Melatih Kesabaran Diri

Dalam melatih diri di Jalan Bodhisatwa, salah satu kualitas penting yang harus kita latih adalah kesabaran/kemampuan untuk menanggung keadaan dan kondisi yang tidak menyenangkan. Melatih kesabaran memberi kita kekuatan untuk dapat mengendalikan situasi-situasi yang sulit serta mengatasi penderitaan, bukan justru dikendalikan oleh situasi itu. Dunia kita penuh dengan beraneka macam orang, ketika kita mencoba untuk berbuat bajik, maka kita akan bertemu orang-orang yang mendukung, juga orang-orang yang mempersulit kita. Jika pelatihan kesabaran kita tidak cukup kuat, maka kita tidak dapat beranjak maju, baik dalam kegiatan kerelawanan ataupun dalam pelatihan diri kita. Dalam melatih diri, Buddha memberi kita enam paramita (enam jalan praktik) -berdana, sila, kesabaran, semangat, konsentrasi, kebijaksanaan- dan mereka adalah alat yang membuat kita dapat berjalan dengan aman dalam mengatasi berbagai macam gelombang penderitaan kita. Tetapi jika kita tidak mengembangkan paramita kesabaran, akan sulit bagi kita untuk dapat melatih paramita lainnya. Untuk melatih diri dalam berdana dan sila kita harus memiliki ketahanan untuk mengatasi kondisi-kondisi yang menantang. Untuk dapat melatih semangat, konsentrasi, dan kebijaksanaan, kita membutuhkan kekuatan menstabilkan gejolak yang hanya bisa kita dapat dari kesabaran.

Salah satu contohnya, kita dapat belajar dari usaha para relawan Tzu Chi pada gempa bumi Turki tahun 1999. Ketika kita mendengar berita tentang gempa bumi di Turki yang berkekuatan 7.6 Skala Richter, dengan segera kita mengirimkan bantuan bencana darurat ke sana dan melakukan penggalangan dana di jalan-jalan untuk membantu korban bencana tersebut. Pada saat itu banyak yang berpikir bahwa Tzu Chi seharusnya memusatkan pemberian bantuan untuk kesejahteraan warga Taiwan dan bukannya memberi perhatian pada bencana-bencana di negara lain. Ketika relawan Tzu Chi turun ke jalan-jalan untuk menggalang dana, mereka sering menemui bermacam respon negatif.

Ada orang-orang yang dengan marah memukul kotak-kotak penggalangan dana yang dipegang relawan Tzu Chi, ataupun dengan paksa merebut papan penggalangan dana dari tangan para relawan. Bagaimana sikap para relawan dalam menghadapi orang-orang seperti ini? Mereka dengan luwes mundur dan memberikan penghormatan, persis sikap yang mereka tunjukkan bila ada orang yang memasukkan dana ke dalam kotak dana. Relawan memperlakukan orang-orang yang menunjukkan kemarahan ataupun memberi dana dengan sikap yang sama, dengan sikap ramah dan hormat. Dan masih dengan senyum ramah di wajah mereka, dengan sikap hangat dan lembut mereka menghormat kepada orang-orang yang marah tersebut dan berkata, “Terima kasih.” Ketulusan dan kerendahan hati mereka tidak langsung memadamkan amarah orang-orang ini, tetapi sikap ini membantu meredam suasana yang memanas.

Ketika relawan kita menggalang dana di jalan, ada saat dimana pemilik toko keluar dan meminta para relawan untuk mencari tempat lain, jangan berdiri di depan tokonya. Para relawan dengan cepat meminta maaf kepadanya dan berpindah ke tempat lain, sikap mereka penuh pengertian dan ketulusan. Di sisi lain, saat hal ini disaksikan oleh pemilik toko yang lain, mereka tersentuh dengan sikap relawan kita dan pemilik toko itu mempersilakan relawan Tzu Chi untuk berdiri di depan tokonya, bahkan ia mendirikan payung pantai bagi para relawan agar tidak terkena panasnya sengatan matahari. Di dunia ini, ada orang-orang yang bermurah hati juga ada orang-orang yang mendatangkan kesulitan bagi kita.

Ketika saya mendengar apa yang telah ditemui oleh relawan kita pada saat penggalangan dana, saya berkata kepada mereka, “Saya minta maaf karena kalian semua harus mengalami hal ini untuk menolong saya menggalang dana.” Mereka berkata kepada saya,”Tidak masalah, Master. Ini adalah kesempatan berharga bagi kami untuk dapat melatih semangat Bodhisatwa.” Saya bertanya kepada mereka, ”Apakah kalian tidak marah ketika kalian diperlakukan seperti itu?” Mereka menjawab, “Tidak, tidak sama sekali. Itu bukan masalah besar.” Mereka dapat menghadapinya dengan rendah hati karena mereka  melihat hal ini sebagai satu masalah yang akan muncul dalam melakukan kebajikan. Mereka sadar bahwa didunia ini, tidak setiap orang akan setuju dengan apa yang kita lakukan, beberapa akan mendukung dan beberapa akan menentang.

Sesungguhnya, dalam membantu orang lain, kita tidak dapat berhenti karena hambatan-hambatan dan kesulitan-kesulitan yang kita hadapi, tidak peduli bagaimana orang begitu berprasangka terhadap kita, kita harus tetap berjalan. Jika tidak, apa yang akan terjadi dengan orang-orang yang membutuhkan pertolongan kita? Jika kita memikirkan penderitaan mereka, kita tidak akan tega untuk membiarkan mereka terus menderita. Kita kemudian dapat menerima dengan sabar atas segala perlakukan buruk  saat kita memberikan pertolongan kepada yang membutuhkan. Dengan menjaga hati kita atas tujuan kita, kita tidak akan terpengaruhi oleh bagaimana orang memperlakukan kita atau memprovokasi kita hingga terjadi perselisihan. Kita akan menjadi lebih bertoleransi dan lebih pengertian, dan dapat mengatasi orang-orang dengan kehangatan, rendah hati, dan rasa penuh hormat.

Bukankah ini hal yang dilakukan oleh relawan kita? Mereka tidak marah ataupun bereaksi negatif terhadap orang-orang yang menggunjing mereka. Mereka tetap dapat dengan tulus hati menghormati, berpengertian, dan bersikap sopan, tanpa perlu diingatkan untuk menahan diri. Ini semua sangat wajar dan mudah bagi mereka untuk dapat menjadi sangat bertoleransi. Ini adalah pelatihan kesabaran yang paling benar. 

Dengan menjadi sangat bertoleran, secara tidak langsung mereka telah melatih lima paramita lainnya. Berdana-Mereka terus menerus bersumbangsih untuk dapat meningkatkan penggalangan dana bagi korban bencana. Sila-Mereka tidak kehilangan kebaikan hati mereka, sopan santun, dan sikap hormat untuk tidak membalas gunjingan-gunjingan yang ada. Semangat-Mereka tetap berdiri di jalanan selama berjam-jam, di  saat hujan ataupun sengatan panasnya matahari, untuk menggalang dana. Konsentrasi-Mereka tidak terganggu oleh wajah-wajah yang memprovokasi; hati mereka tetap teguh, tenang, dan damai. Kebijaksanaan-Hati mereka tidak terganggu oleh hal-hal yang mereka temui karena mereka memahami tabiat manusia dan mereka mampu untuk mengatasi situasi dengan terampil.

Dalam hal ini, mengembangkan kemampuan untuk menanggung hal-hal yang tidak menyenangkan, keadaan yang sulit ini adalah hal yang penting dalam pelatihan diri kita di jalan Bodhisatwa. Walaupun itu tidak mudah, khususnya untuk menjadi sangat sabar hingga kita tidak merasa bahwa kita sedang melatih kesabaran kita, itu dapat terjadi seperti yang telah ditujukkan oleh relawan Tzu Chi kepada kita. Kita semua dapat belajar seperti yang telah mereka lakukan. Di dalam kehidupan kita sehari-hari khususnya di dalam kegiatan Tzu Chi, kita punya cukup banyak kesempatan untuk dapat melatih diri kita sendiri dalam hal kesabaran. Jika kita dengan tulus hati melatih semangat Bodhisatwa, kita dapat menjadikan setiap hal sebagai pelatihan diri dan menghadapinya dengan rendah hati, sikap hormat, dan berlapang dada. Dengan begitu kita dapat menahan diri atas segala persoalan, dan dengan kekuatan ini kita dapat melakukan hal yang baik bagi dunia ini.

 

Ceramah Dharma Master Cheng Yen

Diterjemahkan oleh Padmawati (Tzu Chi Pekanbaru)
Meski sebutir tetesan air nampak tidak berarti, lambat laun akan memenuhi tempat penampungan besar.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -