Suara Kasih: Tidak Melupakan Tekad Awal

 

Judul Asli:

Tidak Melupakan Tekad Awal

Insan Tzu Chi Kaohsiung membangun simulator bus untuk mengenang masa-masa awal Tzu Chi
Insan Tzu Chi menjalankan misi bagai Bodhisatwa bertangan seribu
Membangkitkan rasa hormat bagai berada di sisi Guru
Tekun dan bersemangat serta tidak melupakan tekad awal

Dalam perjalanan kali ini, saya mendengar banyak kisah yang menyentuh. Di Kaohsiung saya melihat simulator bus yang mereka gunakan untuk membawa para donatur ke Hualien dua hingga tiga puluh tahun lalu. Di atas bus, mereka memperkenalkan Tzu Chi. Perjalanan dari Kaohsiung ke Hualien memakan waktu berjam-jam. Mereka harus duduk di dalam bus selama beberapa jam itu. Jadi, sepanjang perjalanan, para relawan terus berbagi tentang Tzu Chi. Para relawan senior bertugas mendampingi para donatur di setiap bus. Selain itu, relawan koordinator akan berbagi kisah di setiap bus. Dia akan berpindah bus saat bus berhenti di perhentian. Relawan Lin Yong-xiang, Lin Jin-gui dan lainnya sering membawa donatur dengan bus ke Hualien.

Kini, simulator bus yang mereka buat sungguh menjadi saksi zaman itu. Terlebih lagi, di simulator bus itu terukir simbol kuda  yang menjadi kode bus tersebut. Ukirannya sangat bagus. Ukiran itu dibuat dari papan bergelombang  yang diambil dari posko daur ulang. Mereka sangat kreatif. Para relawan kita sungguh kaya dengan ide kreatif. Saat berkeliling di Aula Jing Si Kaohsiung, saya melihat banyak foto. Penjelasan tentang foto-foto itu dapat diakses dari kode QR di setiap poster. Seorang relawan berkata kepada saya, “Master, tempat yang ada pada poster ini tidak cukup untuk memuat cerita di balik foto itu. Akan tetapi, asalkan memindai kode QR itu dengan ponsel, maka kita bisa membaca kisah lengkap dari foto itu.” Kesungguhan mereka sungguh membuat saya tersentuh.

Saat berada di RS Tzu Chi Taichung, saya juga melihat para staf bersungguh hati dalam mempersiapkan diri untuk akreditasi. Kepala RS Chien sendiri juga sangat sibuk dan menghadapi banyak tekanan. Meski begitu, beliau tetap terjun langsung untuk membuat makanan ringan bagi para staf sebagai ungkapan terima kasih atas kerja keras mereka. Tentu, saya juga berterima kasih kepada para relawan rumah sakit dan relawan komunitas di wilayah Taiwan tengah. Mengetahui akan adanya proses akreditasi, mereka semua bergerak dan bekerja sama dengan harmonis untuk membersihkan lingkungan rumah sakit.

Selain itu, mereka juga sangat memperhatikan para staf. Mereka khawatir para staf makan tidak teratur atau terlalu tertekan. Mereka menganggap para staf bagai keluarga. Saya sangat tersentuh melihatnya.

Kemudian, saat saya tiba RS Tzu Chi di Taipei, mereka baru saja melewati proses akreditasi. Saya tahu setiap orang sangat sibuk. Akan tetapi, saya melihat seluruh dokter dan perawat di RS Tzu Chi Taipei tetap penuh semangat saat menyambut kedatangan saya. Mereka juga berbagi tentang jalannya proses akreditasi dan persiapan yang mereka lakukan sebelumnya, seperti pembersihan dan sebagainya. Para staf dari berbagai departemen, termasuk para kepala departemen juga rela membungkukkan badan untuk membantu para relawan. Baik mengepel lantai, mendekor ruangan, maupun membersihkan debu pada tanaman hias mereka lakukan bersama-sama dengan harmonis. Ini sungguh membuat orang tersentuh. Sulit bagi saya untuk menggambarkan kehangatan, keharmonisan, dan rasa kekeluargaan mereka dalam kata-kata.

Saat mereka berbagi kesan, tiada seorang pun dari mereka yang berkata, “Saya telah berjasa melakukan ini.” Tidak ada. Saya hanya mendengar mereka saling memuji. Sungguh, memuji pencapaian orang lain berarti memperindah diri sendiri. Setiap kali mendengar orang yang memuji orang lain, saya selalu merasa kagum. Demikian pula, para staf rumah sakit kita begitu saling mengasihi, selalu saling memuji, dan saling berterima kasih. Para relawan Tzu Chi juga sangat bersungguh hati dalam memperhatikan para staf. Kehangatan ini tak habis saya ceritakan satu per satu.

Selain itu, dalam kunjungan saya ke Guandu, saya mendengar staf misi budaya humanis kita yang berbagi tentang perjalanannya ke Malaysia. Di Aula Jing Si setempat, dia melihat sebuah meja yang mirip dengan meja yang setiap hari saya gunakan. Di belakangnya, terpasang sebuah layar. Setiap hari, mereka mendengar ceramah saya dari layar tersebut. Jika dilihat sekilas, maka tampak seperti saya sedang memberi ceramah langsung di sana. Mereka juga memajang jubah saya di sana. Saya teringat dahulu, Ji Hang pernah meminta jubah dan sepatu yang pernah saya kenakan. Dia meminta yang pernah saya kenakan, tidak mau yang baru.

Saya tidak tahu untuk apa semua itu. Akan tetapi, dari tayangan  kita dapat melihat barisan relawan yang panjang berlutut dari lantai satu hingga lantai lima untuk mengoper jubah dan sepatu itu.

Mereka juga menaruh banyak biji saga “lambang kerinduan pada guru” agar setiap orang yang berkunjung ke sana dapat membawa pulang dua butir biji saga tersebut. Inilah cara mereka berbagi dengan banyak orang tentang rasa hormat bagai berada di sisi guru. Para insan Tzu Chi di Malaysia juga sangat tekun dan bersemangat. Setiap kali menggelar acara berskala besar, mereka selalu mengimbau para partisipan untuk bervegetaris. Semua ini adalah kesungguhan hati mereka. Kesungguhan ini terus mereka pertahankan hingga saat ini. Mereka tidak pernah melupakan tekad awal dan menjalankan Empat Misi Tzu Chi dengan sangat mantap. Semua insan Tzu Chi di Malaysia memiliki semangat yang sama.

Kisah-kisah yang sangat menyentuh ini sulit untuk saya ceritakan satu per satu. Saat melihat ulang tayangan tadi, saya masih merasa tersentuh. Insan Tzu Chi di seluruh Taiwan tidak pernah melupakan tekad awal dan selalu mengingat masa-masa awal Tzu Chi. Begitu pula insan Tzu Chi di Malaysia. Mereka semua juga tidak pernah melupakan tekad awal. Karena itu, saya merasa bersyukur dan tersentuh. Semua pencapaian hari ini bersumber dari ketulusan hati setiap orang yang murni bagaikan hati Bodhisatwa. Saya sangat berterima kasih. Semoga sumbangsih tanpa pamrih kalian dapat semakin meluas. Dengan hati dan praktik Bodhisatwa, semoga kita dapat menciptakan Tanah Suci di dunia. (Diterjemahkan Oleh: Karlena Amelia )
 
 
Mengonsumsi minuman keras, dapat melukai orang lain dan mengganggu kesehatan, juga merusak citra diri.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -