Lima Ratus Ekor Kera Mendengar Dharma
Pikiran kita senantiasa bergejolak. Kita harus bersungguh-sungguh terhadap sebersit niat yang akan mengarahkan kita berbuat baik ataupun berbuat jahat. Semua itu bergantung pada sebersit niat. Melakukan kebaikan adalah tanggung jawab kita. Sebersit niat buruk bisa mendorong kita menciptakan karma buruk. Akumulasi karma buruk mendatangkan konsekuensi yang sangat menakutkan. Karena itu, dalam kehidupan sehari-hari, kita harus sangat berhati-hati dalam membangkitkan sebersit niat.
Saya sering berkata bahwa kita harus berhati lapang dan berpikiran murni. Jika kita dapat senantiasa menjaga kemurnian hati serta senantiasa mempertahankan kebajikan dan cinta kasih, maka masih adakah kondisi yang tak bisa kita lewati? Masih adakah orang yang tak mampu kita hadapi? Dengan berhati lapang dan berpikiran murni, maka tak peduli bertemu dengan masalah apa pun, kita bisa menerima dengan sukacita; tak peduli bertemu dengan kondisi apa pun, kita tetap bergembira. Ini merupakan Dharma.
Pada masa Buddha hidup, beliau dapat membabarkan Dharma secara langsung untuk semua orang. Namun, setelah Buddha parinirvana (mencapai penerangan sempurna), apakah ajaran Buddha akan menghilang? Buddha menggunakan berbagai metode dan wujud untuk membimbing orang-orang menyerap Dharma ke dalam hati.
Di dalam Sutra Dharmapada, ada sebuah penggalan kalimat yang membahas tentang pahala dari membangun stupa dan wihara, serta mengukir rupang Buddha. Tak peduli melalui wujud apa pun, selama memiliki ketulusan di dalam hati dan Buddha di dalam hati, saat melihat stupa, kita membangkitkan sukacita dan rasa hormat saat melihat wihara, kita membangkitkan ketulusan dan lain-lain. Semua ini bertujuan untuk membangkitkan cinta kasih dan welas asih di dalam hati setiap orang.
Pada masa Buddha hidup, Beliau sudah mendorong orang-orang untuk membangun stupa dan wihara dengan harapan untuk menyebarluaskan ajaran Buddha. Suatu hari, Buddha menggunting kuku-Nya. Beliau lalu meminta seorang biksu mengantarnya ke Negeri Kasmira. Di wilayah pegunungan bagian selatan Negeri Kasmira, biksu tersebut mengumpulkan sekelompok orang. Dengan penuh hormat, dia mempersembahkan kuku Buddha dan mengimbau orang-orang untuk membangun stupa. Lima ratus biksu di sana membangkitkan hati penuh rasa hormat dan mulai membangun stupa.
Di gunung tersebut hidup 500 ekor kera. Setiap hari, mereka melihat para biksu membangun stupa. Selain itu, dengan hati yang sangat tulus, para biksu bersujud di sana. Di satu sisi mereka membangun stupa, di sisi lain mereka bersujud. Melihat hal tersebut, 500 ekor kera itu ikut-ikutan bersujud.
Beberapa waktu pun berlalu. Suatu hari, turun hujan lebat yang mengakibatkan banjir di seluruh hutan. Lima ratusekor kera itu terbawa arus air dan mati semuanya. Mereka lalu terlahir di alam surga. Lima ratus ekor kera itu sulit memercayainya. “Apa pahala yang telah kami perbuat sehingga bisa terlahir di alam surga?” Mereka menggunakan mata dewa untuk melihat apa yang telah mereka lakukan. Mereka melihat para biksu yang membangun stupa dan bagaimana mereka ikut bersujud dengan hati yang tulus dan gembira. Karena jalinan jodoh yang baik ini, mereka terlahir di alam surga.
Setelah air surut, 500 makhluk surgawi ini pergi ke tempat jasad 500 ekor kera berada untuk memberi hormat. Mereka berterima kasih kepada kera-kera itu karena telah bersujud dengan tulus pada saat pembangunan stupa sehingga mereka dapat terlahir di alam surga. Kemudian, 500 makhluk surgawi ini pergi ke wihara untuk bertemu Buddha. Mereka bersujud kepada Buddha sekaligus berterima kasih atas cinta kasih dan welas asih Buddha karena telah mengutus kelompok biksu untuk membangun stupa di sana sehingga mereka dapat meniru para biksu untuk bersujud.
Buddha lalu membabarkan Dharma bagi 500 makhluk surgawi itu. Setelah itu, para makhluk surgawi pergi dengan hati penuh sukacita. Mengapa Buddha mendukung orang-orang untuk membangun stupa, dan wihara, serta mengukir rupang Buddha? Pada masa Buddha hidup, beliau sudah mengutus murid-Nya untuk membangun stupa di tempat lain.
Lihatlah, selain 500 biksu yang berkesempatan melatih diri, bahkan 500 ekor kera di sana juga berkesempatan untuk belajar. Inilah cara Buddha menginspirasi semua makhluk untuk mendalami Dharma dan membangkitkan welas asih agung. Segala wujud di luar yang mewakili Buddhisme dapat menginspirasi kita untuk menyucikan batin dan mendukung kita mencapai Kebuddhaan. Buddha datang ke dunia dan menggunakan berbagai metode terampil demi membimbing setiap orang agar kembali pada ajaran benar dan hakikat murni tanpa noda yang sama seperti beliau.
Namun, ini juga bukan berarti kita terus membangun stupa secara membabi buta. Tidak ada begitu banyak tempat bagi kita untuk membangun stupa. Lagi pula, untuk apa kita membangun begitu banyak stupa? Stupa dibangun bukan hanya untuk menginspirasi generasi penerus. Kita sendiri juga harus membangkitkan ketulusan untuk menyerap Dharma ke dalam hati, untuk memahami Dharma, dan melatih diri serta memberi manfaat bagi umat manusia.
Segala yang kita lakukan hendaknya dapat menginspirasi orang-orang untuk mempelajari Dharma. Selain menginspirasi orang-orang, kita juga hendaknya bertekad untuk melatih diri. Jika dapat menggabungkan berkah dan pahala pelatihan diri, berarti kita sudah mengembangkan berkah dan kebijaksanaan. Inilah pahala berkah dan kebijaksanaan.
Gambar: Program Master Cheng Yen Bercerita (DAAI TV Indonesia).
Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina.