Suara Kasih: Peresmian Aula Jing Si Indonesia

Judul Asli:
Detik-detik Menjelang Peresmian Aula Jing Si Indonesia

Menjelang detik-detik peresmian Aula Jing Si Indonesia Insan Tzu Chi dari berbagai negara turut datang mengucapkan selamat Saling menghormati, mengasihi, dan tidak membeda-bedakan Keharmonisan antaragama membawa kebahagiaan

Setiap hari adalah hari yang bersejarah bagi Tzu Chi. Hari ini juga merupakan hari bersejarah bagi Tzu Chi Indonesia karena pada hari ini para insan Tzu Chi di sana mulai sibuk. Saat ini mereka tengah mulai mempersiapkan peresmian Aula Jing Si di Jakarta. Bangunan Aula Jing Si ini sangat megah dan terlihat begitu agung. Dana pembangunan ini digalang secara mandiri di sana. Peletakan batu pertama Aula Jing Si ini diadakan pada 10 Mei 2009 lalu.


Saya ingat suatu hari, sekelompok insan Tzu Chi Indonesia yang kaya secara materi sekaligus batin kembali ke Hualien dan melaporkan kepada saya bahwa mereka telah mempersiapkan lahan seluas sepuluh hektare. Selain itu, mereka juga sangat berharap Jakarta memiliki Aula Jing Si sama seperti Taiwan. Untuk itu, mereka terus mengajukan hal ini kepada saya. Akhirnya, saya setuju dan berkata, “Baiklah, coba kalian buat perencanaannya.” Tak lama kemudian,  mereka membawa perencanaan tersebut dan kembali menemui saya. Saat itu saya berpikir, “Begitu besar, mana mungkin?”Biaya yang dibutuhkan pasti sangat besar. Para relawan yang hadir saat itu dengan satu suara berkata, “Soal uang, Master jangan khawatir. Kami yang akan menanggung semuanya.” Saya menjawab, “Membangun Aula Jing Si tak boleh sembarangan. Ini adalah rumah sandaran batin kita. Jadi, harus kokoh, mendetail, dan indah.”Mereka menjawab,“Tidak masalah, tidak masalah. Satu per satu dari mereka lalu berjanji, “Saya akan menyumbang 10 juta dolar AS.” Saya bertanya, “Dolar AS? Bukan rupiah?”mereka menjawab,“Bukan, dolar AS.” Ada pula yang menyumbang 5 juta dolar, dan masih banyak lagi. Intinya, mereka ingin membuat saya tenang. Jadi, mereka semua telah mewujudkan Pusat Kegiatan Tzu Chi ini.

Di sana terdapat stasiun DAAI TV, sekolah menengah, sekolah dasar, taman kanak-kanak, juga Aula Jing Si. Besar sekali. Mereka sangat percaya diri dan berkata kepada saya, “Master, ini tidak besar, kelak mungkin kita akan merasa tidak cukup.” Benar-benar besar. Aula utamanya saja dapat menampung hampir dua ribu orang. Dapat kita bayangkan betapa besarnya. Itu baru Auditorium Pembabaran Sutra-nya saja. Lihatlah, begitu besar. Sungguh membuat kita bersyukur hingga tak dapat berkata-kata. Lagi pula, mereka tak perlu saya khawatirkan. Mereka berkata, “Asalkan Master mengangguk tanda setuju, kami akan mewujudkan semuanya.” Hingga saat ini, Aula Jing Si Tzu Chi yang terbesar di dunia adalah di Jakarta. Mereka membangunnya secara mandiri dan tidak perlu membuat saya khawatir.

Di Indonesia, misi Tzu Chi berkembang dengan cepat berkat adanya banyak Bodhisattva yang kaya secara materi sekaligus batin. Mereka bersumbangsih di Tzu Chi baru sekitar belasan tahun,  namun telah mengembangkan seluruh misi Tzu Chi dengan sangat baik. Empat Misi Tzu Chi telah mereka kembangkan dengan skala yang cukup besar di Indonesia.  Contohnya misi amal sosial. Sejak tahun 2003, kita mulai memberi bantuan bagi sebuah pesantren. Pesantren itu didirikan oleh seorang habib yang penuh cinta kasih. Anak-anak muda dari keluarga kurang mampu diizinkan untuk tinggal dan belajardi pesantren itu. Saat itu jumlahnya mencapai lebih dari 8.000 orang. Lebih dari 8.000 anak muda ini tinggal di pesantren dengan bahan pemenuh kebutuhan yang minim. Karena itu, insan Tzu Chi menyediakan 50 ton beras setiap bulannya demi mencukupi kebutuhan gizi mereka.

Selain itu, Tzu Chi juga mengadakan baksos kesehatan di sana. Insan Tzu Chi melakukan ini selama beberapa tahun. Hubungan Habib dengan insan Tzu Chi juga sangat baik. Akibat terus bertambahnya penghuni di sana, tempat yang ada menjadi semakin tidak memadai. Saat itu, insan Tzu Chi melihat anak-anak di sana tidur berimpitan di ruang yang sangat terbatas, maka merasa tak sampai hati sehingga membangun beberapa ruang bagi mereka, memperluas asrama serta kelas mereka. Sebelum gedung baru mereka diresmikan, mereka terus meminta foto saya untuk dipasang di sana. Saya tak memberikannya mengingat umat Islam biasanya tidak pernah memasang foto.

Jadi, saya tak memberikannya. Akan tetapi, Habib meminta orang lain untuk melukis gambar saya guna dipasang berdampingan dengan fotonya. Beberapa tahun kemudian, setelah dinanti-nanti, akhirnya perwakilan Tzu Chi mengantarkan foto saya untuk dipasang di setiap ruang kelas.

Anak-anak di sana juga diajarkan Kata Perenungan Jing Si. Interaksi anak-anak dengan insan Tzu Chi sangat baik. Suatu kali, para murid pesantren ini pernah memperagakan lagu “Satu Keluarga”dengan formasi berbentuk logo Tzu Chi. Besar sekali. Mereka sangat bersungguh hati. Di pondok pesantren itu, kita dapat melihat cinta kasih anak-anak telah terbangkitkan.

Mereka hidup sehat, fisik dan batin mereka pun bersih.Mereka juga rela bersumbangsih bagi masyarakat. Melihatnya, saya sungguh merasa tenang dan sangat tersentuh. Sesungguhnya, semua ini adalah berkat Kesungguhan dan cinta kasih insan Tzu Chi setempat dalam bersumbangsih. Mereka tidak pernah mengambil dana dari Taiwan, namun dapat menyerap semangat Tzu Chi Taiwan dan mengambil benih cinta kasih untuk disebarkan di Indonesia. Ini sungguh luar biasa.

Demikianlah jalinan jodoh dalam kehidupan. Jadi, setiap orang hendaknya menjalin jodoh baik. Kini jumlah santri di sana mencapai 20.000 orang. Selain itu, insan Tzu Chi juga membimbing mereka agar dapat hidup mandiri dan dapat bercocok tanam. Ada pula beberapa guru yang beragama Islam yang kini telah turut mengikuti pelatihan untuk menjadi calon anggota komite Tzu Chi. Mereka juga bertekad untuk memikul misi pendidikan Tzu Chi di Indonesia agar bermanfaat bagi anak-anak setempat. Intinya, janganlah kita membeda-bedakan agama, suku bangsa, atau kewarganegaraan. Kita harus berusaha agar dunia semakin tenteram dan hati manusia semakin selaras agar semua orang dapat berjalan ke arah yang benar. Dunia yang damai dan masyarakat yang harmonis adalah tujuan kita semua.(Diterjemahkan Oleh: Laurencia Lou)
Setiap manusia pada dasarnya berhati Bodhisatwa, juga memiliki semangat dan kekuatan yang sama dengan Bodhisatwa.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -