Suara Kasih: Saling Membangkitkan Welas Asih

.
 

Judul Asli:

 

 Saling Membangkitkan Welas Asih Tanpa Dibatasi oleh Pagar Pemisah

      

Menyalurkan bantuan darurat setelah terjadinya badai tornado
Saling membangkitkan welas asih tanpa dibatasi oleh pagar pemisah
Insan Tzu Chi terjun ke jalan untuk mensosialisasikan daur ulang
Menjaga kesehatan dengan melakukan daur ulang

Beberapa hari lalu, negara bagian Indiana di AS diterjang badai tornado yang menyebabkan beberapa tempat rusak parah. Insan Tzu Chi segera bergerak untuk menyurvei lokasi dan menyalurkan bantuan. Di tempat tersebut ada seorang pendeta. Berhubung tempat tinggal mereka juga mengalami kerusakan akibat badai tornado,  pendeta itu pun berinisiatif melaporkan hal ini kepada Tzu Chi. Saat tiba di sana, dia pun mendampingi insan Tzu Chi menyurvei lokasi. Saat Tzu Chi memutuskan hari untuk menyalurkan bantuan, dia sangat antusias mengabarkan hal ini ke setiap keluarga. Dia memberi tahu bahwa ada organisasi Buddhis yang akan datang untuk menyalurkan bantuan.

Pendeta tersebut berkata, ”Sumbangsih kalian semua sangatlah berarti bagi kami. Setiap orang ingin membantu sesama, tetapi tidak tahu bagaimana cara memulainya. Budaya, ras, dan warna kulit selalu jadi pagar pemisah antarsesama. Akan tetapi, kalian telah menerobos pagar tersebut. Setelah melihat sumbangsih dan mendengar kisah kalian, saya menjadi lebih kenal dengan Master Cheng Yen sekaligus memahami welas asih kalian dalam menolong orang lain. Semua ini meninggalkan kesan yang dalam bagi saya. Saya sangat senang  bisa mengenal kalian.”

Pendeta ini sungguh luar biasa. Dia berhati lapang dan berpikiran murni. Dia membantu orang yang dilanda bencana tanpa memandang agama yang dianut oleh korban bencana. Asalkan ada bencana, dia akan mencari sumber bantuan untuk menolong para korban bencana. Sungguh membuat orang kagum melihatnya. Relawan Palang Merah juga datang membantu. Mereka juga mengenakan rompi Tzu Chi untuk turut membantu. Selama beberapa hari itu, semua relawan Tzu Chi setempat dikerahkan untuk turut membantu. Inilah kekuatan cinta kasih yang tak membedakan tua dan muda. Asalkan memiliki cinta kasih di dalam hati,masyarakat kita akan bersinar cemerlang.

Terlebih lagi, beberapa hari yang lalu, Suster Angela dan Suster Nula datang berkunjung. Saya sungguh merasa tersentuh. Selama belasan tahun ini, Suster Angela sudah berkunjung lima kali. Dahulu, Beliau adalah kepala rumah sakit. Saat rumah sakitnya membutuhkan bantuan, insan Tzu Chi akan ke sana untuk membantu. Setelah berkunjung ke Taiwan,dia lebih memahami Tzu Chi dan sangat memerhatikan insan Tzu Chi di Australia. Contohnya, saat insan Tzu Chi jatuh sakit dan ingin berobat, mereka selalu menemukan kendala dalam berkomunikasi sehingga kesulitan mencari dokter. Suster Angela bagai ibu penuh welas asih yang menjaga dan memerhatikan para insan Tzu Chi. Demi membantu sekelompok insan Tzu Chi yang memiliki kendala dalam berkomunikasi, Beliau pun belajar bahasa Mandarin. Jika dibandingkan dengan Beliau, saya merasa sangat malu.

Suster Angela berkata, ”Saya telah bergabung dengan Tzu Chi di Brisbane selama 22 tahun saya adalah bagian dari Tzu Chi. Meski saya adalah suster Katolik dan kalian adalah umat Buddha, namun kita adalah satu. Kita memiliki cinta kasih yang sama di dalam hati. Kita harus membangkitkan cinta kasih, welas asih, dan kebajikan yang sama ini kepada semua orang karena kita adalah satu keluarga.”

Yang lebih menyentuh lagi adalah Beliau menulis memoar tentang dirinya. Beliau sengaja menerjemahkannya ke dalam bahasa Mandarin karena sebagian besar isi memoar tersebut berhubungan dengan Tzu Chi. Kali ini, Beliau sengaja berkunjung ke Taiwan untuk memberikan hak cipta bukunya dalam terjemahan bahasa Mandarin kepada saya. Persahabatan seperti ini sungguh berharga. Saya sungguh tersentuh.

Kebetulan beberapa hari lalu Tahun ini adalah ultah yang ke-20 Tzu Ching dan Asosiasi Guru Tzu Chi. Lebih dari 100 alumni Tzu Ching telah berkeluarga. Dahulu anggota Tzu Ching berjumlah 100 orang, kini telah mencapai 300 hingga 400 orang. Ini karena ada pasangan suami istri yang memiliki 2 atau 3 anak. Sungguh, beberapa hari lalu saya berkata bahwa mereka bagai membawa serenteng bacang kembali ke Griya Jing Si. Banyak dari mereka yang telah dilantik. Ada pula tiga generasi dalam satu keluarga yang menjadi insan Tzu Chi. Kini mereka telah memiliki anak. Jadi, bagi saya, anak-anak ini adalah generasi keempat.

Tzu Chi sungguh merupakan keluarga yang besar. Sekelompok alumni Tzu Ching ini mengajak generasi penerus mereka kembali ke Griya Jing Si untuk mementaskan adaptasi Sutra. Saya berharap Dharma dapat terus diwariskan di dalam keluarga mereka. Ini sungguh hal yang luar biasa.

Singkat kata, kita harus mendidik anak-anak. Jika kita melahirkan anak tanpa membimbing mereka, maka hanya akan menambah populasi manusia. Kita sungguh harus mendidik anak-anak. Jadi, kita harus mendidik anak-anak kita. Selain itu, kita juga harus memiliki keyakinan yang benar. Tidak peduli agama apa pun yang dianut, selama keyakinan itu benar, maka kebijaksanaan kita akan berkembang. Bukankah kita telah melihat biarawati Katolik, pendeta Kristen,dan insan Tzu Chi yang bekerja sama dengan harmonis demi memberi manfaat bagi banyak orang? Karena itu, memiliki keyakinan sangatlah baik.

Akan tetapi, janganlah menyimpang dari semangat kemanusiaan. Kita dapat melihat di Taiwan. Banyak warga Taiwan yang menganut kepercayaan tradisional. Pada saat ini setiap tahunnya, ritual Mazu selalu berlangsung dengan meriah. Banyak warga yang meyakini Mazu. Inilahn pola pikir masyarakat yang sederhana. Jika ritual seperti ini bisa lebih berbudaya humanis, maka jumlah kembang api, petasan, dupa, kertas sembahyang, dan lain-lain juga akan banyak berkurang. Akan tetapi, beberapa tahun ini, saya sangat berterima kasih kepada organisasi pelestarian lingkungan dan insan Tzu Chi yang terus mensosialisasikan pentingnya pelestarian lingkungan. Kita dapat melihat jumlah sampah pada tahun ini telah banyak berkurang. Inilah yang harus terus kita sosialisasikan dengan penuh kesabaran dan cinta kasih.

Seorang relawan berkata, ”Tahun lalu, kami mendaur ulang banyak sekali Styrofoam. Di setiap stan makanan terdapat banyak kantong besar berisi Styrofoam. Tahun ini, saat kami datang mencuci mangkok, jumlah Styrofoam telah banyak berkurang. Saat melakukan daur ulang, ada sebagian warga melihat saya yang sudah berusia lanjut, tetapi masih melakukan daur ulang, karenanya mereka merasa segan untuk membuang sampah sembarangan.”

Sungguh, kita harus menjadi teladan. Jika setiap orang bersedia menjadi teladan dalam melakukan daur ulang, maka lingkungan kita akan lebih baik. Saya juga sangat berterima kasih kepada para staf medis dari RS Tzu Chi di Dalin. Berhubung ritual Mazu diadakan dengan mengelilingi Chaiyi, para staf medis dari RS Tzu Chi di Dalin selalu berada di lokasi ritual untuk memberikan konsultasi kesehatan. Ada pula seorang pria yang bersedia meminjamkan tempat di depan rumahnya secara gratis kepada Tzu Chi untuk dijadikan tempat konsultasi medis maupun posko untuk mensosialisasikan daur ulang.

Inilah orang yang baik hati di masyarakat yang bersedia mempraktikkan kebajikan. Sungguh membuat orang tersentuh melihatnya. Banyak sekali kisah yang menyentuh. Keyakinan yang baik dan benar akan membimbing orang berjalan ke arah yang benar. Organisasi yang baik dan orang baik hati yang berkumpul bersama bisa menyucikan dunia. Baik menyucikan batin manusia ataupun melestarikan lingkungan, semuanya bisa membuat kehidupan masyarakat menjadi lebih baik. Saya sungguh berterima kasih. Karena itu, kita harus menggalang Bodhisattva dunia yang memiliki kesatuan tekad untuk bersumbangsih bagi masyarakat. Diterjemahkan oleh: Laurencia Lou.

 

 
 
Kerisauan dalam kehidupan manusia disebabkan dan bersumber pada tiga racun dunia, yaitu: keserakahan, kebencian, dan kegelapan batin.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -