Suara Kasih: Senantiasa Menjaga Hati

 

Judul Asli:

Senantiasa Menjaga Hati
 

Melenyapkan pikiran menyimpang dan noda batin
Mendekatkan diri dengan Buddha
Menyelami Sutra dan menyadari ketidakkekalan
Berpegang teguh pada tekad selamanya

Ketidakkekalan hidup ada dalam kehidupan sehari-hari. Apa yang akan terjadi pada kita detik berikutnya sungguh sulit diprediksi. Kehidupan manusia tidak kekal, namun, mereka selalu berharap segalanya tidak pernah berubah. Jika setiap orang dapat melatih diri dan menjaga pikiran dengan baik, maka kita akan dapat kembali  pada hakikat murni pada masa ini. Inilah yang disebut kekekalan. Bodhisatwa sekalian, menyadari prinsip kebenaran adalah hal yang harus dicari dalam hidup ini.

Makhluk awam selalu menciptakan karma melalui tubuh, ucapan, dan pikiran, berbuat kesalahan melalui 6 indra, membangkitkan niat buruk karena kegelapan batin, dan melekat terhadap kondisi luar. Karena itu, mereka melakukan 10 kejahatan yang semakin menambah tebal noda batin. Segala karma buruk yang tak terhingga ini berawal dari ketamakan, kebencian, kebodohan, dan yang tercipta lewat tubuh: ucapan dan pikiran. Tanpa disadari kita telah menciptakan karma buruk. Kita tidak menyadari semua ini, kita juga banyak melakukan kesalahan melalui 6 indra.

Enam indra manusia meliputi mata, telinga, hidung, lidah, tubuh, dan pikiran. Saat enam indra kita bersentuhan dengan objek luar, maka niat buruk mungkin bangkit dan kita akan melakukan kesalahan sehingga kita menghadapi banyak kesulitan dan masalah. Niat buruk kita terbangkitkan karena adanya kegelapan batin. Kita juga akan terus berangan-angan dengan memikirkan banyak hal di luar kemampuan kita. Ini semua adalah pikiran yang menyimpang, janganlah kita terus memikirkan masa lalu dan masa depan karena yang terpenting adalah kita harus mempertahankan niat baik pada saat sekarang. Namun, banyak orang mengabaikan saat sekarang karena memikirkan masa lalu dan masa depan. Kita sungguh harus memanfaatkan masa sekarang. Manusia juga terus melekat pada objek luar karena bersentuhan dengan objek luar sehingga kemelekatan kita semakin bertambah.

 

Kita melatih diri agar dapat berlapang dada dan berpikiran murni. Janganlah kita memiliki kemelekatan dan berselisih dengan orang lain. Batin kita janganlah melekat pada kondisi luar. Kita harus menjaga pikiran dengan baik, bila tidak, kita akan terus melakukan 10 kejahatan. Karena adanya tabiat buruk, kita terus berselisih dengan orang lain. Jika batin tidak damai, kita tak dapat hidup harmonis dengan sesama. Jika niat buruk terbangkitkan dan kita melakukan 10 kejahatan, maka noda batin kita akan semakin bertambah.

Selain akan mengalami kesulitan, batin kita juga akan tercemar sehingga kegelapan batin pun semakin tebal. Karena itu, kita harus senantiasa menjaga pikiran sebaik mungkin, bila tidak, kekotoran batin akan terus terakumulasi. Jadi, karma buruk yang tak terbatas berawal dari tubuh, pikiran, dan ucapan. Penderitaan kita berawal dari ketamakan, kebencian, dan kebodohan.

Bodhisatwa sekalian, kita semua tahu bahwa harga emas terus mengalami kenaikan. Karena itu, hutan di Peru, Amerika Selatan, dirusak oleh orang-orang. Demi menambang emas, mereka merusak hutan. Lihatlah, karena ketamakan, mereka menciptakan banyak karma buruk. Kita juga dapat melihat konflik di Libya. Saya sungguh tidak tega melihatnya. Kita dapat melihat bahwa manusialah yang menciptakan kejahatan di dunia.

Kita juga melihat ledakan pabrik di Wugu yang telah berlalu beberapa hari. Sejak hari pertama ledakan terjadi, yakni malam hari pukul 8 lewat, insan Tzu Chi dari Wugu, Sanchong, Luzhou, dan Xinzhuang mendampingi, menghibur dan menyediakan makanan hangat bagi korban bencana hingga pukul 3 dini hari. Beberapa hari lalu, mereka juga berkumpul untuk membantu membersihkan rumah warga yang terkena dampak ledakan. Selain itu, mereka juga memerhatikan dan menghibur korban bencana yang masih trauma. Saat melihat insan Tzu Chi, mereka bersandar untuk mencari ketenangan. Pada saat seperti ini, sekelompok insan Tzu Chi sungguh merupakan sumber kekuatan bagi mereka. Saya sungguh tersentuh melihatnya. Selain itu, insan Tzu Chi juga tengah giat mempelajari Syair Pertobatan Air Samadhi untuk dipentaskan. Meski insan Tzu Chi dari Wugu, Xinzhuang, dan Sanchon turut terlibat dalam pementasan ini, mereka tetap terus memerhatikan korban bencana di Wugu, inilah semangat mereka.

Beberapa hari lalu, pada sore harinya di depan Griya Jing Si, terdapat sekelompok orang yang melakukan ritual Namaskara. Mereka melakukannya dengan tertib dan penuh semangat. Kemarin saya berkata kepada kalian bahwa perjalanan jauh dimulai dari satu langkah awal. Langkah pertama harus berada di arah yang benar: mulut melafalkan nama Buddha, hati merenungkan Buddha, tubuh bersujud pada Buddha.

Dengan jiwa raga yang tak meninggalkan Buddha, kita melangkah maju, inilah ajaran Jing Si, yakni giat mempraktikkan jalan kebenaran. Seluruh insan Tzu Chi memiliki niat dan tekad yang sama, yakni menapaki Jalan Bodhisatwa dan bersumbangsih bagi dunia.

Jadi, mempraktikkan jalan kebenaran sama seperti melakukan ritual Namaskara, yakni melangkah dengan mantap dan menenangkan batin. Mazhab Tzu Chi ladang batin manusia dan senantiasa bersumbangsih bagi dunia. Setiap saat kita harus menjaga pikiran agar tidak kacau. Pikiran yang tidak kacau inilah yang disebut Jing Si. Hati yang hening ini adalah hati Buddha. Dalam menapaki jalan Tzu Chi, kalian menjalankan tekad guru bagai tekad sendiri.

Bodhisatwa sekalian, kita semua memiliki niat dan tekad yang sama. Kita memiliki hati Buddha dan kesatuan tekad untuk membentangkan Jalan Bodhisatwa di dunia. Dengan penuh cinta kasih, kita membentangkan Jalan Bodhisatwa yang lurus dan lapang. Selain berhati tulus dan memiliki hati Buddha, kita juga harus menginspirasi orang lain untuk menapaki Jalan Bodhisatwa. Bodhisatwa sekalian, jalan ini ada dalam hati kita, Buddha dan Dharma ada di dalam hati kita. Jika kita senantiasa memiliki hati Buddha, maka Dharma akan senantiasa ada dalam hati kita. Diterjemahkan oleh: Lena

 
 
Orang yang memahami cinta kasih dan rasa syukur akan memiliki hubungan terbaik dengan sesamanya.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -