Dana 5 Sen
Kita harus bertekad untuk melatih praktik Bodhisatwa. Sebagai Bodhisatwa, kita harus membangun tekad luhur. Tekad kita bagaikan sebutir benih yang bertumbuh seiring waktu berlalu. Saat benih rumput jatuh ke tanah, maka akan tumbuh rumput. Saat sebutir benih pohon jatuh ke tanah, maka akan bertumbuh sebatang pohon yang besar.
Benih apa yang ditanam, maka itulah buah yang dituai. Tekad apa yang dibangun, maka itulah jalan pelatihan yang kita ambil. Kini kita melatih diri sebagai Bodhisatwa karena tekad yang kita bangun di kehidupan lalu. Untuk membangun tekad dan ikrar luhur, kita harus memiliki keyakinan yang besar.
Jika kita dapat membangun tekad dan ikrar luhur untuk menapaki Jalan Bodhisatwa, maka itu berarti hati kita sudah berdiam di Tanah Buddha. Kita berusaha maju melangkah ke arah kebuddhaan. Jika kita dapat memiliki keyakinan yang teguh untuk mendekatkan diri dengan tataran kebuddhaan, maka sifat hakiki kita yang setara dengan Buddha akan perlahan-lahan terpancar. Ini karena pada saat menapaki Jalan Bodhisatwa, kita bersumbangsih tanpa memiliki pamrih.
Di saat yang bersamaan, kita juga melenyapkan noda batin dan kemelekatan. Jadi, selain tidak menambah noda batin baru, kita juga perlahan-lahan mengikis tabiat buruk lama. Dengan mengikis tabiat buruk lama dan tidak menambah noda batin baru, perlahan-lahan pikiran kita akan menjadi jernih.
Dahulu ada sebuah kisah seperti ini. Ada sebuah negeri kecil dengan seorang raja. Suatu hari, raja pergi berburu. Saat melihat rupang Buddha, beliau sangat bersukacita. Beliau lalu mengeluarkan 5 sen untuk berdana.
Melihat sang raja berdana, seorang candala berkata, "Baik sekali, baik sekali," untuk mengungkapkan pujiannya. Mendengarnya, raja yang tadinya bersukacita menjadi sangat marah. Beliau lalu menahan candala itu. Raja bertanya padanya, "Apakah kamu menertawakan saya seorang raja, tetapi hanya berdana 5 sen?" "Saya memberi pujian dengan tulus."
Raja berkata, "Saya hanya berdana sedikit uang. Apa yang perlu dipuji?" "Saya mohon Yang Mulia dapat mengampuni saya." "Kamu tidak perlu takut, katakan saja."
"Saat masih muda, saya adalah seorang pencuri. Suatu kali, saya mencegat seorang pria dan memintanya untuk mengeluarkan uang. Di tubuh pria itu tidak ada uang, tetapi tangannya mengepal sesuatu dengan kuat. ‘Saya yakin di tanganmu pasti ada emas, perak, atau uang. Jika kamu tidak melepaskannya, saya akan membunuhmu’." "Meski kamu membunuhku, saya tetap tidak akan melepaskan tangan."
Dia pun melepaskan panahnya. Orang itu pun meninggal dunia. Lalu, dia membuka tangannya. Ada satu sen di sana. "Saya merasa sangat bersalah karena telah membangkitkan niat membunuh. Saya tidak berani merampok lagi. Saya mulai bekerja keras. Saya juga menyisihkan uang untuk berdana. Meski hanya ada satu sen, saya tetap ingin berdana."
"Yang Mulia, bagi saya, 5 sen Anda sangat besar. Saya memuji Yang Mulia dari lubuk hati. Saya juga sangat mengagumi Yang Mulia."
Setelah mendengarnya, raja sangat tersentuh. "Sebagai seorang raja, saya hendaknya melindungi ajaran Buddha. Karena mendalami ajaran Buddha, candala ini dapat memperbaiki diri. Setiap orang memiliki kesadaran dan hakikat kebuddhaan. Jika semua rakyat saya dapat melatih dan mempraktikkan Dharma, maka negeri ini akan sangat damai."
Dimulai dari saat itu, sang raja membangkitkan sifat hakiki dan kesadarannya. Beliau juga yakin bahwa setiap orang mampu untuk melakukan kebaikan. Karena itu, beliau terus menyemangati orang-orang untuk berdana dan berbuat baik.
Candala adalah rakyat miskin di negeri itu. Melihat sang raja berdana, dari kejauhan dia memberi pujian. Saat menoleh, raja melihat seorang rakyat jelata yang berstatus sosial jauh di bawahnya. "Saya adalah raja, sedangkan dia hanya rakyat jelata. Dia menertawakan saya karena hanya berdana 5 sen saja."
Karena itu, raja merasa sangat marah. Akan tetapi, setelah mendengar kisah candela yang terus bertobat dalam jangka panjang, sangat meyakini dan mendalami ajaran Buddha, serta sangat gemar berdana, raja pun mengampuninya.
Saya sering berkata bahwa hati, Buddha, dan semua makhluk pada dasarnya tiada perbedaan. Semuanya adalah setara. Ini menunjukkan bahwa kita memiliki keyakinan yang teguh dan pemahaman yang dalam. Kita semua memiliki sifat hakiki yang setara dengan Buddha. Kita juga memiliki sifat hakiki yang setara dengan semua makhluk.
Semua makhluk adalah setara. Pada saat berdana, kita harus memandang semua makhluk secara setara. Pada saat berdana, kita harus membangkitkan hati penuh sukacita. Yang terpenting bukan jumlah dananya. Berdana bukan hanya hak orang berada. Bukan hanya orang berkuasa yang dapat membantu sesama.