Meresapkan Dharma ke Dalam Hati
Relawan Tzu Chi mendengarkan ceramah Master Cheng Yen tentang Sutra Lotus. |
Belajar Dharma memerlukan lebih dari sekadar mendengarkan ceramah Dharma. Seringkali, saat mendengarkan ceramah Dharma, hati kita menjadi terbuka dan luas, kita merasa penuh sukacita, damai, dan meraih kebebasan batin. Namun, ketika ceramah berakhir dan kita kembali ke permasalahan hidup sehari-hari, dengan mudah kita kehilangan rasa sukacita dan damai ini. Interaksi kita dengan orang-orang ataupun berbagai masalah dengan sangat cepat dapat memancing emosi kita, menyebabkan pikiran kita menimbulkan banyak kesengsaraan. Bukankah kita semua pernah mengalami hal ini? Mengapa hal ini dapat terjadi?
Saat mendengarkan ceramah Dharma, pikiran kita ada dalam Dharma, dan dalam proses tersebut kita menjadi lebih dekat dengan hakikat kebuddhaan kita. Saat kita kembali ke kehidupan sehari-hari, pikiran kita juga kembali ke kebiasaan cara pandang dan pola pikir kita. Itulah sebabnya dengan mudah penderitaan muncul kembali. Dengan munculnya penderitaan, kita pun tertarik semakin jauh dari hakikat kebuddhaan kita.
Hal ini menunjukkan pada kita bahwa meskipun mendengarkan ceramah Dharma membawa kita pada kesukacitaan rohani, perasaan sukacita ini bersifat sementara sampai kita berusaha mengatasi berbagai tabiat buruk dan penderitaan kita. Tanpa mengatasi hal ini, hati dan pikiran kita dengan mudah tergelincir kembali pada tingkat keduniawiannya. Yang perlu kita lakukan adalah meresapkan Dharma ke dalam hati dan benar-benar mempraktikkannya. Melalui praktik inilah, kita dapat sungguh-sungguh menyentuh makna ajaran Dharma dan mampu menghapuskan penderitaan serta tabiat buruk kita.