Dewa Sakra Melindungi Makhluk Hidup
Saya sering mengulas tentang pelatihan ke dalam dan praktik ke luar. Pelatihan ke dalam berarti menjaga pikiran kita dan memperhatikan setiap niat yang timbul. Praktik ke luar berarti kita harus menjaga sikap dan perilaku kita dengan baik. Inilah pelatihan ke dalam dan praktik ke luar.
Kita harus berusaha keras untuk melatih diri. Jika pelatihan ke dalam kita baik, secara alami ia akan terpancar lewat perilaku kita. Setiap ucapan dan setiap tindakan kita harus diperhatikan dengan sangat baik. Inilah yang disebut membina batin dan fisik.
Tujuan kita mempelajari ajaran Buddha adalah demi bisa seperti Buddha yang memiliki keluhuran cinta kasih, welas asih, dan kebijaksanaan yang sempurna. Tanpa cinta kasih, welas asih, dan kebijaksanaan, seseorang tak akan memiliki sifat luhur. Jadi, cinta kasih, welas asih, dan kebijaksanaan bersumber dari dalam hati.
Sementara itu, keluhuran adalah sikap kita pada saat berinteraksi dengan orang atau menangani suatu hal. Ini disebut keluhuran. Untuk memiliki keluhuran, kita harus melatih diri. Kita harus senantiasa menghormati Dharma, memiliki hati yang dipenuhi Dharma, dan bertindak sesuai dengan Dharma.
Segala perbuatan kita jangan terlepas dari Dharma. Selama beberapa waktu, Buddha berada di Jetavana untuk membabarkan Dharma kepada para murid-Nya. Saat itu, Buddha menceritakan sebuah kisah dengan harapan para murid-Nya bisa membina cinta kasih dan welas asih dengan baik.
Suatu kali, para asura menyatakan perang kepada Sakra. Dewa Sakra telah menerima sila Buddha dan sangat menghormati ajaran Buddha. Para asura terus menyerang para dewa. Namun, karena tidak ingin melukai makhluk hidup lain, Dewa Sakra memilih untuk mundur dan menghindar dari asura.
Dia memimpin para prajuritnya untuk mundur. Dewa Sakra melihat sebatang pohon yang sangat besar. Dewa Sakra sering keluar untuk melihat pohon itu. Jadi, dia tahu bahwa ada burung sedang membuat sarang di sana. Dia tahu saat itu induk burung tengah mengerami telur di sana. Kemungkinan anak burung sudah akan keluar dari telurnya.
Jika mereka membuat burung-burung itu ketakutan dan mengakibatkan sarang burung jatuh, maka burung-burung itu mungkin akan mati. Oh, itu tak boleh terjadi. Dewa Sakra segera berbalik dan berkata, "Kita kembali saja." Kusir kudanya berkata, "Para asura masih mengejar kita di belakang."
Dewa Sakra berkata, "Lihatlah, ada induk burung tengah membuat sarang di pohon ini. Di dalam sarang itu ada telur burung. Jika kereta kita terus maju, burung-burung itu akan ketakutan dan sarangnya akan jatuh. Jika demikian, kita akan melukai makhluk hidup. Ini tak boleh terjadi. Buddha mengajarkan kepada kita untuk menghormati kehidupan semua makhluk. Saya rela kembali meski akan terbunuh oleh asura."
Jadi, mereka pun kembali. Para asura sangat terkejut melihat Dewa Sakra dan para prajuritnya kembali lagi. Para asura khawatir Dewa Sakra punya strategi baru dan kembali dengan kekuatan yang sangat besar. Karena ketakutan, para asura pun bergegas mundur dan melarikan diri.
Buddha berkata kepada para bhiksu, "Lihatlah, karena memiliki cinta kasih dan welas asih, Dewa Sakra terhindar dari bahaya dan peperangan. Bahkan nyawa para burung juga terselamatkan."
Dewa Sakra yang merupakan raja dewa rela mengalah kepada para asura demi cinta kasih dan welas asih. Terlebih lagi, kita sebagai praktisi Buddhis harus mengembangkan cinta kasih dan welas asih serta senantiasa melindungi kehidupan semua makhluk. Inilah kisah yang Buddha babarkan kepada para murid-Nya di Jetavana.
Demi membimbing semua makhluk agar membina cinta kasih dan welas asih serta membangkitkan kebijaksanaan, Buddha menggunakan berbagai perumpamaan dan metode terampil. Buddha memberi bimbingan sesuai kemampuan masing-masing makhluk, sesuai dengan kondisi zaman, dan sesuai dengan gaya hidup masing-masing makhluk. Jadi, Buddha datang ke dunia dalam waktu yang berbeda-beda, dalam ras yang berbeda-beda, dan wujud tubuh yang berbeda-beda, bukan hanya dalam wujud manusia.
Di dalam Kitab Jataka, ada kisah Buddha yang lahir dalam enam alam kehidupan. Baik alam dewa, alam manusia, maupun tiga alam rendah, yang meliputi alam neraka, alam setan kelaparan, dan alam binatang, Buddha juga pernah lahir di sana. Buddha menggunakan berbagai cara yang berbeda. Buddha menggunakan berbagai metode terampil untuk membimbing semua makhluk.
Contohnya, Buddha mengajarkan para murid-Nya untuk membina cinta kasih dan welas asih serta menghormati kehidupan. Bagaimana cara membina cinta kasih dan welas asih serta menghormati kehidupan? Adakah kesempatan bagi para praktisi untuk membina cinta kasih dan welas asih dan menghormati kehidupan?
Buddha menceritakan betapa Dewa Sakra menghormati dan menerima Dharma sehingga tahu untuk melindungi kehidupan burung. Ini adalah sebuah perumpamaan. Buddha menceritakan kisah itu agar para murid-Nya lebih memahami apa yang disebut hati penuh cinta kasih dan welas asih. Jadi, agar kebenaran lebih mudah dipahami, kita perlu menggunakan contoh.
Singkat kata, kita harus sungguh-sungguh memahami ajaran Buddha. Dengan memahami ajaran Buddha dan sungguh-sungguh mempraktikkannya, barulah kita bisa menciptakan kebajikan di dunia. Di dalam kehidupan sehari-hari kita terdapat banyak Dharma. Karena itu, kita harus selalu bersungguh hati.