Kesabaran Raja Kerbau
Hati, Buddha, dan semua makhluk pada dasarnya tiada perbedaan. Selain manusia, semua makhluk hidup sesungguhnya memiliki hakikat kebuddhaan. Semua makhluk yang memiliki kehidupan adalah setara. Namun, umat manusia selalu membedakannya dan menganggap mereka adalah makhluk rendah yang terlahir ke dunia untuk diperintah manusia, dimakan, dan dimanfaatkan.
Manusia memanfaatkan hewan untuk menjaga pintu, membajak sawah, dan mengangkut barang. Manusia selalu memanfaatkan semua makhluk hidup. Sesungguhnya, semua hewan memiliki hakikat murni yang sama seperti manusia. Berapa banyak perbedaan antara hati manusia dan hewan?
Hewan bekerja keras untuk kita, sebaliknya umat manusia memanfaatkan kekuatan mereka untuk memaksa para hewan bekerja. Hati Buddha adalah penuh dengan cinta kasih dan welas asih yang setara. Dengan penuh cinta kasih dan welas asih, Buddha memandang semua makhluk secara setara. Melihat kondisi hidup semua makhluk, Buddha sungguh merasa tidak tega.
Suatu kali, Buddha berada di Vihara Jetavana untuk membabarkan Dharma. Hari itu, begitu Buddha duduk, sekelompok bhiksu langsung mendekat dan memohon kepada Buddha untuk menjelaskan mengapa semua makhluk hidup memiliki rupa yang berbeda-beda. Buddha lalu menceritakan sebuah kisah pada salah satu kehidupan-Nya.
Suatu kali, seekor raja kerbau memimpin kawanan kerbaunya untuk mencari mata air. Di hutan, ada seekor kera yang selalu kesepian setiap hari. Melihat kawanan kerbau dengan penuh rasa hormat mengikuti langkah raja kerbau, ia mulai merasa iri pada raja kerbau.
Dia melempar pasir dan batu ke arah raja kerbau. Raja kerbau tetap sangat tenang dan tidak merespons. Di belakang sang raja, ada kawanan kerbau. Kera itu kemudian melempar batu ke arah mereka. Kawanan kerbau melihat raja kerbau di depan begitu tenang dan sama sekali tidak marah, mereka pun ikut bersabar dan terus berjalan mengikuti raja kerbau.
Seekor kerbau yang lebih muda berbalik badan dan ingin memarahi si kera. Namun, melihat raja kerbau dan kerbau yang lebih tua darinya bisa bersabar, ia pun memutuskan untuk ikut bersabar. Sesaat setelah kemarahannya bangkit, dia segera menenangkan hati dan terus berjalan.
Saat tiba di depan hutan, dewa pohon menampakkan diri. Dia berkata kepada raja kerbau, "Saya sangat kagum. Kera itu terus melempar batu ke arah kalian, tetapi kalian bisa terus berjalan dengan tenang." Raja kerbau berkata, "Semua makhluk adalah setara. Benih yang kita tanam pada kehidupan lampau harus kita terima pada kehidupan ini."
Dewa pohon bertanya kepada raja kerbau, "Apa benih yang engkau tanam pada kehidupan lampau?" Raja kerbau menjawab, "Dahulu saya adalah seorang praktisi. Hanya saja saya tidak menjaga sila dengan baik. Karena itulah, saya terlahir di alam binatang. Pada kehidupan ini saya harus meningkatkan kewaspadaan. Meski terlahir sebagai kerbau, saya tetap harus membina cinta kasih, welas asih, sukacita, dan keseimbangan batin dan membangkitkan Empat Ikrar Agung”.
Karena itu, meski lahir sebagai raja kerbau, ia tetap ingin membimbing kawanan kerbau. Dewa pohon sangat kagum karena meski terlahir sebagai kerbau, ia tetap tekun melatih diri. Pada saat itu, ada sekelompok praktisi melintasi hutan itu. Si kera kembali melempar batu. Melihat kera yang begitu usil, salah seorang praktisi itu membunuhnya. Dewa pohon merasa tak berdaya melihatnya.
Kawanan kerbau bisa melewati hutan itu dengan perasaan yang sangat tenang dan damai. Manusia dan kerbau sama-sama adalah makhluk dari enam alam kehidupan. Meski terlahir dalam wujud yang berbeda, tetapi mereka memiliki sifat hakiki yang sama. Tak peduli baik atau buruk, mereka memiliki hakikat murni yang setara.
Kemudian, Buddha berkata kepada para bhiksu, "Tahukah kalian? Kawanan kerbau saat itu adalah kalian yang duduk dihadapan-Ku sekarang. Raja kerbau saat itu adalah Aku yang sekarang, Buddha Sakyamuni."
Melihat kisah ini, saya sungguh merasa bahwa setiap orang yang kita temui pada kehidupan ini memiliki jalinan jodoh dengan kita di kehidupan lampau. Karena itu, kita sungguh harus saling membantu dan mendukung. Berhubung sulit terlahir sebagai manusia dan memiliki jalinan jodoh untuk bertemu, kita hendaknya saling membimbing. Sila, Samadhi, dan kebijaksanaan bisa melindungi hakikat kebuddhaan kita.
Dahulu raja kerbau itu adalah seorang praktisi, tetapi karena tidak berhati-hati, ia kemudian terlahir sebagai kerbau. Mengapa disebut tidak berhati-hati? Karena ia tidak menjaga sila. Dengan menjaga sila, maka secara alami kita bisa meneguhkan pikiran sehingga kita bisa melihat dan memahami segala kebenaran. Inilah kebijaksanaan.
Inilah kebijaksanaan. Dengan adanya kebijaksanaan, kita tak akan melakukan kekeliruan. Jika tidak menjaga sila, begitu kurang berhati-hati, mungkin kita akan terlahir di alam binatang. Karena itu, dalam kehidupan sehari-hari, kita harus giat melatih sila, samadhi, dan kebijaksanaan tanpa celah.