Lima Sila Melindungi Fisik dan Batin
Di dunia ini ada empat musim, yakni musim semi, panas,
gugur, dan dingin. Sama seperti pergantian empat musim, hati manusia juga
seperti kondisi iklim. Lihatlah, pikiran orang zaman sekarang selalu sangat
tidak selaras sehingga menjadi mudah marah. Ketika marah, hati mereka bagai
terbakar api.
Bagaimana agar kita bisa memiliki hati yang tenang dan
damai? Hati kita hendaknya mengarah pada jalan yang benar. Ketika hati berada
di jalan yang benar, maka kita dapat menyelaraskan tekanan fisik dan batin.
Dengan apa kita menyelaraskannya? Dengan Tiga Permata dan lima sila.
Kita hendaknya mendalami ajaran baik. Dengan berlindung
kepada Buddha, Buddha ada di dalam hati kita. Dengan berlindung kepada Dharma,
maka tindakan kita akan sesuai Dharma. Selain itu, kita juga berlindung kepada
Sangha. Kita hendaknya menghormati Tiga Permata. Inilah yang disebut berlindung
kepada Tiga Permata.
Lima sila meliputi tidak membunuh, tidak mencuri, tidak
berbohong, tidak minum alkohol, dan tidak berbuat asusila. Inilah lima sila.
Ya. Apabila kita dapat menjaga lima sila dengan baik, kita telah memenuhi
syarat sebagai manusia. Jika bisa menjaga prinsip sebagai manusia dengan baik,
maka kita tidak akan terlahir di tiga alam rendah.
Suatu kali, Buddha pernah berbagi dengan para bhiksu dan
umatnya bahwa berlindung kepada Tiga Permata dan menjalankan lima sila dapat
melindungi diri sendiri. Beliau menceritakan satu kisah. Ada sekelompok
pengusaha yang kerjanya mengambil harta karun di dalam laut dan menjalankan
perdagangan laut. Mereka merekrut buruh untuk melakukan pekerjaan kasar.
Suatu ketika, saat kapal berlayar di laut, tiba-tiba angin
dan ombak besar menerjang sehingga membuat kapal tidak seimbang. Semua orang di
kapal sangat ketakutan. Di antaranya, ada seorang buruh yang tetap sangat
tenang. Dia segera bersikap anjali dan terus melafalkan nama Buddha sambil
berlutut.
Kemudian, dia menghadap laut dan terus melafalkan
pelindungan kepada Tiga Permata dan membaca lima sila. Dia berdoa semoga semua
makhluk di alam semesta, baik jiwa yang tak terlihat maupun manusia, dapat berlindung
kepada Buddha, Dharma, dan Sangha. Secara ajaib, angin dan ombak menjadi tenang
dan kapal kembali stabil.
Namun, kapal itu menjadi tidak bisa digerakkan. Malam itu,
salah satu pedagang bermimpi. Dalam mimpinya, ada seorang pria tua yang berpakaian
putih dan berjanggut putih berkata padanya, "Kapal Anda tidak bisa
digerakkan karena salah seorang buruh di kapal Anda."
Pengusaha ini terbangun setelah mendengarnya. Dia tahu buruh
yang dimaksud. Jika kapal tidak bisa digerakkan, maka mereka tidak bisa
berlabuh dan tidak bisa menjual barang mereka. Jadi, pengusaha ini mengumpulkan
semua orang untuk berunding. Ada orang berkata, "Kita harus memikirkan
cara untuk menurunkan orang itu dari kapal."
Seseorang yang lain berkata, "Kita tidak bisa
membuangnya ke laut karena orang ini sangat baik dan merupakan pekerja
keras." Pada saat mereka berdiskusi, buruh itu mendengarnya. Dia berpikir,
"Mereka tidak rela membuang saya ke laut. Namun, keberadaan saya di kapal
ini membuat mereka tidak tenang dan membuat kapal tidak digerakkan. Apa yang
harus saya lakukan?"
Dia sendiri memikirkan satu solusi. Dia berkata kepada para
pengusaha itu, "Kalian jangan mengkhawatirkan saya. Saya hanya berharap
kalian bisa memberi saya beberapa batang bambu untuk membuat rakit agar saya
bisa meninggalkan kapal ini." Seorang pengusaha berkata, "Apakah kamu
yakin?"
Buruh itu menjawab, "Jika saya tidak pergi, hati kalian
tidak tenang dan kapal tidak bisa digerakkan. Saya hanya membutuhkan batang
bambu untuk membuat rakit. Dengan demikian, saya bisa selamat dan hati kalian
juga bisa tenang."
Semua orang merasa itu adalah ide yang baik. Karena itu,
mereka bersama-sama membuat rakit dari bambu. Buruh itu lalu naik ke atas rakit
itu dan berlayar mengikuti arah angin. Setelah rakit itu berlayar jauh dari
kapal, angin dan ombak besar kembali menerjang.
Banyak ikan besar baik berwarna putih maupun hitam, semuanya
mendekati kapal. Kapal itu pun terbalik. Banyak orang jatuh ke laut dan dimakan
ikan. Sebaliknya, buruh yang menaiki rakit telah berlayar mengikuti arah angin
dan berlabuh dengan selamat.
Setelah menceritakan kisah ini, Buddha kembali berkata,
"Semua orang di atas kapal itu memiliki karma buruk kolektif yang sama.
Itu sebabnya kapal mereka tidak bisa bergerak. Pada kehidupan masa lalu, mereka
tidak mendengar Tiga Permata dan lima sila. Karena itu, saat ikan-ikan besar
dan roh-roh jahat mendengar doa buruh itu, angin dan ombak menjadi tenang.
Namun, orang-orang yang memiliki karma buruk kolektif, tetap harus menerima
buahnya."
Jadi, selain berlindung pada Tiga Permata dan menjaga lima
sila, kita juga harus membina cinta kasih. Meski tidak bisa menolong banyak
orang, setidaknya kita bisa melindungi diri sendiri. Karena itu, saya sering
berkata bahwa banyak orang masa kini yang tidak bisa menenangkan hati dan
kesulitan mendengar ajaran baik. Ini disebabkan oleh karma buruk kolektif.
Jadi, kita hendaknya menjadi Bodhisatwa dunia dan membabarkan ajaran baik. Jika di antara sepuluh orang ada satu orang yang bisa menerimanya, maka kita bisa membimbing satu orang itu. Jika karma buruk kolektif setiap orang sangat besar, maka di dunia ini akan ada banyak bencana. Karena itu, kita hendaknya lebih banyak mendekatkan diri dengan mitra baik dan bersama-sama bertobat.