Suara Kasih : Tanggung Jawab Bersama

 

Judul Asli:

Memikul Tanggung Jawab
atas Segala Bencana di Dunia
 

Bumi tengah mengirimkan sinyal darurat melalui bencana
Bertekad untuk berintrospeksi dan bervegetarian
Kembali pada pola hidup sederhana
Bersatu hati dan bekerja sama dalam memikul tanggung jawab

Sekarang adalah saatnya bagi kita semua untuk segera sadar. Sejak bulan Januari 2011, kita dapat melihat betapa banyak bencana yang terjadi di dunia. Bumi hanya ada satu. Saat bencana terjadi di bumi, sebagian orang akan merasa bahwa bencana terjadi di negara lain yang berada sangat jauh dari mereka, jadi mereka tidak khawatir. Kita harus sadar bahwa kita semua hidup di kolong langit dan di atas bumi yang sama. Karena itu, semua orang harus lebih meningkatkan kewaspadaan. Para Bodhisatwa sekalian, kita harus sungguh-sungguh sadar akan segala bencana yang terjadi di dunia.

Selama beberapa hari ini, saya terus mengkhawatirkan kondisi di Jepang. Pada tanggal 11 Maret lalu pukul 14.46 siang waktu setempat, Jepang diguncang gempa bumi dahsyat yang mengejutkan seluruh dunia. Sesungguhnya, Jepang pernah diguncang gempa bumi dahsyat beberapa kali sebelumnya. Contohnya, di Kanto. Pada tanggal 1 September 1923, Kanto diguncang gempa bumi berkekuatan 8 SR. Gempa itu menelan 142.000 korban jiwa. Sungguh memprihatinkan. Selain itu, lebih dari 2 juta orang kehilangan tempat tinggal. Sejak saat itu, Jepang berulang kali diguncang gempa bumi yang mengakibatkan kerusakan parah. Pada tahun 1995, Kobe diguncang gempa bumi dahsyat berkekuatan 7,2 skala Richter. Gempa tersebut menelan 6.400 korban jiwa. Pascagempa, kebakaran besar terjadi dan membakar setengah wilayah Kobe.

Karena telah berulang kali diguncang gempa bumi, warga Jepang pun belajar dari pengalaman. Mereka menggunakan banyak sumber daya untuk membuat sebuah sistem pendeteksi gempa bumi dan tsunami. Lihatlah gempa yang terjadi kali ini. Mereka memasang kamera pemantau di setiap sudut jalan sehingga saat gempa bumi terjadi, kondisi setempat dapat terekam dan semua orang dapat menyaksikannya. Mereka juga dapat melihat dan memprediksikan kapan tsunami terjadi dan wilayah mana yang akan terkena dampaknya.

Para ahli di seluruh dunia terus memantau kondisi tsunami. Banyak negara menerima peringatan akan terjadinya tsunami. Taiwan juga menerima peringatan untuk meningkatkan kewaspadaan akan bencana tsunami. Kali ini Taiwan selamat dari bencana tsunami, karena itu kita sungguh harus bersyukur. Hal ini bukan karena prediksi mereka tidak tepat. Di Amerika Serikat yang jauh, gelombang tsunami terjadi tepat pada waktu yang diprediksikan. Dibanding Taiwan, AS lebih jauh dari Jepang. Kita yang selamat dari bencana, bolehkah tidak bersyukur? Kita harus bersyukur karena dapat selamat dari bencana. Kita harus senantiasa mawas diri dan berhati tulus agar doa kita yang penuh ketulusan dapat didengar oleh para Buddha dan Bodhisatwa. Jadi, janganlah berpikir bahwa keberuntungan akan selalu di pihak kita atau hasil prediksi selalu tidak tepat. Kita harus lebih meningkatkan kewaspadaan.

Kita harus tahu bahwa bumi sedang mengirimkan sinyal darurat karena sudah tidak kuat lagi memikul beban dan tingkat pemanasan global sangat tinggi. Kita manusia yang hidup di bumi ini, kekuatan kita sangatlah kecil bagaikan seekor semut. Belakangan ini, saya terus mengatakan bahwa kita tiada waktu lagi. Namun, ada berapa orang yang sungguh-sungguh mendengarkan perkataan saya dan merasakan hal yang sama? Saya bagaikan seekor semut yang terus mengimbau semua orang, namun ada berapa orang yang mengindahkannya? Meski demikian, kita tetap harus berusaha karena hanya manusia yang dapat menyelamatkan bumi ini. Di antara semua makhluk hidup, hanya manusia yang memiliki kemampuan ini. Kita adalah makhluk tercerdas di bumi ini. Janganlah kita membunuh hewan yang tidak berdosa demi memenuhi nafsu makan kita. Jika dapat kembali pada pola hidup sederhana, maka kita akan dapat mengurangi beban bumi, meredam pemanasan global, serta mengurangi pencemaran dan emisi karbon.

Ada orang berkata, “Ini adalah hal besar, kekuatan saya sangatlah kecil.” Kita harus belajar dari semangat burung pipit. Saat terjadi kebakaran hutan, seekor burung pipit rela mencelupkan tubuhnya ke dalam air, lalu mengepak-ngepakkan sayapnya demi memadamkan api tersebut. Apakah ia akan berhasil? Tentu saja tidak. Namun, ketulusan burung pipit tersebut membuat para dewa di langit tersentuh sehingga hujan pun turun dan kebakaran berhasil diatasi. Para Bodhisatwa sekalian, kita harus hidup berdampingan dengan alam dan semua makhluk di bumi ini. Janganlah berpikir bahwa bencana yang terjadi di Jepang tidak ada hubungannya dengan kita.

Lihatlah di Yunnan. Akibat gempa, akses jalan di Yunnan terputus dan kondisi setempat rusak parah. Hal ini dikarenakan selama 2 bulan ini wilayah setempat telah diguncang gempa bumi besar maupun kecil lebih dari 1.000 kali. Akibatnya, banyak rumah yang roboh. Gempa bumi berkekuatan kecil dapat memicu terjadinya bencana yang besar. Kali ini, warga Jepang tidak hanya mengkhawatirkan akibat gempa saja, melainkan juga kilang minyak dan pembangkit listrik tenaga nuklir yang ada di wilayah setempat. Salah satu pembangkit listrik tenaga nuklir telah meledak. Bahaya masih mengintai di sana.

Kini satu-satunya hal yang harus kita lakukan adalah senantiasa mawas diri dan berhati tulus. Setiap orang harus mengintrospeksi diri, bervegetarian, mawas diri, dan berhati tulus. Selama ini saya terus berharap semua orang dapat melakukan hal ini. Para Bodhisatwa sekalian, semoga kalian dapat memahami perasaan saya. Setiap hari perasaan saya dipenuhi kekhawatiran. Semoga kita semua dapat turut memikul tanggung jawab atas bencana yang terjadi di dunia. Meski kekuatan kita sangat kecil, namun asalkan dapat bersatu hati dan bekerja sama, maka kita akan dapat mengangkut sebuah biskuit yang besar. Diterjemahkan oleh: Lena

 
 
Gunakanlah waktu dengan baik, karena ia terus berlalu tanpa kita sadari.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -