tamu dari luar negeri biasa kembali bertanya, “Jika demikian, bukankah biaya operasional Da Ai TV sangat besar?” Staf kita menjelaskan kepada tamu, “Sekelompok reporter itu adalah relawan Tzu Chi.” “Mereka merogoh kocek sendiri untuk mendokumentasikan semua gambar itu.” “Relawan dokumentasi bahkan membeli kamera sendiri atau merogoh kocek sendiri untuk biaya transportasi, dll.” Mendengar satu per satu penjelasan itu, tamu dari luar negeri merasa sangat terkesan. Mereka baru memahami bahwa ternyata di dunia ini ada begitu banyak orang yang bersumbangsih dengan cinta kasih universal tanpa pamrih demi menjadi saksi sejarah zaman sekarang, mengukir sejarah bagi dunia, serta menulis sejarah bagi Tzu Chi. Para tamu merasa sangat terkesan. Ini semua berkat kesungguhan hati para relawan dokumentasi.
Kita dapat melihat relawan dokumentasi di Beijing mendokumentasikan sebuah tayangan penuh kehangatan. Insan Tzu Chi di Beijing sering mencurahkan perhatian di panti jompo dan berinteraksi dengan penuh kehangatan. Para lansia sangat menantikan kedatangan insan Tzu Chi. Saat muda, para lansia tersebut juga bersumbangsih bagi keluarga merekadan masyarakat. Karena itu, kita juga harus berterima kasih kepada mereka. Kita sebagai generasi muda hendaknya membalas budi dan mengasihi para lansia. Kehidupan di panti jompo membuat para lansia merasa kesepian.
Kita harus berempati, banyak bersumbangsih, serta membawa sukacita bagi para lansia. Kita juga melihat kisah sebuah keluarga di desa yang berada jauh dari Beijing. Suatu kali, saat menyebarkan cinta kasih di sana, insan Tzu Chi berkesempatan untuk menemukan kasus seorang anak. Anak itu memiliki harapan yang cemerlang terhadap masa depannya. Akan tetapi, harapannya harus terkuburkarena penyakit bawaannya. Keluarganya juga hidup serba kekurangan. Beruntung, ada sekelompok insan Tzu Chi yang bertekad untuk membantu anak itu. Mereka membawanya ke rumah sakit besar untuk menjalani operasi pelurusan tulang kaki dengan harapan agar anak itu tidak lagi rendah diri.
Lihatlah, jejak langkah insan Tzu Chi juga tersebar hingga ke desa-desa terpencil. Untuk tiba di rumah sakit, mereka harus menempuh perjalanan dengan mobil dan kereta api. Satu kali perjalanan membutuhkan waktu sekitar 5 jam. Demi kesembuhannya, orang tua anak tersebut telah melakukan berbagai upaya. Akan tetapi, kemiskinan membuat mereka tidak berdaya. Beruntung, mereka bertemu dengan insan Tzu Chi yang senantiasa mendampingi mereka. Saya berdoa semoga Master senantiasa memiliki tubuh yang sehat dan umur panjang. Meski menderita cacat kaki bawaan, tetapi dia didampingi oleh banyak orang. Karena itu, dia sangat berterima kasih kepada orang tuanya, berterima kasih kepada paman dan bibi Tzu Chi, dan bahkan berterima kasih kepada saya. Dunia yang dipenuhi rasa syukur dan cinta kasih sungguh indah. Kita harus menjadi saksi zaman sekarang serta menyaksikan bagaimana ajaran Buddha dan Bodhisattva dunia membimbing semua makhluk dengan melenyapkan penderitaan mereka. Ini adalah lingkaran cinta kasih.
Menyerap Dharma ke dalam hati dan mempraktikkannya dalam keseharian
Bodhisattva dunia meninggalkan jejak cinta kasih di mana pun berada
Insan Tzu Chi memberikan penghiburan bagi makhluk yang menderita
Relawan dokumentasi mewariskan cinta kasih dan menulis sejarah bagi Tzu Chi
(Diterjemahkan Oleh: Karlena Amelia