Suara Kasih: Semangat Tzu Chi

 

Judul Asli:
Menyaksikan  Pembabaran Ajaran dan Semangat Tzu Chi

Mewariskan ajaran Jing Si dan menyebarkan mazhab Tzu Chi
Giat melatih diri sesuai jalan Tzu Chi
Mengembangkan kebijaksanaan dan memperoleh pencapaian
Menabur benih kebajikan dan menginspirasi lebih banyak orang

Saya sering berkata kepada kalian bahwa kita harus memanfaatkan waktu dan ruang untuk bersumbangsih dan belajar dari orang-orang di sekitar kita. Sungguh, waktu kita sangatlah terbatas. Setiap hari, saya berlomba dengan waktu. Karena waktu berjalan dengan cepat, langkah saya pun harus cepat.

Sungguh, saya harus memanfaatkan waktu dan ruang sebaik mungkin untuk menolong dan belajar dari orang lain. Saya ingin memberi tahu kalian bahwa kita dapat berkumpul bersama di Tzu Chi berkat jalinan jodoh di antara kita. Karena jalinan jodoh inilah, kita dapat mengemban misi Tzu Chi bersama-sama. Meski kita dapat berkumpul bersama sekarang, namun suatu hari nanti akan ada perpisahan karena cepat atau lambat kehidupan ini akan berakhir.

Saya ingin berbagi sebuah kisah dengan kalian. Lebih dari 40 tahun yang lalu ketika saya sedang melatih diri di sebuah pondok kecil, seorang Bodhisatwa lansia menceritakan kisah ini kepada saya. Pada masa mudanya di Tiongkok, keluarganya adalah keluarga yang berada.

Pada suatu kali, anggota keluarganya yang lebih tua berkata kepada anaknya, “Putraku, kita harus senantiasa berterima kasih kepada leluhur karena mereka telah mewariskan kekayaan yang begitu besar kepada kita. Kini, ibu akan mewariskannya kepadamu agar dapat kamu kelola karena suatu hari nanti ibu akan meninggal.”

“Setelah ibu meninggal, apa yang akan kamu lakukan untuk melimpahkan jasa kepada ibu?” Anaknya pun menjawab, “Ibu, katakan apa harapan Ibu, saya akan menurutinya.” Ibunya menjawab, “Setelah meninggal, ibu tak akan dapat melihat apa yang kamu lakukan untuk ibu. Jadi, ibu ingin kamu melakukannya sekarang juga.”

Anaknya kembali menjawab, “Tetapi ibu masih sangat sehat, mengapa ibu meminta saya melakukannya sekarang?” Sang Ibu pun menjawab, “Anggap saja hari ini ibu meninggal dan tolong lakukan tiga hal untuk ibu.”

“Pertama, rakyat miskin sangatlah banyak.” Sekarang adalah musim dingin. Jika selama 49 hari kamu dapat membagikan makanan kepada orang-orang miskin tersebut, maka ibu akan sangat tersentuh dan bersyukur,” kata Sang Ibu.

“Yang kedua, kamu harus mengundang biksu untuk datang dan melantunkan Sutra untuk ibu,” katanya, “di samping itu, kalian harus mendengarkan Dharma yang dibabarkan biksu tersebut. Ibu ingin mendengar pelantunan Sutra dan kalian mendengar pembabaran Dharma.”


“Yang ketiga, ibu berharap kamu dapat membelikan peti mati untuk ibu hari ini juga. Kelak jika ibu meninggal, kamu tak perlu berbuat apa-apa lagi kecuali meletakkan tubuh ibu ke dalam peti mati dan memakamkan ibu di pemakaman keluarga tanpa harus merepotkan banyak orang. Inilah hal-hal yang saya inginkan. Pergunakanlah biaya pemakaman ibu sekarang juga untuk menolong rakyat miskin agar ibu dapat melihatnya,” kata ibu itu berpesan.

Anak ini sangat berbakti. Ia berkata, “Jika ini keinginan Ibu, saya akan melaksanakannya.” Hari itu juga, ia mulai melimpahkan jasa untuk ibunya. Ini disebut ”melimpahkan jasa untuk seseorang yang masih hidup”. Ia mulai membeli beras dan membagikannya kepada orang-orang yang membutuhkan. Selama 49 hari, warga kurang mampu di desanya menerima makanan hangat tiga kali sehari, juga beras untuk dibawa pulang setiap hari. Inilah pahala yang paling baik dan besar. Dengan mengundang biksu, putranya tersebut dapat memahami dan menghormati Tiga Permata, yakni Buddha, Dharma, dan Sangha.

Meski kisah ini saya dengar lebih dari 40 tahun yang lalu, namun saya tetap mengingatnya hingga sekarang. Saya sering berpikir, mengapa orang-orang menyimpan banyak uang dan setelah meninggal baru disumbangkan? Mengapa tak langsung melakukannya sendiri ketika masih hidup? Bukankah ini lebih nyata? Saya pun belajar dari prinsip ini dan ingin melihat kontribusi setiap relawan dalam mewariskan ajaran dan semangat Tzu Chi karena setelah meninggal, saya tak dapat menyaksikannya lagi.

Karena itu, saya berharap dapat melihat kalian mengemban Empat Misi Tzu Chi dan mewariskan ajaran Jing Si. Dalam menyebarkan mazhab Tzu Chi bukanlah sebuah slogan, melainkan semangat dan filosofi Tzu Chi. Selama lebih dari 40 tahun ini, Tzu Chi senantiasa melangkah dengan mantap tanpa membiarkan waktu terbuang sia-sia, karena seiring terakumulasinya waktu, kita dapat memperoleh pencapaian dalam karier, pendidikan, maupun misi sosial. Terlebih lagi, sebagai praktisi Buddhis kita harus senantiasa melatih diri dan ini memerlukan waktu. Kita harus memiliki semangat, berkonsentrasi, serta memiliki kesatuan hati dan kesamaan tekad agar dapat melangkah maju.

Karena itulah, 44 tahun kemudian, kita dapat melihat pencapaian. dalam Empat Misi Tzu Chi. Jadi hari ini, saya ingin berterima kasih kepada para dokter dan relawan yang telah memikul tanggung jawab mewariskan ajaran Jing Si dan menyebarkan mazhab Tzu Chi. Ini semua berkat dedikasi dan tekad kalian dalam menjalankan Empat Misi. Saya telah melihatnya. Semoga di mana pun berada, setiap orang dapat bertekad untuk menginspirasi lebih banyak orang. Semoga setiap orang dapat menanamkan benih kebajikan dan semangat Tzu Chi ke dalam hati serta bekerja keras untuk menginspirasi lebih banyak orang.

Inilah yang dimaksud dengan sebutir benih tumbuh menjadi tak terhingga berasal dari sebutir benih. Saya berharap kelak setiap orang dapat mengemban misi Tzu Chi dan menyelami ajaran Jing Si. Untuk mewariskan ajaran dan semangat Jing Si, kita harus menyelaminya terlebih dahulu. Dengan demikian, kita akan dapat mengembangkan kebijaksanaan. Ketika kebijaksanaan berkembang, hati pun akan terbuka. Dengan hati yang terbuka, kita dapat menganggap segala hal yang terjadi di dunia ini sebagai tanggung jawab kita.

Orang yang bijaksana akan menganggap permasalahan di dunia ini sebagai permasalahannya sendiri. Jadi, saya yakin bahwa kalian semua pasti akan bekerja keras demi menyebarkan mazhab Tzu Chi agar setiap orang dapat memahaminya dan berjalan di jalan Tzu Chi. Karena itu, saya tidak merasa khawatir.

Diterjemahkan oleh: Lena
Jangan takut terlambat, yang seharusnya ditakuti adalah hanya diam di tempat.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -