Tidak Gentar demi Menyelamatkan Seluruh Makhluk
Kita telah melihat di Somalia. Kehidupan masyarakat di sana selalu tidak tenteram. Berdasarkan berita terbaru, PBB memperkirakan ada sekitar sejuta orang yang kekurangan bahan pangan akibat bencana kekeringan. Selain curah hujan yang rendah, konflik yang terjadi juga sangat banyak. Hingga kini konflik masih terus terjadi di sana. Perdagangan luar negeri juga terputus. Organisasi kemanusiaan yang ingin pergi membantu juga semakin lama semakin sedikit karena tidak ada akses masuk. Selain itu, tempat itu juga sangat berbahaya. Karena itu, yang menerima bantuan sungguh sangat sedikit.
Mereka sungguh kasihan. Namun, kita tidak bisa menghindar dari buah karma kita. Karena itu, kita sering mengulas pentingnya menciptakan berkah bagi dunia. Jika kita serakah, hanya memikirkan kesenangan diri sendiri, dan tidak mau bersumbangsih, maka kita bukan hanya tidak menciptakan berkah, melainkan juga menciptakan karma buruk. Jika demikian, benih karma buruk akan tersimpan di dalam kesadaran kedelapan kita. Saat ajal menjemput, kita tidak bisa memilih ingin dilahirkan di mana. Semuanya di luar kendali kita. Saat terlahir ke dunia ternyata kita sudah berada di sana. Semua itu di luar kendali kita. Jadi, kita hendaknya menghargai berkah.
Lihatlah mereka yang kelaparan. Sesungguhnya, bencana kelaparan bukan hanya terjadi di Somalia, banyak wilayah lain yang juga mengalami kekeringan dan kekurangan bahan pangan. Selain bencana kekeringan, kita juga melihat banyak tempat yang dilanda banjir. Hujan lebat yang mengguyur Chongqing, Tiongkok selama beberapa hari ini juga telah menyebabkan bencana banjir di berbagai tempat. Di Hubei, hujan lebat yang tidak kunjung berhenti juga telah menyebabkan terjadinya tanah longsor. Sebanyak 190.000 orang terkena dampak bencana. Semua bencana ini terjadi akibat ketidakselarasan unsur air.
Berbagai bencana alam yang terjadi sungguh membuat orang khawatir. Kita hendaknya menghargai air. Beberapa hari ini saya terus membicarakan ini. Untuk menyelaraskan unsur alam, terlebih dahulu kita harus menyelaraskan hati diri sendiri dan menyucikan hati orang lain. Kita juga melihat bencana kebakaran di sebuah komunitas di Bangkok, Thailand. Kobaran api yang menyebar dengan sangat cepat menghanguskan tidak sedikit rumah. Insan Tzu Chi segera bergerak untuk menyalurkan bantuan. Jadi, di mana pun bencana terjadi, asalkan ada insan Tzu Chi di sana, mereka pasti akan bergerak untuk menyalurkan bantuan.
Hati untuk turut berkontribusi ini sangatlah berharga. Contohnya musibah ledakan di Kaohsiung. Selama lebih dari sebulan ini, insan Tzu Chi terus menyalurkan bantuan. Para anggota Tzu Cheng dan komite, terutama para ketua kelompok di komunitas, semuanya menunaikan kewajiban masing-masing dan memikul tanggung jawab yang besar.
Contohnya Relawan Liu Xi-xing. Dia adalah ketua Heqi. Dia menjalankan sebuah pabrik makanan. Namun, sejak ledakan terjadi, dia menyerahkan seluruh bisnisnya untuk dikelola oleh karyawan dan keluarganya. Dia mendedikasikan dirinya tanpa henti. Dia mengemban tanggung jawab yang sangat berat. Dia memikul tanggung jawab dalam merencanakan rute perjalanan. Di dalam kelompok Hexin dan Heqi, dia terus mengadakan rapat untuk merencanakan rute perjalanan dan lain-lain. Dia juga merencanakan proses pengantaran makanan dan banyak pekerjaan lainnya. Baik pekerjaan berat maupun ringan, semuanya dia turut ikut serta. Dimulai dari subuh hingga malam hari, dia terus berkontribusi.
Dia sungguh kelelahan. Dia kelelahan hingga terkena cacar ular. Cacar ular ini awalnya muncul di keningnya, lalu mulai menyebar hingga ke dekat matanya. Para saudara se-Dharma kita berkata padanya, “Kamu seharusnya beristirahat sejenak.” Namun, dia tetap merasa bahwa dia masih mempunyai misi dan tanggung jawab. Karena itu, dia terus bertahan. Dia berkata bahwa saat berkontribusi, melihat senyuman para korban adalah saat yang paling menggembirakan baginya. Walaupun menderita sakit fisik, tetapi pada saat melihat para korban merasa tenang dan menampakkan senyuman, dia merasa kerja kerasnya tidak sia-sia. Dia terus berkontribusi.
Hingga tanggal 31 Agustus lalu, ketika para dokter dari RS Tzu Chi Dalin menghadiri acara doa bersama, Wakil Kepala RS Chen yang melihatnya berkata, “Kamu jangan meremehkan cacar ular. Sekarang kamu sudah sulit membuka mata. Ini akan memengaruhi daya penglihatanmu. Kamu seharusnya menanggapinya dengan serius. Cepatlah ke rumah sakit untuk berobat.” Jadi, setelah bantuan tahap pertama berakhir pada tanggal 31 Agustus lalu, baru dia berobat ke RS Tzu Chi Dalin.
Singkat kata, inilah Bodhisatwa dunia. Walaupun menderita sakit fisik, dia tetap menjadi nakhoda untuk menyeberangkan semua makhluk ke pantai kebahagiaan. Inilah hati Bodhisatwa. Saya sungguh sangat berterima kasih. Dari kekuatan cinta kasih, kita bisa melihat keindahan di dunia. Karena kebaikan hatinya, kita bisa melihat keindahan yang cemerlang.
Dalam musibah ledakan di Kaohsiung kali ini, kita bisa melihat kecemerlangan setiap relawan. Setiap relawan bagaikan bintang yang bersinar terang di langit yang gelap. Ledakan di Kaohsiung kali ini sungguh membawa dampak yang sangat besar. Banyak orang yang batinnya diselimuti kegelapan dan tidak tahu ke mana harus melangkah. Mereka sangat takut dan trauma. Untungnya, setiap relawan kita bagaikan bintang terang yang bertaburan di langit sehingga para korban bisa memiliki arah yang jelas. Kontribusi relawan Tzu Chi di Kaohsiung kali ini sungguh patut dipuji.
Bantuan bahan pangan terhalang oleh konflik
Untuk memperoleh buah karma yang baik, hendaknya menciptakan berkah terlebih dahulu
Berteguh hati menyalurkan bantuan pascabencana
Tidak gentar oleh rasa lelah dan sakit demi menyelamatkan seluruh makhluk
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia, Penerjemah: Karlena, Marlina
Ditayangkan tanggal 6 September 2014.