Anak Penggembala dan Si Sapi

Setiap hari kita harus berdoa dengan hati yang sangat tulus semoga dunia aman, tenteram, dan bebas dari bencana. Akan tetapi, orang zaman sekarang, setiap kali ada upacara tahunan, akan mulai mempersiapkan persembahan mewah untuk bersembahyang. Bersembahyang memang sangat baik, keyakinan memang harus ada, tetapi keyakinan kita haruslah benar. Banyak orang yang masih tenggelam dalam takhayul.

Karena itu, pada bulan 7 Imlek, mereka memberi  persembahan kepada para setan gentayangan sehingga menyebabkan polusi udara. Selain itu, mereka juga mengorbankan banyak ayam, itik, babi, dan lain-lain untuk dijadikan sebagai persembahan. Ini tidaklah benar. Sebenarnya, bulan tujuh Imlek adalah bulan bakti dan bulan penuh berkah.

Dalam keseharian, kita harus menggunakan hati yang tulus untuk menghadapi setiap orang dan masalah. Dengan demikian, para dewa yang melihat juga akan bisa merasakan ketulusan hati kita dalam menangani masalah dan berinteraksi dengan orang. Selain itu, kita harus berbakti setiap saat. Jika pandangan orang tua menyimpang, sebagai anak, kita harus membangun tekad untuk membimbing mereka.

doc tzu chi

Yang terbaik adalah saat orang tua masih hidup, jika pandangan orang tua menyimpang, kita harus mengembangkan kebijaksanaan untuk membimbing mereka agar berperilaku benar. Inilah wujud bakti yang sesungguhnya. Jangan menunggu hingga orang tua telah tiada baru kita mengadakan upacara untuk melimpahkan jasa bagi mereka.

Ada seorang tetua yang memiliki keluarga bahagia dan sangat kaya. Dia juga sangat gemar berdana dan menjalankan lima sila. Semua anggota keluarganya sangat berbakti dan gemar berdana. Suatu hari, tetua itu tiba-tiba meninggal dunia. Istrinya merasakan kesedihan mendalam dan menangis setiap hari. Sang istri begitu kehilangan. Jadi, anak-anaknya berpikir untuk mengadakan upacara persembahan untuk sang ayah.

Setiap hari mereka pergi ke hadapan nisan sang ayah untuk memberi persembahan berupa daging hewan dan mengadakan upacara. Mereka juga mengundang orang untuk membacakan doa. Mereka bersembahyang, membakar kertas sembahyang, dan lain-lain. Mereka terus melakukannya selama beberapa minggu.

doc tzu chi

Suatu hari, di pemakaman itu, datanglah seorang anak penggembala. Anak penggembala itu masih sangat kecil dan sangat menggemaskan. Dia membawa seekor sapinya untuk memakan rumput. Tiba-tiba, sapi itu meninggal. Anak penggembala itu menangis tersedu-sedu di sana. Dia terus menggoyangkan tubuh sapi itu dan berkata, "Kamu jangan mati." Dia terus berkata, "Kamu harus hidup kembali."

Dia bahkan bergegas memotong rumput dan meletakkannya di hadapan si sapi dengan harapan sapinya bisa memakannya. "Kamu jangan mati. Cepatlah hidup kembali." Orang-orang di sekitar pun mendekat untuk melihatnya. Anak-anak  dan istri tetua itu juga mendekat untuk melihatnya. Sang istri berkata padanya, "Jangan menangis lagi. Sapi ini sudah meninggal. Ia tidak mungkin bisa hidup kembali. Kamu terus memberinya rumput. Ia sudah meninggal, bagaimana mungkin bisa makan? Jangan bodoh lagi."

Anak penggembala mengangkat kepalanya dan berkata, "Saya tidak bodoh. Kalian juga sama. Bukankah setiap hari kalian membunuh hewan untuk bersembahyang di sini? Bukankah kalian juga membakar kertas sembahyang? Bukankah kalian membakar kertas sembahyang dan membunuh makhluk hidup untuk dipersembahkan kepadanya?" Semua orang yang mendengarnya tiba-tiba tersadarkan.

doc tzu chi

Kemudian, anak penggembala itu berdiri dan berkata kepada mereka, "Sesungguhnya, saya adalah ayahmu. Semasa hidup, saya menjalankan lima sila dan gemar berdana. Karena itu, saya terlahir di alam surga." Lalu, dia berubah kembali menjadi makhluk surgawi. Dalam sekejap, si sapi menghilang. Makhluk surgawi itu juga ikut menghilang.

Keluarganya tiba-tiba menjadi paham. Ya. Si sapi yang sudah meninggal tidak mungkin bisa hidup kembali lagi meski digoyang-goyangkan. Sapi itu sudah meninggal, tiada gunanya kita memberinya banyak rumput. Sama seperti saat seseorang sudah meninggal, kita bukan berbuat kebajikan demi orang yang telah meninggal, malah membunuh hewan untuk dipersembahkan. Ini tidaklah benar.

Setelah menyadari hal ini, keluarga ini kembali berbuat baik seperti yang selalu dilakukan ayahnya. Mereka juga menaati sila dengan baik. Demikianlah mereka kembali pada kehidupan yang normal. Saudara sekalian, kita harus menghormati kehidupan. Keyakinan yang didasari kebijaksanaan mengajarkan kita untuk menghormati kehidupan.

Semua makhluk hidup memiliki habitat masing-masing. Angkasa adalah habitat burung. Air adalah habitat ikan. Di dunia ini terdapat banyak makhluk hidup dengan habitat masing-masing. Jadi, janganlah kita membunuh makhluk hidup.

Orang zaman dahulu sering berkata, "Bebek menunggu hidup matinya di bulan 7 Imlek." Artinya adalah orang memelihara unggas hingga bulan 7 Imlek, lalu menyembelih mereka. Mengapa setelah dipelihara, kita malah membunuhnya? Ketika kita menangkapnya, mereka akan berteriak. Sesungguhnya, mereka sedang menangis. dan meminta pertolongan. Mereka memohon ampun dan meminta tolong. Suara mereka sangat memilukan. Jadi, kita jangan membunuh makhluk hidup.

Pertama, kita harus melindungi makhluk hidup; kedua, kita harus mengembangkan kebijaksanaan dan tidak membakar kertas sembahyang. Membakar kertas sembahyang akan menghasilkan emisi karbon dan mencemari udara. Hal ini juga merupakan pemborosan. Kita hendaknya memiliki keyakinan yang didasari kebijaksanaan.

Kita harus menghormati dan mengasihi semua makhluk. Dengan demikian, ketulusan kita akan dapat terdengar oleh Buddha dan Bodhisatwa. Dengan begitu, barulah kita bisa sungguh-sungguh aman dan tenteram. Asalkan hati kita damai dan tenang, secara alami hidup kita juga akan tenteram. Jika hati kita dipenuhi keraguan, kecurigaan, dan pandangan sesat, maka kita akan berpikiran negatif. Jika hati dipenuhi keraguan, maka kita akan berpikir yang bukan-bukan pada saat bertemu masalah.

Intinya, pikiran kita harus lurus dan murni. Dengan keyakinan yang benar dan murni, baru kita bisa membangkitkan cinta kasih untuk memperhatikan semua hal di dunia, menghormati kehidupan, melindungi semua makhluk hidup, dan menjaga lingkungan kita. Inilah kebijaksanaan yang sesungguhnya.

Benih yang kita tebar sendiri, hasilnya pasti akan kita tuai sendiri.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -