Guru yang Welas Asih
Saat Ayahnya meninggal, Master Cheng Yen bertanya pada dirinya sendiri, apa sebenarnya hakikat kehidupan ini? Datang dari mana dan setelah meninggal akan menuju ke mana? Pertanyaan inilah yang membuka titik perubahan kehidupan yang dicarinya.
Baginya kebahagiaan sejati adalah dengan memperluas kasih sayang, memberi kepedulian kepada masyarakat, dan menyayangi semua makhluk. Pada usia 23 tahun, beliau meninggalkan rumah untuk menjadi seorang biksuni.
Master Cheng Yen selalu menerapkan cara hidup yang sederhana dan saleh. Agar dapat hidup mandiri, beliau dan murid-muridnya membuat lilin dan tepung sereal yang terbuat dari kacang-kacangan untuk mempertahankan hidup. Beliau memegang teguh semangat kemandirian dengan prinsip “satu hari tidak bekerja, satu hari tidak makan”.
Karena kepeduliannya dalam menebarkan cinta kasih universal, beliau dianugerahi penghargaan, diantaranya: Ramon Magsaysay Award, Filipina (1991), Penghargaan Kedua Orang Paling Berpengaruh di Taiwan (2003), Asian American Heritage Award for Humanitarian Service (2004), dan Penghargaan Bidang Perdamaian dari Niwano Peace Foundation, Jepang (2007).