Kemurnian Hati Seorang Wanita Kurang Mampu

Aktivitas kita sehari-hari tidak terlepas dari tangan dan kaki. Untuk berpindah tempat, kita membutuhkan sepasang kaki kita. Asalkan memiliki sepasang kaki yang sehat, tempat sejauh ribuan kilometer pun dapat kita jangkau. Asalkan memiliki sepasang tangan yang sehat, kita bisa membuat banyak benda dalam berbagai bentuk.

Jadi, dengan sepasang kaki ini, kita harus menapaki jalan yang baik dan menuju arah yang benar. Dengan sepasang tangan ini, kita harus melakukan hal yang baik dan bermanfaat bagi umat manusia. Tentu saja, “tuan” dari kaki dan tangan ini adalah pikiran kita. Saat pikiran bergejolak, maka pikiran ini akan terwujud ke dalam tindakan kita.

Sungguh, kita hendaknya menggunakan sepasang tangan dan kaki ini untuk menciptakan berkah. Dengan sepasang tangan dan tubuh yang sehat ini, kita hendaknya menciptakan berkah. Selain itu, kita juga harus memiliki hati yang murni tanpa noda serta membangkitkan rasa hormat dari lubuk hati.

doc tzu chi

Dalam melakukan segala sesuatu, kita harus membangkitkan hati penuh hormat dan syukur. Setelah membuat suatu benda, kita juga hendaknya membangkitkan hati penuh sukacita dan rasa syukur karena perpaduan benda-benda itu telah mewujudkan bentuk pikiran yang muncul dalam hati kita. Perpaduan berbagai materi yang berbeda-beda dapat membentuk suatu benda yang indah. Karena itu, kita harus bersyukur.

Saat memiliki kesempatan untuk bersumbangsih, kita hendaknya bersyukur.  Ada banyak hal yang bisa kita lakukan dengan hati yang murni tanpa noda. Perwujudan rasa hormat dari lubuk hati sangatlah penting.

Pada zaman Buddha, saat Buddha berada di Vihara Jetavana, para anggota Sangha berkumpul untuk mendengar Dharma. Bahkan raja, para menteri, dan masyarakat umum juga datang untuk mendengar Dharma. Para anggota Sangha membersihkan vihara itu setiap hari.

doc tzu chi

Di desa itu, ada seorang wanita kurang mampu. Dia sering melihat orang-orang sangat bersukacita pergi mendengar Dharma dan memberi persembahan kepada Buddha. Dia juga melihat para anggota Sangha membersihkan vihara setiap hari.

Wanita itu berpikir, “Berhubung saya tidak memiliki apa pun untuk mengungkapkan rasa hormat saya terhadap Buddha, maka saya hanya bisa membantu membersihkan Vihara Jetavana.” Sejak saat itu, setiap hari dia membawa sapu untuk membersihkan vihara. Dimulai dari lingkungan luar, dia terus menyapu hingga lingkungan dalam vihara. Tujuannya agar para anggota Sangha dapat berfokus mendengar Dharma dan melatih diri.

Dia melakukannya setiap hari untuk membersihkan lingkungan luar dan dalam vihara. Di desa itu, juga ada seorang pria lansia berada yang sering mendengar Dharma. Pria itu sangat taat dan menghormati ajaran Buddha. Suatu hari, saat keluar rumah, dia melihat di tempat yang agak jauh, ada sebuah bangunan yang sangat megah dan agung. Bangunan itu tidak ada sebelumnya.

Siapakah yang mampu membangun tempat semegah itu? Karena merasa penasaran, dia pun berjalan ke arah rumah itu. Sebelum tiba di rumah tersebut, dia berteriak, “Siapa yang membangun rumah di sini?” Melihat bayangan orang di dalam rumah, dia kembali bertanya dengan suara kencang.

doc tzu chi

Lalu, terdengar suara dari dalam rumah, “Ada seorang wanita baik hati yang setiap hari dengan penuh ketulusan membersihkan lingkungan sekitar vihara dan bersumbangsih dengan penuh rasa hormat. Niat baiknya sangat berharga. Dia telah menciptakan berkah besar. Rumah ini dibangun untuknya.”

Mendengar hal tersebut, pria lansia ini merasa sangat takjub dan sulit memercayainya. Dia terus berjalan mendekati rumah itu. Namun, bangunan megah itu menghilang dan hanya terlihat sebuah rumah yang bobrok. Wanita miskin itu lalu keluar dari rumah untuk pergi membersihkan vihara.

Pria lansia itu berkata padanya, “Selama bertahun-tahun ini, kamu membersihkan tempat tinggal Buddha dan anggota Sangha dengan penuh ketulusan. Saya sangat kagum padamu. Saya sangat gembira. Karena itu, saya ingin memberimu 500 tahil emas. Kamu bebas menggunakannya.”

Wanita itu sangat bersyukur. Dia mempersembahkan semua emas itu kepada Buddha dan anggota Sangha tanpa menyisakan sedikit pun untuk diri sendiri. Suatu hari, dia mendengar Buddha mengulas tentang penderitaan, sebab penderitaan, lenyapnya penderitaan, dan jalan menuju lenyapnya penderitaan. Karma buruk di kehidupan lampau membuat seseorang hidup kekurangan dan menderita di kehidupan sekarang.

Dia dapat memahaminya dan menerimanya. Karena itu, dia tidak berkeluh kesah dan memutuskan untuk melatih diri pada kehidupan itu juga. Dia berpikir, “Berhubung terlahir sebagai manusia dan dapat bertemu ajaran Buddha, saya harus lebih tekun dan bersemangat untuk memberi persembahan kepada Buddha, Dharma, dan Sangha. Saya harus berusaha untuk memberi persembahan.”

Ini merupakan sebuah kisah yang sangat indah. Wanita itu tidak memiliki apa-apa, tetapi dia dapat menggunakan tenaganya serta sepasang tangan dan kakinya untuk menciptakan berkah. Karena itu, dia dapat menyentuh hati pria berada yang sangat taat itu.  Melihat wanita itu dipenuhi rasa hormat, pria tersebut turut bergembira. Dia lalu memberikan 500 tahil emas kepada wanita itu untuk digunakan secara bebas. Namun, wanita itu malah mempersembahkan semua emas itu kepada Buddha.

Saat antarsesama manusia berinteraksi dengan penuh ketulusan, secara alami orang lain akan tersentuh, terlebih lagi para Makhluk Pelindung Dharma. Ketulusan hati wanita itu telah menciptakan bangunan yang megah itu. Yang terlihat oleh pria lansia itu adalah perwujudan berkah dari wanita tersebut. Dia dapat memperoleh berkah berkat sumbangsihnya. Meski rumah megah itu bukan rumah yang nyata, tetapi telah menyempurnakan berkahnya. Jadi, kita hendaknya menggunakan berbagai cara untuk bersumbangsih dengan tulus.

Beriman hendaknya disertai kebijaksanaan, jangan hanya mengikuti apa yang dilakukan orang lain hingga membutakan mata hati.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -