Suara Kasih : Pencerahan di Tengah Masyarakat
Judul Asli:
Jalan Pencerahan di Tengah Masyarakat
Membabarkan kata-kata bijak demi membimbing manusia kembali berjalan di arah yang benar
Menghayati Dharma ke dalam hati dan menumbuhkan kebijaksanaan
Membangun keyakinan dan praktik melalui kebijaksanaan dan sumbangsih penuh sukacita
Membangun jalan pencerahan di tengah masyarakat
”Sejak mulai menempel poster Kata Perenungan Jing-Si barulah saya menyadari bahwa sesungguhnya Master Cheng Yen sedang mengajarkan kita bagaimana cara menghadapi orang lain dan menangani masalah,” ujar seorang relawan Tzu Chi. Dahulu saat hanya melakukan kegiatan daur ulang dan belum mulai mensosialisasikan Kata Perenungan Jing-Si, saya tak begitu memahami ajaran Master Cheng Yen. Sungguh, saya tidak mengerti. Sebelumnya saya hanya mengerti untuk berbuat bajik, melindungi bumi, dan tidak memboroskan uang.
“Itulah yang saya ketahui dan terapkan. Ketika tak sedang menempel poster Kata Perenungan Jing-Si, saya akan kembali membacanya satu per satu. Jika ada kata-kata yang sangat menyentuh, saya akan mengingatnya di dalam hati dan merenungkan artinya,” tambahnya. Menempel poster Kata Perenungan Jing-Si dapat mengembangkan kebijaksanaannya. “Ia berusia 75 tahun, ia 75 , ia 73, ia 70, dan saya 71 tahun,” ujarnya menunjuk relawan Tzu Chi lainnya.
Lihat, manusialah yang dapat menyebarkan Dharma dan bukan sebaliknya. Lima Bodhisatwa lansia yang berusia lebih dari 70 tahun ini setiap hari turun ke jalan-jalan besar maupun gang-gang kecil untuk menempel poster Kata Perenungan Jing-Si di setiap rumah maupun toko-toko. Mereka juga bertanggung jawab mengganti posternya seminggu sekali. Karena banyaknya toko, berarti mereka harus melakukannya setiap hari.
Beberapa dari mereka buta huruf. Jika pikiran terjaga, maka jalan kita pun tak akan menyimpang. Kini ia telah banyak belajar. Kira-kira setingkat dengan SMP. “Meski setingkat dengan SMP, saya tetap bertanya sana-sini. Sungguh tidak enak hati. Tidak apa-apa,” ujarnya. Lihatlah, dari tak mengerti cara membaca, kini ia dapat membaca Kata Perenungan Jing-Si dengan lancar. Selain itu, ia dapat menyerap setiap prinsip dan Dharma ke dalam hati.
Sesungguhnya, penempelan Kata Perenungan Jing-Si disosialisasikan pertama kalinya oleh insan Tzu Chi di daerah Wenshan, Taipei. Pada tahun 2004 lalu, mereka mulai mensosialisasikan Kata Perenungan Jing-Si. Kemudian kegiatan ini mulai menyebar ke seluruh wilayah hingga kini insan Tzu Chi di negara lainnya pun ikut mensosialisasikan Kata Perenungan Jing-Si. Mereka menyadari manfaat Kata Perenungan dan mensosialisasikannya di negara masing-masing dengan bahasa yang berbeda-beda.
Kata Perenungan tersebut dapat membimbing orang-orang yang tersesat agar kembali berjalan di arah yang benar. Saya sungguh bersyukur karena mereka telah menciptakan pahala tak terhingga dengan membimbing orang untuk menyerap Dharma serta mencipatkan berkah dan mengembangkan kebijaksanaan. Tanpa menyerap Dharma ke dalam hati, kita tak dapat menyadari kebenaran. Dengan menyadari kebenaran, kita akan mengetahui cara memanfaatkan hidup yang berharga dengan sebaik-baiknya. Jadi, kesadaran sangatlah penting.
Setelah menyadari kebenaran, kita harus mengembangkan cinta kasih. Kebenaran yang kita sadari hendaknya dapat bermanfaat bagi semua makhluk, karena seperti yang kita lihat sekarang, kehidupan manusia diliputi banyak penderitaan. Jadi, ketika memiliki cinta kasih, kita tidak hanya menyadari kebenaran demi pencapaian diri sendiri semata. Bukan demikian.
Baik di daerah tengah, selatan, dan utara Taiwan banyak relawan telah menjadi penemu. Sebanyak apa pun Ada beberapa orang yang berkata ia akan melatih diri terlebih dahulu. Setelah memperoleh pencapaian barulah ia akan membabarkannya. Namun, kapan Anda baru dapat mencapainya? Tingkatan mana yang sudah Anda capai? Tiada yang tahu. Bahkan dirinya pun tidak tahu. Sungguh sulit. Kehidupan tidaklah kekal. Kapan kita baru dapat tercerahkan? Karena itu, Buddha terus mengingatkan kita tentang ketidakkekalan. Dapatkah kita sungguh-sungguh memahami makna dari ketidakkekalan? Dengan mendengarkan Dharma, kita berpikir bahwa kita memahaminya. Tulisan yang indah tentang ketidakkekalan pun dapat menggetarkan hati kita. Namun, sejauh mana kita memahaminya?
Jadi, untuk menjadi Bodhisatwa dunia kita harus menyadari kebenaran terlebih dahulu. Hanya ketika berusaha menyadarinya dengan tulus, barulah kita dapat memahami makna kehidupan yang sesungguhnya. Makna kehidupan terletak pada bagaimana cara kita menggunakannya agar tak terbuang sia-sia. Kita hendaknya menempatkan kehidupan pada tempat yang paling berharga. Bagaimanakah yang disebut berharga? Yakni saat orang lain membutuhkan kita, saat kita ada pada waktu dibutuhkan, saat kita berada di tempat yang membutuhkan. Ketika kita senantiasa dibutuhkan, pada saat itulah kehidupan menjadi bermakna.
Saudara sekalian, Bodhisatwa dunia adalah guru yang tak diundang yang senantiasa memanfaatkan waktunya untuk memerhatikan dan membantu orang-orang yang membutuhkan di mana pun. Insan Tzu Chi memperoleh kesadaran lewat hal-hal yang ditemui di tengah masyarakat dan kembali bersumbangsih bagi masyarakat. Sungguh, kita bersumbangsih dengan semangat nonduniawi dan tanpa mengharapkan pamrih, hanya bertujuan memberi manfaat bagi masyarakat. Jadi, setelah menyadari kebenaran, kita harus bersumbangsih di tengah masyarakat. Kita juga harus membangkitkan welas asih.
Melihat lingkungan hidup saat ini, kita sungguh merasa khawatir. Kita harus hidup berdampingan dengan alam. Kita harus menyadari pentingnya peran bumi bagi kehidupan kita sehingga kita tidak sampai hati melihat segala perusakan di dunia ini. Dengan memiliki welas asih, kita dapat membuat ikrar luhur. Namun, untuk itu kita harus memiliki hati yang lapang dan terbuka. Kita harus melapangkan hati seluas jagat raya dan merangkul semua makhluk. Bila tidak, akan sangat sulit untuk merealisasikan ikrar kita.
Kita juga harus memiliki pemahaman yang diperoleh dari keyakinan dan praktik memberi dengan sukacita dan rasa syukur. Untuk mengembangkan pemahaman ini, kita harus berkontribusi dengan sukacita. Kita sering mengatakan bahwa kita tak memiliki hak atas segala sesuatu di dunia ini, kita hanya memiliki hak guna atasnya. Ketika Anda memilikinya, mengapa tak rela memberikannya? Baik benda materi, tenaga, maupun pikiran yang benar dapat kita bagi dengan orang lain. Kebijaksanaan adalah memberi dengan sukacita. Setelah bersumbangsih dengan sukacita, kita harus bersyukur.
Dengan demikian, barulah kita dapat membangun keyakinan dan praktik. Keyakinan harus dipraktikkan. Kita harus mewujudkan keyakinan ke dalam praktik. Berkah diperoleh dari sukacita yang datang dalam sumbangsih dan rasa puas diri. Interaksi antarsesama manusia sering menimbulkan kekotoran batin dan kerisauan. Mulai saat ini kita harus menciptakan berkah bagi masyarakat. Dalam proses tersebut, kita harus senantiasa berpuas diri. Dalam hubungan antarmanusia, jika kita dapat melayani orang lain artinya kita memiliki kesehatan, waktu, dan kemampuan yang berlebih.
Jadi, karena telah hidup dalam kelebihan, bukankah kita patut berpuas diri? Karena itu, kita harus berkontribusi. Kebijaksanaan adalah kedamaian batin dan rasa pengertian yang terjaga dalam perubahan. Sungguh, kehidupan di dunia terus mengalami perubahan. Dalam menghadapi segala perubahan yang terjadi, kita harus memiliki sikap penuh pengertian dan menganggapnya sebagai latihan dan ujian bagi kebijaksanaan kita.
Intinya, segala hal yang baru saya uraikan secara singkat tadi semuanya berkenaan dengan kehidupan sehari-hari. Kita hanya perlu bertanya pada diri sendiri, apakah saya telah mempraktikkannya? Apakah telah kita terapkan dalam masyarakat? Ini merupakan Dharma yang sangat penting. Jadi, dengan memahami kata-kata bijak ini, menghayatinya dalam hati, serta menerapkannya di tengah masyarakat, maka kebijaksanaan kita akan bertumbuh.
Diterjemahkan oleh: Erni & Hendry Chayadi / Foto: Da Ai TV Taiwan