Suara Kasih: Mewariskan Kebijaksanaan

 

Judul Asli:

 

Mewariskan Kebijaksanaan dan Pahala kepada Generasi Penerus

 

Mempertahankan cinta kasih dan menyebarkan Dharma
Mewariskan kebijaksanaan dan pahala kepada generasi penerus
Mengikhlaskan segala yang sulit diikhlaskan
Mencapai harapan terakhir

“Saya sendirian, saya selalu melakukan semua hal seorang diri. Tiada tempat bagi saya untuk bersandar. Saya membenci keluarga saya, mengapa mereka memberikan saya pada orang lain. Adakalanya, bila ibu angkat tak baik pada saya, saya akan berpikir, ‘mengapa saya diberikan pada orang lain?’ Suami saya berselingkuh dan meninggalkan saya. Saat itu apakah Anda merasa sangat sedih? Tidak, Sebenarnya, ya. Saya hampir gila, bahkan ingin bunuh diri. Bagaimana melewatinya? Saya menyibukkan diri dengan pekerjaan agar tidak memikirkan hal-hal itu. Saat itu, saya hanya memikirkan uang. Asalkan ada uang, saya akan baik-baik saja. Meski harus bekerja keras, saya tetap melakukannya. Saat masih di Taiwan, saya masih sangat muda. Saya bisa bekerja selama 3 hari tanpa tidur,“ ujar Lee Yu

Lihatlah anggota Komite Tzu Chi, Lee Yu. Selama masa mudanya, ia tak hanya hidup di tengah kondisi sulit, namun juga harus menghadapi pernikahannya yang gagal. Meski begitu, ia sangat tegar. Yang paling membahagiakannya adalah melihat anak-anaknya yang ia besarkan dengan susah payah telah pindah ke Amerika Serikat dan berkeluarga di sana. Jadi, mereka pun mengajak ibunya ke AS. Putrinya membuka usaha restoran, jadi ia membantu putrinya menjaga anak. Namun, karena masih sangat energik, ia memutuskan untuk menjalankan usaha binatu. Meski tidak mengerti bahasa Inggris, namun ia sukses dalam menjalankan usahanya. Dalam sehari, ia bisa memperoleh keuntungan 1.000 dolar AS dan terus menabung. Saat Taiwan diguncang gempa bumi pada tanggal 21 September 1999 lalu, ia mendengar bahwa saya ingin membangun kembali sekolah di daerah bencana. Pada saat itu, ia mendonasikan 30.000 dolar AS (sekitar 300 juta rupiah).

Selain itu, ia juga mulai menyaksikan Da Ai TV. Melalui Da Ai TV, ia mendengar ceramah saya dan bersungguh-sungguh menyerap Dharma ke dalam hati. Ia menyaksikan Da Ai TV setiap hari. Dengan adanya Dharma, ia mulai memahami kebenaran hidup. Ia pun bertanya-tanya apa tujuannya mencari uang. Ia merasa yang terpenting adalah berbuat baik. Karena itu, dalam waktu beberapa tahun, ia mendonasikan 3 miliar rupiah. Ia bekerja keras untuk mencari uang sekaligus mendonasikan banyak uang. Inilah yang ia lakukan selama beberapa tahun. Meski telah memiliki banyak harta dan menyadari pentingnya berdana untuk membantu orang lain, namun ia masih memiliki kemelekatan dalam mencari uang. Hingga pada suatu hari di tahun 2003, ia bercermin dan menyadari sesuatu. “Saat bercermin, saya menyadari bahwa saya sudah beruban, terlihat jelek dan tua. Saya menyadari bahwa kecantikan hanya bersifat sementara, ia tak bersifat abadi. Bila hanya terus-menerus mencari uang, apakah makna dari kehidupan saya? Kemudian saya berpikir untuk melakukan sesuatu yang bermanfaat dan bermakna,” cerita Lee Yu.

 

Karena menyadari ketidakkekalan hidup dan usianya yang sudah lanjut, ia mulai mencari jalan hidup yang benar. Ia memutuskan untuk bergabung di Tzu Chi. Karena itu, pada tahun 2004, ia menjual usahanya kepada orang lain. “Suatu kali, saat dalam perjalanan untuk mengambil dana amal, saya melihat binatu itu semakin ramai. Saya berpikir usaha itu adalah milik saya, mengapa saya melepaskannya? Saat duduk di atas bus, saya menangis. Saya pun bertanya-tanya apakah pilihan saya untuk menjadi relawan sesungguhnya tepat atau tidak,” ungkap Lee Yu. Saat melihat usaha itu begitu baik, ketamakanya kembali bangkit. Saat itu, ia mulai merasa ragu. Karena itu, relawan Tzu Chi yang lain selalu memberikan dukungan padanya. Namun, ia merasa rendah diri karena ia sendiri buta huruf. Ia tidak bisa berbicara dalam bahasa Inggris maupun menulis dalam bahasa Mandarin, bagaimana ia mampu mengemban misi Tzu Chi? Inilah yang ia rasakan selama beberapa waktu. Hingga pada suatu hari, ia mendengar saya berkata, “Buta huruf tidak apa-apa, yang penting memahami prinsip kebenaran.” Perkataan itu memberi kekuatan baginya. Karena itu, ia memutuskan untuk bergabung dan berkonsentrasi mengemban misi Tzu Chi.

Selama masa-masa itu, ia merasa sangat bahagia dan kehidupannya sangat bermakna. Pada tahun 2009, staf Da Ai TV berkunjung ke Amerika Serikat untuk mengadakan acara peringatan 20 tahun Kata Perenungan Jing Si. Karena mengetahui Da Ai TV mengalirkan aliran jernih ke seluruh dunia. ia kembali berikrar luhur, “Saya mewariskan pahala dan kebijaksanaan kepada anak saya, saya tidak mewariskan uang kepada mereka.” “Kak Lee Yu berkata ia akan mendonasikan tabungannya kepada Da Ai TV. Saya mewakili Da Ai TV untuk berterima kasih pada Anda,” kata salah seorang staf Da Ai TV Taiwan.

Meski telah mendonasikan 3 miliar rupiah, namun ia masih memiliki tabungan di Taiwan sebanyak lebih dari 3 miliar rupiah. Ia berharap setelah ia meninggal, uangnya ini didonasikan kepada Da Ai TV. Anak-anaknya pun sangat mendukungnya dan berjanji untuk memenuhi harapannya. Namun, pada tahun yang sama, ia didiagnosis menderita penyakit kanker usus. Karena itu, ia lebih bersemangat dan giat dalam mengemban misi Tzu Chi. Meski harus menjalani kemoterapi, namun ia dengan cepat kembali ke Taiwan demi mengurus surat warisannya. Tekad yang dimilikinya sungguh membuat orang tersentuh.

Tahun ini ia berusia 70 tahun, karena ketidakkekalan hidup, ia meninggal pada tanggal 5 Juni lalu. Meski menderita penyakit, namun ia tidak pernah absen dalam mengikuti kegiatan Tzu Chi. Meski telah terbaring di tempat tidur, ia tetap menyaksikan Da Ai TV setiap hari untuk mengetahui segala kegiatan Tzu Chi dan mendengar ceramah saya. Ia menyerap semua program Da Ai ke dalam hatinya. Hatinya selalu bersama dengan Tzu Chi. Ia memiliki sebuah harapan terakhir, yaitu ingin mendonorkan tubuhnya untuk kepentingan pendidikan medis. Satu-satunya penyesalannya adalah tidak bisa menjadi Silent Mentor karena ia terlalu kurus. Pada akhir hidupnya, berat badannya hanya tersisa sekitar 30 kg. Jadi, ia tak dapat mendonorkan tubuhnya. Namun, ia tetap mendonorkan kornea matanya.

Lihatlah, ia meninggal dengan begitu damai. Ia tetap berada di Jalan Bodhisatwa, penuh kemurahan hati, dan telah mencapai harapan terakhirnya. Saya yakin ia telah terlahir kembali. Ia adalah murid saya yang baik. Ia menjadikan hati Buddha sebagai hati sendiri dan tekad Guru sebagai tekad sendiri. Selama belasan tahun ini, sejak bergabung dengan Tzu Chi, ia selalu menyerap Dharma ke dalam hati. Ia selalu bersumbangsih dengan penuh keikhlasan. Meski telah menderita penyakit, ia tetap giat mempelajari Dharma. Hatinya selalu penuh dengan Dharma. Ia memiliki hati Buddha dan tekad Guru. “Apa yang bisa dinikmati dari hidup ini? Masa muda telah berlalu. Apalagi yang bisa dinikmati? Kita harus membantu orang lain selagi mampu. Saya merasa bergabung dengan Tzu Chi dan mengikuti jejak langkah Master Cheng Yen adalah hal yang tidak akan membawa penyesalan,” ujar Lee Yu di masa hidupnya. Diterjemahkan oleh: Lena.

 
 
Orang bijak dapat menempatkan dirinya sesuai dengan kondisi yang diperlukan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -