Kera Melompati Bulan

Segala sesuatu yang terlihat setiap hari mengalami kerusakan dan kehancuran tanpa kita sadari. Tanpa disadari, tubuh kita juga mengalami masa penuaan. Setiap orang mengalami fase lahir, tua, sakit, dan mati tanpa menyadarinya. Contohnya bunga di hadapan saya ini. Dari mana keharuman bunga berasal? Saya dapat mencium keharumannya meski tidak mendekatkannya pada hidung. Akan tetapi, terkadang saya tidak menyadari keharumannya karena pikiran saya tidak berfokus di sana. Meski berada dekat dengan saya, tetapi saat baru duduk di sini, saya tidak mencium keharumannya. Namun, saat berbicara dengan kalian dan mata melihat bunga ini, tiba-tiba saya mencium keharumannya. Dengan jarak yang sama, tetapi bisa merasakan harumnya atau tidak, itu bergantung pada apakah pikiran saya tertuju padanya atau tidak. Karena pikiran bersentuhan dengannya, saya dapat mencium aroma bunganya yang sangat segar dan membuat hati gembira. Inilah perasaan saya pada saat ini.

Apa yang akan saya rasakan nanti? Saya tidak tahu. Kita tidak tahu kondisi luar seperti apa yang akan kita temui nanti dan bagaimana perasaan kita. Saya sendiri juga tidak mengetahuinya. Saat indera bersentuhan dengan objek luar, maka timbullah perasaan. Setelah itu, perasaan akan berdiam dalam pikiran. Saat tak mendapatkan apa yang diinginkan, kita akan sangat risau dan tidak nyaman. Kerisauan itu terus timbul di dalam hati dan terus bergejolak. Saat tak mendapatkan apa yang diinginkan, kita merasa sangat menderita.

Pada zaman Buddha hidup, beliau selalu membabarkan Dharma sesuai dengan kondisi kehidupan sehari-hari. Setiap pagi, Buddha dan para murid-Nya keluar untuk mengumpulkan dana makanan. Usai makan, setiap orang mencuci mangkuknya sendiri dan membersihkan badan. Setelah itu, setiap orang duduk untuk menenangkan pikiran. Setelah itu, Buddha mulai membabarkan Dharma. Inilah pola hidup para anggota Sangha pada zaman Buddha hidup. Usai mengumpulkan dana makanan, para anggota Sangha beristirahat sejenak, lalu berkumpul bersama untuk mendengar Buddha membabarkan Dharma:

Ada sebuah kota bernama Kota Varanasi. Di sana hidup sekelompok kera. Sang raja kera membawa kawanannya ke hutan liar. Saat itu, matahari sudah terbenam. Di bawah sebuah pohon besar, terdapat sebuah sumur besar. Di dalam sumur itu ada air. Langit semakin gelap. Kawanan kera beristirahat di atas pohon. Raja kera berdiri di dahan pohon dan melihat ke bawah. Ia melihat pantulan bulan di dalam sungai. Ia segera berkata kepada kawanan kera bahwa bulan di atas langit sudah mati dan jatuh ke dalam sumur. Setiap kera bertanya, "Apa yang harus kita lakukan?” Mereka sangat panik. Raja kera berkata, "Kita harus segera meninggalkan tempat ini. Di malam hari, kita mengandalkan sinar rembulan. Kita harus segera meninggalkan tempat yang akan diselimuti kegelapan ini. Jangan kita hidup di tengah kegelapan.”

"Bagaimana cara kita meninggalkan tempat ini?” tanya kera lainnya. Raja kera berkata, "Saya akan memanjat di dahan pohon. Kalian tariklah tubuh dan ekor saya secara berurutan. Masing-masing dari kalian terus menyambungnya ke bawah.”

Kawanan kera melakukannya sesuai perkataan raja. Setiap kera menarik ekor kera lain secara bersambungan. Dari dahan pohon yang tinggi, ekor demi ekor kera saling bertarikan. Dahan pohon tak kuat menahan mereka. Ia pun patah. Para kera pun berjatuhan. Jatuh ke mana? Jatuh ke dalam sumur. Setelah bercerita sampai di sini, Buddha berkata kepada para murid-Nya, "Tahukah kalian, raja kera di saat itu adalah Devadatta. Para kawanan kera itu adalah para pengikut Devadatta yang kini ingin memecah kelompok Sangha. Meski merupakan anggota Sangha, tetapi hatinya tidak ada di dalam kelompok ini. Dia membawa ketidakharmonisan bagi kelompok Sangha dan tidak berlatih sesuai ajaran-Ku.” Inilah ajaran yang menyimpang.

Para kawanan kera mendengar perkataan yang tidak benar. Melihat pantulan bulan di dalam sumur, raja kera lantas memberi tahu semua kawanannya bahwa bulan telah mati dan jatuh ke dalam sumur. Tanpa mencari kebenarannya terlebih dahulu, mereka langsung mengambil tindakan. Ia mengucapkan perkataan yang tak sepantasnya dan melakukan hal yang tidak seharusnya akibat pandangan yang menyimpang. Saat Buddha menceritakan kisah ini, Devadatta tengah ingin memecah kelompok Sangha. Banyak anggota Sangha yang mengikuti Devadatta membuat masalah sehingga kelompok Sangha menjadi tidak tenang. Jadi, sesuai dengan kondisi masa itu, Buddha membabarkan kisah ini.

 

Gambar: Program Master Cheng Yen Bercerita (DAAI TV Indonesia).

Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina.

Jangan takut terlambat, yang seharusnya ditakuti adalah hanya diam di tempat.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -