Usia Muda, Kesehatan, dan Kemiskinan
Dengan usia muda, kita memiliki lebih banyak waktu untuk memenuhi keinginan kita; dengan kesehatan, kita memiliki vitalitas untuk menggunakan kebijaksanaan kita dalam hidup; dengan kemiskinan, kita semakin terdorong untuk meraih keberhasilan.
Bersama berlalunya waktu, ketika kita merenungkan kehidupan kita, kita melihat bahwa manusia hidup dalam suatu ruang dan usianya berkurang seiring dengan waktu. Kehidupan setiap orang dan pencapaian-pencapaian mereka hanya dapat diraih dengan adanya ruang dan waktu. Karena itu, kita semua harus menghargai waktu dan menggunakannya dengan bijak untuk mencapai hal-hal besar dalam kehidupan akademik dan profesional kita dan juga dalam pembinaan spiritual kita.
Jika Ada Kehidupan Lain
Di Amerika Serikat, ada seorang cendekiawan yang sangat bijaksana. Saat usianya telah lebih dari 80 tahun, dia menyatakan penyesalannya akan pengetahuan yang tak terhingga di alam semesta. Meski dia telah menghabiskan puluhan tahun untuk melakukan penelitian, dia masih merasa belum belajar dengan baik. Dan dia menyesal bahwa dia tidak akan pernah dapat sepenuhnya memahami rahasia kehidupan.
Cendekiawan itu berkata, “Jika ada kehidupan lain, saya hanya memohon tiga hal: usia muda, kesehatan, dan kemiskinan.” Usia muda dan kesehatan merupakan hal yang diinginkan oleh banyak orang, tapi kenapa dia menginginkan kemiskinan? Dia punya alasan.
Memohon usia muda merupakan harapan untuk memiliki lebih banyak waktu. Kesehatan dan nyawa manusia selalu terkikis dan semakin lemah bersama dengan waktu. Setelah usia parobaya, seseorang akan mulai merasa seperti kehabisan waktu; tubuhnya melemah dan ingatannya memburuk. Ketika kita masih muda, kita memiliki harapan dan dorongan yang tak terbatas serta mempunyai waktu yang panjang untuk mencapai cita-cita kita. Pada usia tua, manusia selalu menjadi menyadari betapa bernilainya usia muda dan mulai berharap bahwa mereka masih muda dan bisa hidup lebih lama .
Permohonan kedua adalah untuk kesehatan. Jika seseorang masih muda tapi kesehatannya buruk , ia tidak dapat memiliki kebijaksanaan dan pikiran yang cukup. Kita harus bijaksana dalam mengatur jadwal sehari-hari kita, dan hidup dengan porsi tidur dan makan yang memadai. Hanya dengan tubuh yang sehat, kita dapat memiliki kekuatan yang besar untuk memanfaatkan kemampuan dan kebijaksanaan kita dalam kehidupan.
Buddha berkata bahwa di antara semua penderitaan, menderita sakit adalah yang terburuk. Penyakit adalah lebih menyakitkan daripada usia tua dan lebih mengesalkan daripada kematian. Karena itu, kesehatan adalah sangat penting.
Selanjutnya, cendekiawan ini memohon kemiskinan.
Ini sungguh membingungkan, di mana semua orang memohon kehidupan yang lancar dan sejahtera, mengapa cendekiawan ini justru memohon kemiskinan?
Kehidupan yang sejahtera membuat kita puas. Dalam sejarah, banyak cendekiawan cemerlang dan tokoh dengan karakter mulia yang lahir dari kemiskinan. Mereka memperoleh motivasi dan tekad dalam kondisi serba berkekurangan tersebut. Sebagai contoh, Siddhartha Gautama dilahirkan dalam keberlimpahan, tetapi melepaskan semua itu untuk memenuhi pencarian spiritualnya atas kebenaran alam semesta. Beliau rela memilih kehidupan yang sulit demi pembinaan spiritual yang tidak sanggup dijalani oleh orang pada umumnya.
Berdamai Dengan Kemiskinan dan Bersemangat Dalam Pembinaan Spiritual
Tidak hanya cendekiawan ini yang berpikir demikian. Banyak orang religius, termasuk Kristiani, telah melakukan hal yang sama. Contohnya Bunda Theresa, tokoh teladan Katolik, seseorang yang secara pribadi saya kagumi, adalah seorang biarawati sederhana yang mendapat pujian dan penghargaan dari seluruh dunia. Mengapa? Karena dia berdedikasi untuk menegakkan tiga ajaran Katolik - kesucian, pengorbanan, dan kemiskinan.
Dalam kesucian, dia meninggalkan kehidupan keluarga dan memasuki biara sebagai biarawati Katolik. Ini adalah ajaran mereka.
Hal berikutnya adalah pengorbanan. Saya sering mengatakan bahwa jalan pembinaan diri yang benar adalah dengan melepaskan ego. Buddha melatih diri demi semua makhluk hidup dan meraih pencerahan demi semua makhluk hidup. Bunda Theresa juga mengorbankan dirinya untuk umat manusia. Dia memberikan hatinya kepada Tuhan dan semua orang, dan dia berjalan di tempat-tempat yang penuh penderitaan dan kemiskinan. Di mana ada kemiskinan dan penyakit, dia memberikan cinta dan kekuatannya untuk meringankan penderitaan masyarakat. Inilah tindakan membantu sesama yang miskin.
Ajaran ketiga adalah kemiskinan. Karena dia tidak punya harta, hatinya tidak risau ataupun terusik. Tanpa gangguan tentang karir dan pengumpulan harta, jiwa kita menjadi jernih dan bebas. Ini adalah sumpah dan disiplin yang dipegang teguh oleh para biarawan/wati dan para cendekiawan.
Melihat bagaimana mereka mendedikasikan dirinya untuk misi menyelamatkan dunia, kita harus mengatur pola pikir kita dalam melihat di dunia luar ini, menjadi gigih dan bersemangat dalam mengerahkan segenap tenaga selama kita bernapas; menjalani misi kita setiap hari selama kita masih bisa aktif dan tidak bersikap menghindari tanggung jawab. Kita harus hidup dengan bersukacita mencari kebenaran dan tidak semata-mata mengejar kekayaan materi. Konfusius memuji Yen Yuan dalam hal ini – pembinaan dirinya yang penuh kedamaian dan kesukacitaan, serta kesederhanaannya dalam kekayaan materi .
Jadi, seorang yang bijaksana tidak mencari kekayaan atau kemewahan materi. Dia cukup berani untuk menerima semua tantangan; di mana melalui tantangan tersebut, karakternya akan diuji dan diperkuat. Sebuah bijih besi akan meleleh ketika dilemparkan ke dalam tungku pemanas. Tetapi melelehkan bijih tersebut saja tak cukup untuk membuat sebuah alat. Selanjutnya bijih tersebut harus melalui proses ditempa dan dipukul berkali-kali agar dapat dibuat menjadi berbagai jenis alat dan perkakas. Oleh karena itu, untuk mencapai kehidupan yang cemerlang, kita harus menerima tantangan yang keras dan menderita banyak pasang surut dalam rangka menyelesaikan proses pelatihan ini .
Kita harus memanfaatkan setiap waktu dan mengupayakan yang terbaik dari lingkungan, waktu, dan kesehatan yang kita miliki. Selain mencapai kesadaran akan hakikat diri kita, kita harus segera memanfaatkan kemampuan kita untuk kebaikan serta melayani umat manusia dengan cinta yang murni dan tanpa syarat .