Burung Merak Menolong Harimau

Buddha membimbing kita untuk menyadari bahwa pikiran manusia awam penuh dengan noda batin. Buddha juga mengajarkan kepada kita bagaimana cara melenyapkan noda batin. Sungguh, dalam kehidupan sehari-hari, kita harus selalu mengamati kondisi luar dan berintrospeksi. Setiap niat yang timbul dapat menciptakan karma buruk.

Karena itu, kita harus selalu meningkatkan kewaspadaan. Jangan membiarkan diri kita sendiri memiliki sedikit pun pikiran menyimpang dan perilaku yang keliru. Kehidupan manusia tidaklah kekal. Kehidupan yang singkat ini bagaikan gelembung.

Kita hendaknya memahami bahwa kita tak memiliki hak milik atas tubuh ini karena ia tidak kekal dan tidak murni. Untuk apa kita melekat padanya? Kita hendaknya tahu bahwa kita hanya memiliki hak pakai atas tubuh ini. Sulit untuk terlahir sebagai manusia. Berhubung telah terlahir sebagai manusia, jika kita tidak mencerahkan diri pada kehidupan ini, maka kapankah baru akan tercerahkan?

doc tzu chi

Bagaimana cara kita membimbing diri sendiri? Kita harus memanfaatkan tubuh ini untuk melatih diri. Meski Buddha sudah meninggalkan dunia ini selama lebih dari 2.000 tahun, tetapi selama lebih dari 2.000 tahun ini, ajaran Buddha masih terus diwariskan hingga kini.

Buddha mencapai pencerahan sejak waktu yang sangat lama. Sebelum itu, Beliau juga melatih diri dalam waktu yang sangat panjang. Beliau berulang kali lahir di enam alam kehidupan untuk mengasihi semua makhluk. Di dalam Kitab Jataka, kita dapat melihat berbagai kisah kehidupan Buddha pada saat melatih diri. Selain lahir di alam manusia, Beliau juga lahir di lima alam lainnya.

Di sebuah hutan terdapat seekor burung merak yang memandang semua makhluk hidup bagai anaknya sendiri. Ia memiliki hati penuh cinta kasih seorang ibu. Suatu hari, ia melihat seekor harimau yang ingin menerkam hewan lain. Seekor rusa diterkam oleh harimau. Pemandangan yang penuh darah itu membuat burung merak merasa sedih.

doc tzu chi

Harimau itu dengan sangat gembira menggerogoti tulang dan daging rusa tersebut. Entah mengapa tiba-tiba harimau itu berguling-guling di sana. Ternyata ada sebatang tulang yang tersangkut di sela-sela gigi sehingga harimau itu tak dapat menutup mulutnya. Berhubung tulang itu tersangkut di antara gigi dan langit-langit mulut, harimau itu sangat kesakitan.

Harimau itu mengerang kesakitan dan bergumul di sana. Burung merak tidak tega melihatnya. Ia menggunakan mulutnya mematuk tulang itu secara perlahan-lahan. Setelah beberapa hari berlalu, burung merak itu pun kelelahan. Dia terus mematuk hingga tulang itu patah.

Setelah harimau itu bebas, burung merak itu segera terbang ke atas pohon. Ia berkata kepada harimau itu, “Semua makhluk hidup di dunia memiliki nilai hidupnya masing-masing. Sama-sama hidup di dunia ini, kita semua hendaknya hidup saling berdampingan. Semua makhluk patut dilindungi. Jangan demi kehidupan sendiri, lantas kita membunuh makhluk hidup lain.”

doc tzu chi

Namun, setelah mendengarnya, harimau itu sangat marah. “Kamu baru saja lolos dari mulutku. Sekarang kamu menceramahiku.” Melihat harimau itu tak dapat memahami kebenaran, burung merak sangat berbelas kasih dan tak berdaya. Ia pun terbang menjauh.

Lihat, burung merak pada saat itu adalah Buddha yang sekarang. Beliau juga pernah lahir di alam binatang. Kisah-Nya di alam binatang juga sangat banyak. Lihatlah, burung merak itu sangat penuh cinta kasih dan welas asih. Ia memandang dan mengasihi semua makhluk hidup bagai anaknya sendiri.

Ia juga sangat  pemberani. Jelas-jelas tahu bahwa harimau itu sangat ganas dan jahat, tetapi ia tetap menempuh risiko untuk menolongnya. Ia berharap harimau itu dapat berubah, tetapi harimau itu malah mengaum padanya. Karena itu, ia harus bersabar dan tidak berkeluh kesah. Ia hanya merasa tak berdaya.

Inilah cara Buddha melatih diri. Kita harus tahu bahwa Buddha melatih diri dengan penuh kesabaran dan menghormati semua makhluk di dunia. Kita sebagai manusia juga hendaknya giat melatih diri. Kita bukan hanya melatih diri pada kehidupan ini saja, melainkan harus dari kehidupan ke kehidupan.

Selama periode ini, pikiran kita jangan menyimpang sedikit pun. Janganlah kita berpikir, “Jika melatih diri pada kehidupan ini, maka pada kehidupan ini juga kita akan memperoleh buahnya.” Janganlah kita berpikir demikian. Kita hendaknya ingat bahwa Buddha melatih diri sejak berkalpa-kalpa yang lalu.

Kini kita hendaknya membangkitkan tekad untuk mendengar dan berlatih ajaran Buddha. Kita juga hendaknya segera memanfaatkan tubuh ini untuk melatih diri dan mendalami ajaran Buddha. Kita harus memanfaatkan tubuh ini dengan baik. Melafalkan nama Buddha berarti menyimpan Buddha di dalam hati dan menjadikan hati Buddha sebagai hati kita.

Kita harus senantiasa ingat bahwa saat melihat segala sesuatu di dunia ini, kita harus membangkitkan hati penuh cinta kasih. Apa pun yang kita lihat, kita harus membangkitkan rasa hormat karena segala sesuatu di dunia mengandung Dharma dan dapat membimbing kita.

Karena itu, saya sering berkata bahwa kita jangan menganggap konflik antarsesama sebagai masalah, melainkan harus menganggapnya sebagai pelatihan diri. Kita harus menggunakan hati penuh rasa syukur. Saat muncul konflik di hadapan kita,  kita hendaknya mengingatkan diri sendiri dan memetik hikmah darinya.

Menyayangi diri sendiri adalah wujud balas budi pada orang tua, bersumbangsih adalah wujud dari rasa syukur.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -