Master Bercerita: Bhiksu Ling You Menendang Botol


Buddha mengatakan bahwa terdapat 20 kesulitan dalam kehidupan. Kesulitan ke-17 ialah sulit untuk melihat hakikat sejati dan mempelajari jalan kebenaran. Dalam mempelajari jalan kebenaran, apa tujuan utama kita? Memiliki batin cemerlang dan melihat hakikat sejati. Namun, ini juga merupakan salah satu kesulitan yang kita hadapi saat mempelajari jalan kebenaran.

Setiap orang memiliki hakikat sejati yang murni. Hanya saja, kita terus berada di enam alam dalam jangka panjang dan terpengaruh oleh kondisi luar yang berbeda-beda sehingga hakikat sejati kita ternoda meski tetap ada. Apa yang menodai hakikat sejati kita? Kekayaan dan ketenaran yang membuat kita memiliki rasa memperoleh dan kehilangan. Ini merupakan tabiat buruk makhluk awam.


Inilah yang menutupi hakikat sejati kita dan menodai batin kita yang cemerlang. Jadi, kekayaan, ketenaran, dan tabiat buruk merupakan rintangan dalam mempelajari jalan kebenaran. Ada banyak orang yang melekat pada kekayaan, kekuasaan, dan kedudukan. Inilah yang diperebutkan oleh orang-orang karena merasa bahwa kekuasaan dan kedudukan akan membuat mereka lebih mulia.

Sesungguhnya, kaya belum tentu mulia atau dipenuhi berkah. Meski sudah kaya dan menghasilkan banyak uang, orang-orang tetap merasa tidak puas karena mereka ingin memiliki kekuasaan. Ada banyak orang yang telah menghasilkan banyak uang, tetapi tetap bertikai satu sama lain. Apa yang membuat mereka bertikai? Mereka berpikir, "Saya telah memiliki kekayaan. Kini saya hanya menginginkan suatu pencapaian." Pencapaian apa? Kekuasaan. Intinya, manusia tidak pernah mengenal rasa puas. Apakah monastik juga memiliki pemikiran seperti ini? Ya.


Pada zaman Master Bai Zhang, beliau menerapkan sila dengan ketat. Saat itu, banyak ladang pelatihan lain yang sangat kagum. Murid-murid yang dilatihnya selalu menaati sila dengan ketat. Suatu hari, seorang kepala kuil lain hendak mencari seorang pewaris. Karena itu, beliau menemui Master Bai Zhang.

Master Bai Zhang pun mulai melakukan seleksi. Beliau memilih seorang muridnya yang bertugas memasak nasi, yaitu Bhiksu Ling You. Di antara murid-muridnya, ada seorang murid yang lebih senior, yakni Bhiksu Hua Lin. Bhiksu Hua Lin tidak puas dengan keputusan gurunya dan berkata, "Mengapa Bhiksu Ling You yang dipilih? Aku lebih memenuhi kualifikasi darinya."


Mengetahui hal ini, Master Bai Zhang mengumpulkan semua muridnya. Beliau meletakkan sebuah kalasa di hadapan mereka, lalu berkata, "Bagi yang tidak puas dengan keputusanku, di sini ada sebuah kalasa. Namun, kalian jangan menyebutnya kalasa. Carilah sebutan lain untuk menggantikan namanya." Bhiksu Hua Lin lalu berdiri dan menjawab," Ia bukan kalasa, juga bukan sandal kayu." Master Bai Zhang hanya diam dan menatap semua orang.

Berhubung tidak ada lagi yang menjawab, dia pun menunjuk Bhiksu Ling You dan berkata, "Bagaimana menurutmu? Nama apa lagi yang bisa digunakan untuk menyebut benda ini?" Bhiksu Ling You berjalan menuju kalasa itu dan menendangnya. Kemudian, dia meninggalkan ruangan itu. Reaksinya membuat Master Bai Zhang tersenyum.


Master Bai Zhang lalu berkata, "Hua Lin, engkau kalah." Apa artinya? Ini berkaitan dengan rasa memperoleh dan kehilangan. Untuk apa bertikai? Sebagai seorang monastik, menjadi kepala kuil ialah untuk melatih diri. Menjadi juru masak di dapur pun untuk melatih diri. Mengapa harus bertikai demi ketenaran dan keuntungan?

Bhiksu Ling You tidak mementingkan ketenaran dan keuntungan. Terpilih untuk menjadi kepala kuil tidak memengaruhi kondisi batinnya. Baginya, posisi kepala kuil bagaikan kalasa itu, disingkirkan pun tidak masalah. Kondisi batin yang tidak melekat pada ketenaran dan keuntungan, inilah sifat hakiki manusia. Sifat hakiki manusia sangat murni dan terbebas dari segalanya. Mengapa harus terbebani oleh ketenaran dan keuntungan?


Jadi, melihat hakikat sejati dan mempelajari jalan kebenaran hendaknya sangat mudah. Saat kita terbebas dari kerisauan dan beban, saat itulah kita bisa melihat hakikat sejati dan mempelajari jalan kebenaran. Jangan membiarkan ketenaran dan keuntungan menodai batin kita. Setiap orang memiliki hakikat kebuddhaan dan hendaknya senantiasa menjaga kemurnian hati.

Berhubung memiliki hakikat kebuddhaan, setiap orang memiliki kebijaksanaan yang setara dengan Buddha. Hanya saja, kita tidak bisa mempertahankan kebajikan di dalam hati kita. Saya sering berkata bahwa jika bisa berpegang pada tekad awal meninggalkan keduniawian, kita pasti bisa mencapai kebuddhaan.


Jika kita dapat mempertahankan tekad awal kita dalam melatih diri, hati kita akan selalu murni. Saat bertekad untuk melatih diri, kita bersedia melepas segalanya dan tidak takut bekerja keras. Jika bisa mempertahankan tekad ini hingga selamanya, hati kita akan senantiasa murni. Kita harus menggenggam waktu yang ada untuk melatih diri dengan tekun serta mempertahankan tekad awal kita. Jika bisa demikian, melihat hakikat sejati dan mempelajari jalan kebenaran tidaklah sulit.

Sumber: Program Master Cheng Yen Bercerita (DAAI TV)
Penerjemah: Hendry, Marlina, Shinta, Janet, Heryanto, Felicia (DAAI TV Indonesia)
Penyelaras: Khusnul Khotimah
Mendedikasikan jiwa, waktu, tenaga, dan kebijaksanaan semuanya disebut berdana.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -