Suara Kasih: Sumbangsih Bodhisatwa Dunia

Judul Asli:

 

   Menyaksikan Sumbangsih Para Bodhisatwa di Dunia

 

Bersikap rendah hati serta giat melatih diri
Memiliki pandangan kesetaraan dan welas asih serta melatih perbuatan benar
Bodhisatwa dunia senantiasa membimbing makhluk sesuai jalinan jodoh
Senantiasa mewariskan ajaran Jing Si tanpa henti

Kemarin apakah kalian melihat bulan purnama? Di bawah cahaya rembulan, ada perayaan menyambut Festival Kue Bulan di Aula Jing Si Hualien. Namun, saat kita merayakan festival, ada orang di negara lain yang menderita akibat bencana. Kemarin, tim yang menyalurkan bantuan untuk Jepang masih terus membagikan bantuan dana tunai di Onagawa, Prefektur Miyagi. Meski Taiwan berada jauh dari Jepang, namun insan Tzu Chi telah mendampingi warga selama enam bulan ini. Dalam tim kali ini ada mantan menteri perhubungan dan komunikasi, yakni Tuan Tsai Duei. Ia telah menjadi relawan Tzu Chi beberapa tahun yang lalu dan sangat rendah hati. Dalam kegiatan Tzu Chi, ia tidak pernah menonjolkan dirinya dan hanya bekerja bersama relawan lainnya. Ia pun tak pernah absen dalam setiap kegiatan dan selalu memiliki hati yang bersahaja.

Saya sering mengulas tentang pandangan kesetaraan dan welas asih. Orang yang benar-benar memiliki welas asih akan memandang setara semua makhluk, terjun ke tengah masyarakat, dan tidak membedakan status sosial, terlebih tidak menonjolkan dirinya. Inilah pelatihan diri, inilah welas asih Bodhisatwa. Saat terjadi bencana, kita hendaknya membangkitkan hati welas asih kita dengan mempraktikkan sifat luhur Bodhisatwa agar dapat mengasihi dan membantu sesama. Saudara sekalian, janganlah kita beranggapan bahwa kita harus memohon berkah dari para Buddha dan Bodhisatwa, dan kita harus memohon di kuil. Bodhisatwa sesungguhnya ada di antara kita. Mereka yang mampu merasakan penderitaan orang dan mengulurkan tangan untuk membantu dengan sekuat tenaga adalah Bodhisatwa. Mereka adalah Bodhisatwa yang sesungguhnya.

 

Beberapa hari ini, hampir 400 anggota TIMA dari 17 negara dan wilayah berbeda berkumpul bersama di Aula Jing Si Hualien untuk saling berbagi pengalaman. Walaupun tinggal di negara yang berbeda, namun mereka semua memiliki misi yang sama, yaitu meringankan penderitaan pasien. Mereka saling berbagi pengalaman dan menunjukkan foto serta rekaman mengenai tempat yang telah mereka kunjungi. Para dokter mengasihi pasien dengan penuh kasih sayang. Dari mereka semua, kita dapat melihat semangat cinta kasih mereka yang satu.

 

Tak peduli banyaknya rintangan dan jauhnya jarak yang harus ditempuh, mereka tetap berusaha menjangkau daerah tertinggal untuk memberikan perhatian dan bersumbangsih bagi sesama yang menderita. Kita telah mendengar banyak kisah dari mereka dan menyadari betapa beruntungnya diri kita. Tak perlu banyak menuntut dalam hidup ini. Kehidupan ini sangatlah singkat. Tiada gunanya banyak menuntut dan perhitungan. Dengan bersumbangsih dengan penuh rasa syukur saling berbagi pengalaman dan kesan, serta saling menginspirasi dan memuji, barulah akan memperluas makna hidup ini.

Di sini, selama beberapa hari ini, berkumpul para anggota TIMA dari 17 negara dan daerah yang berbeda. Kita dapat mendengar pengalaman mereka. Kita dapat mendengar pengalaman mereka. Bayangkan, bukankah mereka adalah Bodhisatwa yang terpanggil membantu sesama tanpa diminta? Bodhisatwa memandang semua makhluk di dunia bagaikan keluarganya sendiri. Semua insan Tzu Chi dan anggota TIMA di berbagai tempat juga merupakan Bodhisatwa yang memandang semua makhluk yang menderita bagaikan keluarga sendiri. Karena itu, mereka bersumbangsih tanpa diminta. Bukan hanya mengunjungi pasien dengan penuh keramahan bagai keluarga, para dokter juga mengobati mereka sekaligus memberi penyuluhan tentang kesehatan. Mereka sungguh bagai guru yang tak diundang. Lihatlah, yang mereka lakukan amat luar biasa dan membawa kehangatan.

Bodhisatwa sekalian, tadi kita telah melihat betapa mereka telah bekerja keras. Namun, mereka tak menganggap ini sebagai beban, melainkan sebagai berkah. Inilah wujud Jalan Bodhisatwa yang terbentang luas di dunia. Dengan mempraktikkan semangat ini, berarti mereka telah menampilkan hakikat Kebuddhaan dalam diri mereka. Mereka bersumbangsih dengan sukarela dan dengan hati yang terbuka. Anggota TIMA dari berbagai negara berkumpul setahun sekali, tepatnya pada Festival Kue Bulan. Mereka menghadiri konferensi di Taiwan sekaligus merayakan Festival Kue Bulan. Rembulan di langit terlihat begitu cemerlang.

 

Hati semua orang di sana pun berpadu menjadi satu bagaikan bulan yang terlihat bulat sempurna. Sungguh indah. Pertemuan kali ini dimeriahkan oleh berbagai acara yang sangat menarik. Lihatlah, semua orang dipenuhi sukacita. Mereka yang datang dari luar negeri pun dipenuhi sukacita.

Singkat kata, momen penuh sukacita seperti ini harus sungguh-sungguh kita hargai. Pagi hari tadi, banyak orang berkumpul di Aula Jing Si untuk mengantar jasad para Silent Mentor. Kita turut mengantar mereka menyempurnakan makna kehidupan dan tekad terakhir mereka. Mungkin di antara para Silent Mentor itu ada yang arah hidupnya pernah menyimpang, namun pada suatu saat, mereka kembali ke jalan benar, menapaki Jalan Bodhisatwa, dan bertekad bahwa setelah menghembuskan napas terakhir, mereka ingin memanfaatkan tubuh secara maksimal dengan menjadi Silent Mentor. Para dokter dari berbagai negara juga belajar banyak melalui Silent Mentor, misalnya mencari cara yang efektif meringankan penderitaan pasien, inilah berkah yang diciptakan Silent Mentor. Mereka telah menyempurnakan misi mereka sebagai Bodhisatwa dan sebagai murid saya. Saya sangat berterima kasih kepada mereka. Saya berterima kasih atas sumbangsih selama seumur hidup mereka. Saya tentu berharap mereka dapat lebih giat dalam kehidupan selanjutnya demi melanjutkan misi mereka. Ajaran Jing Si dan mazhab Tzu Chi harus terus diwariskan tanpa henti. Saya sungguh berterima kasih.

 
Kerisauan dalam kehidupan manusia disebabkan dan bersumber pada tiga racun dunia, yaitu: keserakahan, kebencian, dan kegelapan batin.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -