Cuka Manis dan Air
Waktu terus
berlalu tanpa henti dan tak akan terulang kembali. Kita harus selalu
mengingatkan diri bahwa kehidupan ini sangat singkat dan penuh derita. Dengan susah payah, kita bisa
menemukan jalan yang benar ini. Setelah menemukan jalan kebenaran ini dan mulai
melangkah di atasnya, arah kita
janganlah menyimpang lagi.
Buddha sering membuka pintu Dharma dan membabarkan metode terampil. Namun, banyak orang yang
tidak dapat sungguh-sungguh memahami
ajaran-Nya. Karena itu, Beliau
menggunakan berbagai cerita pendek sebagai
perumpamaan. Dari berbagai cerita pendek itu, kita bisa mempelajari kebenaran hidup.
Di sebuah desa
yang terpencil, ada banyak warga
yang hidup kekurangan. Di antaranya ada seorang
nenek yang hidup sangat hemat demi satu tujuan, yaitu ingin membeli sebotol cuka manis. Suatu hari, dia
menerima upah. Dia berpikir, “Sekarang saya bisa
pergi ke kota untuk membeli cuka manis
yang saya inginkan.”
Keesokan harinya, sebelum matahari terbit, dia sudah berangkat dari rumah. Pada siang harinya, saat cuaca semakin panas,
dia
sudah tiba di kota. Setelah
membeli sebotol cuka, dia pun beranjak pulang ke rumah. Saat melintasi sebuah
desa, dia melihat ada orang yang menjual buah amra yang juga sangat disukainya. Dia pun
menggunakan semua sisa uangnya untuk membeli sebutir buah amra.
Setelah membelinya, dia segera duduk di
bawah pohon untuk memakan buah amra yang sangat manis itu. Usai makan, dia pun
melanjutkan perjalanan. Semakin berjalan, dia semakin merasa haus. Pada saat itu, dari kejauhan dia melihat seorang wanita yang seperti
sedang mencuci sesuatu di pinggir danau. Dia
pun berjalan mendekat.
Dia
melihat sebuah danau yang
sangat dalam. Dia berkata kepada wanita itu, “Bolehkah
kamu menggunakan gayungmu untuk
mengambil sedikit air untuk saya?” Wanita itu sangat baik hati. Dia
pun mengambil air untuk sang nenek.
Setelah meminumnya, sang nenek
merasa air itu sangat manis dan harum. Dia berpikir, “Saya mendengar bahwa
cuka sangat enak, tetapi ia harus diracik terlebih dahulu. Air di danau ini
begitu manis dan wangi. Apakah saya harus menukar cuka ini dengan
air?” Dia pun mengutarakan niatnya pada wanita itu.
Wanita yang
tengah mencuci baju itu pun merasa sangat aneh karena tidak semua orang mampu membeli
cuka manis ini. Terlebih lagi,
nenek itu tidak terlihat sangat berada. Susah payah dia
memiliki cuka manis ini, mengapa dia ingin menukarnya dengan air? Namun,
sang nenek terus berkata, “Saya mohon padamu. Saya lebih menyukai air ini
dibanding cuka.”
Wanita itu
menjawab, “Baiklah, saya akan menukarnya denganmu.” Sang nenek sangat gembira, lalu
membawa air itu pulang ke rumah. Setelah tiba di rumah, dia berkata kepada semua
orang, “Hari ini saya ke kota untuk membeli cuka, tetapi saat dalam perjalanan
pulang, saya menemukan air di sebuah danau yang lebih enak dan
manis dari cuka. Mari, saya akan berbagi dengan kalian.”
Setelah meminumnya, orang-orang merasa air
tersebut berbau tidak
sedap dan sangat sepat. Sang nenek merasa tidak percaya, lalu mencobanya
sendiri. Ternyata memang benar. Sebenarnya di mana permasalahannya? Lalu, dia
teringat bahwa dia memakan buah amra yang sangat manis dan wangi itu. Usai makan, rasa
manisnya masih terasa. Karena itu, pada
saat meminum air, air yang
diminumnya tetap terasa manis.
Sang
nenek mengamati air itu dan menyadari ternyata airnya tidak bersih. Sang nenek
merasa sangat sedih.
Kisah ini adalah sebuah perumpamaan. Saat membangkitkan tekad
untuk mencari prinsip kebenaran
yang kita butuhkan, kita harus mengambil tindakan nyata. Selama proses ini, meski sudah
memperoleh ajaran kebenaran, sebelum benar-benar merasakannya, jika tak memiliki tekad
yang teguh, maka kita akan mudah terpengaruh oleh kondisi sekitar. Contohnya nenek itu. Dia sangat menginginkan
cuka manis. Jelas-jelas
sudah membelinya, tetapi dia belum
merasakan cuka itu secara langsung.
Namun, saat dalam
perjalanan pulang, dia malah
terbuai oleh manisnya buah amra hingga
akhirnya meminum air danau yang
sesungguhnya sangat keruh. Saat menyadarinya, dia sudah kehilangan
cuka manis.
Buddha
menggunakan kisah yang demikian sederhana dan sangat dekat dengan keseharian kita untuk membimbing kita dengan harapan setiap orang bisa mempelajari kebenaran lewat setiap hal yang ditemui.
Inilah
ajaran Buddha kepada kita. Kita harus memanfaatkan setiap kesempatan untuk mendengar
Dharma dan menyelaminya dalam keseharian.
Janganlah kita seperti nenek itu. Keinginannya tidak banyak, yakni hanya sebotol cuka manis. Setelah membeli cuka manis, seharusnya dia segera pulang ke rumah untuk menikmatinya. Inilah yang benar. Namun, dalam perjalanan pulang, dia malah tergoda oleh hal lain sehingga perjalanannya yang jauh dan pengorbanannya menjadi sia-sia. Karena itu, setelah menentukan suatu tujuan, kita harus tekun dan bersemangat untuk mencapainya. Untuk itu, kita harus senantiasa bersungguh hati.