Suara Kasih: Tekad untuk Bersumbangsih

 

Judul Asli:

Bertekad untuk Bersumbangsih bagi Semua Makhluk

Mengkhawatirkan bencana yang terjadi silih berganti di dunia
Bencana kekeringan berkepanjanganmengakibatkan gagal panen
Mengingat sejarah saat Kali Angke dibenahi
Siswa Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi kini telah dapat mengemban misi

Setiap orang harus tahu bahwa empat musim terus berganti seiring dengan hukum alam. Tubuh manusia juga terus berubah seiring berlalunya waktu. Dengan berlalunya satu hari, berarti kehidupan kita juga berkurang satu hari. Tentu saja, dengan berlalunya waktu satu tahun, usia kita juga berkurang satu tahun. Berhubung kehidupan kita di dunia terus berlalu seiring berjalannya waktu, bolehkah kita tidak meningkatkan kewaspadaan?

Makna kehidupan kita bergantung pada bagaimana kita memanfaatkan kesempatan untuk bersumbangsih bagi lingkungan. Jika tubuh kita tidak selaras, apa pun yang ingin kita lakukan, potensi apa pun yang ingin kita kembangkan, kita tak akan punya kesempatan.

Setiap hari, pagi-pagi sekali, tugas saya adalah memerhatikan masalah yang terjadi di seluruh dunia. Kita dapat melihat Amerika Serikat. Menurut catatan badan meteorologi setempat, dalam waktu setengah abad, belum pernah terjadi kekeringan seperti kali ini. Jika kondisi itu terus berlanjut, persediaan bahan pangan dunia juga akan terpengaruh. Jadi, di seluruh dunia, tidaklah cukup jika hanya Taiwan yang aman dan tenteram. Kita hendaknya berdoa bagi seluruh dunia semoga kondisi iklim dapat bersahabat.

Dari tayangan berita tadi pagi, saya juga melihat bencana lainnya, contohnya kebakaran hutan di Yunani. Inilah ketidakselarasan unsur air dan unsur api. Empat unsur alam yang tidak selaras akan mendatangkan banyak bencana bagi manusia. Sesungguhnya, ada pula bencana yang terjadi akibat ulah manusia.

Kita juga melihat Somalia yang terus dilanda peperangan dan konflik berkepanjangan. Akibatnya, banyak warga yang mengungsi. Penderitaan mereka sungguh tidak terkira. Melihat warga hidup di tenda pengungsian, saya sungguh merasa tak sampai hati. Kita harus menyadari berkah setelah melihat penderitaan, juga banyak menciptakan berkah. Dapat hidup di lingkungan yang sejahtera dan baik, kita harus lebih menghargai berkah dan banyak menciptakan berkah. Jadi, kita harus giat membimbing setiap orang agar bisa saling peduli. Meski waktu terus berlalu, tetapi saya sering berkata bahwa setiap detik yang berlalu adalah sejarah.

Kita harus memanfaatkan waktu dengan sebaik mungkin. Datang ke dunia, kita harus menciptakan kehidupan yang bermakna dan menjadikan setiap detik penuh dengan manfaat dan nilai sejarah. Jadi, dalam dunia Tzu Chi, insan Tzu Chi sungguh-sungguh memanfaatkan setiap detik yang ada untuk mengukir sejarah. Setiap hari penuh dengan nilai sejarah.

Hari ini adalah tanggal 19 Juli. Tanggal 19 Juli tahun 2007 merupakan hari bersejarah dalam dunia Tzu Chi. Pada hari itu, gubernur Jakarta mengumumkan bahwa sebagian Kali Angke resmi diberi nama “Kali Angke Tzu Chi”. Dalam lafal bahasa Indonesia, “Tzu Chi” terdengar mirip dengan “suci”.

Jalinan jodoh bermula pada tahun 2002 saat Jakarta dilanda banjir parah. Setelah hujan lebat, banjir di beberapa wilayah dapat surut dengan cepat sehingga perekonomian pun bisa kembali normal. Akan tetapi, di permukiman kumuh, tepatnya daerah yang lebih rendah di sepanjang Kali Angke, warga masih tergenang banjir selama lebih dari satu bulan lamanya.

Kondisi Kali Angke sangatlah kotor dengan banyak bangunan liar di atasnya. Kita dapat melihat kehidupan warga saat itu. Mereka makan dan tinggal di sepanjang kali tempat di mana mereka membuang air kecil dan besar. Awalnya, kali ini sangatlah dalam. Akan tetapi, karena sampah dibuang sembarangan, air kali pun tidak bisa mengalir dengan lancar. Kali ini menjadi penuh sampah dan lumpur. Karena itu, kita pun menggalang para pengusaha dan pemerintah setempat untuk bersama-sama membersihkan kali tersebut hingga bersih seperti sediakala. Selain itu, kita juga membantu warga dengan mendirikan Rusun Cinta Kasih Tzu Chi yang begitu penuh harapan. Selain itu, anak-anak di sana kini juga sudah mengenakan sepatu dan kaus kaki. Dahulu, anak-anak selalu bertelanjang kaki.

Selain memberikan tempat tinggal yang nyaman dan indah, kita juga mendirikan sekolah. Saat itu, kita menyediakan SD, SMP, dan SMK bagi anak-anak. Ada pula anak yang telah lulus dari perguruan tinggi. Kini dia telah bergabung dalam badan misi Tzu Chi.

Dalam perjalanan kali ini, saya sempat berkunjung ke Luzhou. Di sana, saya dapat melihat para staf DAAI TV Indonesia dan para relawan dokumentasi yang kembali ke Taiwan untuk mengikuti pelatihan 3 in 1. Di antara mereka ada seorang anak yang sangat tampan. Saat masih duduk di bangku SMP, insan Tzu Chi pernah membawanya ke sini. Dia pernah bersekolah di Sekolah Tzu Chi. Selain itu, dia pernah bertekad bahwa setelah lulus sekolah, dia ingin berterima kasih kepada Tzu Chi dan membalas budi Tzu Chi dengan bersumbangsih dalam misi Tzu Chi demi melayani saudara setanah air. Akhirnya, setelah lulus dari perguruan tinggi, dia bergabung dalam badan misi Tzu Chi sebagai staf DAAI TV. Dia sangat bersungguh-sungguh dan cerdas. Dia sangat ingin belajar bahasa Mandarin agar bisa langsung berkomunikasi dengan saya. Jadi, meskipun waktu terus berlalu, tetapi segala sesuatu dapat dicapai seiring berjalannya waktu.

Kita bisa membandingkan kondisi Kali Angke belasan tahun lalu dengan kondisi saat ini. Kini, kita dapat melihat dari Kali Angke, ada banyak kisah yang mengharukan dan banyak keluarga yang inspiratif. Penderitaan mereka kini telah berubah menjadi kebahagiaan. Kini mereka telah memiliki tempat berteduh yang aman. Saya sungguh berterima kasih kepada seluruh insan Tzu Chi yang telah menghimpun sedikit demi sedikit cinta kasih sehingga semua ini dapat tercapai. Insan Tzu Chi di Indonesia juga sangat bersungguh hati.

Semua Bodhisatwa di setiap tempat memiliki satu tekad yang sama, yaitu bersumbangsih bagi semua makhluk  dengan himpunan kekuatan Bodhisatwa dunia. Untuk itu, saya senantiasa berterima kasih. (Diterjemahkan Oleh: Laurencia Lou)

 
 
Semua manusia berkeinginan untuk "memiliki", padahal "memiliki" adalah sumber dari kerisauan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -