Emas dan Bandit
Setiap
hari dan setiap saat, terkadang kondisi luar membuat kita merasa gembira. Adakalanya,
saat terjadi hal yang tak diinginkan, kita merasa khawatir dan marah. Terkadang
timbul ketamakan, kebencian, dan kebodohan yang mendorong kita bersaing dengan
orang lain. "Saya tidak ingin kalah darimu. Jika kalah darimu, saya merasa
sangat marah." Banyak masalah timbul akibat pertikaian, kebencian, dan
kebodohan.
Ketamakan,
kebencian, dan kebodohan berasal dari kegelapan batin. Kebodohan juga merupakan
kegelapan batin. Saat belenggu kegelapan batin bersentuhan dengan kondisi luar,
pikiran kita pun bergejolak sehingga kita terdorong untuk melakukan kejahatan
dan lain-lain. Semua noda batin bersumber dari sebersit niat kita. Hati
dipenuhi kebodohan atau kesadaran, semuanya bergantung pada pikiran kita.
Saat
pikiran dipenuhi kebodohan, maka kita akan berbuat gegabah. Saat pikiran
bergejolak, maka akan timbul kebodohan. Jika kita mudah terpengaruh oleh
kondisi luar, maka akan timbul banyak noda batin. Noda batin timbul saat
pikiran kita bersentuhan dengan kondisi luar. Inilah yang membuat noda batin
terbangkitkan. Kondisi luar memengaruhi hati kita sehingga menimbulkan banyak noda
batin. Noda batin mendorong kita menciptakan karma buruk. Inilah kebodohan.
Di
dalam Sutra Seratus Perumpamaan ada sebuah perumpamaan seperti ini. Baju yang dikenakan
orang-orang di India berbentuk seperti mantel. Saat cuaca dingin di malam hari,
mereka mengenakan mantel itu untuk menutupi seluruh tubuh mereka. Ada dua orang
pria yang berteman baik. Mereka bersama-sama berjalan melintasi sebuah gurun
pasir.
Dari
kejauhan, mereka melihat sekelompok bandit. Salah satu di antaranya sangat
cekatan. Dia langsung bersembunyi di balik semak. Sementara itu, seorang yang
lainnya lebih lamban. Setelah berjalan mendekat, para bandit menarik mantel
pria tersebut. Pria itu merasa kedinginan. "Saya tidak bisa tanpa mantel
ini. Kak, mohon kembalikan kepada saya. Saya bisa menggunakan emas untuk
ditukar dengan mantel saya ini."
Bandit itu berkata, "Di mana emasmu? Berikan kepada saya."
"Emas saya dijahit di dalam mantel. Si bandit pun meraba-raba mantel itu dan menemukan sepotong emas. Dia sungguh menemukan sepotong emas. "Emas saya ini adalah emas murni."
"Siapa dapat membuktikan bahwa emasmu adalah emas murni?"
"Ada
seorang teman baik saya yang bersembunyi di balik semak. Kamu bisa tanyakan
padanya. Dia adalah tukang emas. Kamu bisa memintanya untuk memastikan."
Para
bandit pun menarik keluar pria di dalam semak itu. Para bandit juga mengambil
mantelnya. Mereka sama-sama kehilangan mantel. Pria yang lebih lugu itu juga
kehilangan emasnya. Setelah berjalan melewati gurun pasir dan hutan liar, akhirnya
mereka melihat rerumputan hijau dan pepohonan. Itu berarti mereka sudah mendekati
rumah penduduk. Akan tetapi, mereka bertemu dengan bandit.
Orang
yang pintar tahu untuk bersembunyi, sedangkan yang lugu hanya berdiam di
tempat. Selain mantelnya sendiri diambil, dia juga merugikan temannya. Selain
merugikan diri sendiri, dia juga merugikan orang lain. Inilah kebodohan.
Ini
merupakan sebuah perumpamaan bagi kita sebagai praktisi. Di dalam hidup ini
terdapat banyak jebakan. Dalam melatih diri, jika tidak menjaga hati dengan
baik, maka kita bukan hanya akan kehilangan milik sendiri, tetapi juga akan
merugikan orang lain. Bukankah pelatihan diri juga demikian?
Selain
tidak melatih diri dengan sungguh-sunguh, kita juga memengaruhi orang lain. Saat
pikiran bersentuhan dengan kondisi luar, maka akan timbul sebersit niat yang
dapat merugikan diri sendiri dan mematahkan tekad pelatihan orang lain. Inilah
yang harus kita perhatikan. Daripada terjerumus dalam kebodohan, lebih baik
kita membangkitkan kesadaran. Saat bersentuhan dengan kondisi luar, sering kali
manusia awam membangkitkan noda batin.
Sebagai
praktisi Buddhis, kita hendaknya membangkitkan kesadaran yang hakiki untuk
melatih diri sesuai dengan kondisi luar yang ditemui. Selain membawa manfaat
bagi diri sendiri, kita juga harus membawa manfaat bagi orang lain. Bangkitkanlah
hati yang paling tulus untuk terjun ke tengah umat manusia. Noda batin dan
kesadaran sama-sama bersumber dari pikiran. Hanya saja kondisi luar terus
menggoda kita untuk menguji apakah kita memiliki pelatihan diri atau tidak.
Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina.