Master Bercerita: Lomba Merawat Kuil

Sudahkah kita menjaga hati kita agar tetap jernih setiap waktu? Apakah kita mengelap cermin batin kita setiap hari? Apakah ia sudah bersih? "Mengapa belakangan ini, kamu terlihat kurang bersemangat?" "Belakangan ini, saya diliputi banyak kerisauan." Bukankah kita sering mendengar percakapan seperti ini?

Kita kurang bersemangat karena diliputi banyak kerisauan. Jika kita tidak bersemangat, berarti ada banyak kerisauan yang menodai batin kita. Terkadang, jika tidak bisa membedakan yang benar dan salah, maka menyimpang sedikit saja, kita akan jauh tersesat. Karena itu, kita harus bersungguh hati mengelap cermin batin kita hingga bersih dan menjaganya agar tetap jernih.

Kita bisa melihat sebagian orang melindungi barang dari sidik jari dengan membungkusnya atau mengenakan sarung tangan saat memegangnya karena khawatir bakteri atau keringat di tangan mereka akan merusak barang tersebut. Jika kita bisa menjaga materi seperti ini, mengapa kita tidak bisa menjaga sifat hakiki kita yang murni? Jadi, kita harus bersungguh-sungguh menjaga hati kita agar tidak ternoda oleh kondisi luar.


Ada seorang tetua yang merupakan umat Buddha yang taat. Dia sering pergi ke kuil untuk memberi penghormatan kepada Buddha. Suatu hari, dia mendapati bahwa ada dua kuil yang perlu diperbaiki dan tidak ditempati. Tetua ini bertanya, "Apakah ada orang yang bersedia untuk memperbaiki kuil?"

Ada sekelompok pemuda yang maju dan berkata pada tetua ini, "Kami semua sangat berbakat. Serahkan salah satu kuilnya pada kami. Kami akan mengubahnya menjadi kuil baru." Tetua ini dengan gembira berkata, "Katakan saja apa yang kalian butuhkan." Para pemuda ini meminta cat dalam beragam warna dan beberapa peralatan.

Untuk kuil kedua, juga ada sekelompok bhiksu muda yang berkata pada tetua ini bahwa mereka akan memperbaikinya. Tetua ini sangat gembira dan berkata, "Kalian bersedia memperbaiki kuil ini, bagus sekali. Apa yang kalian butuhkan?" Mereka menjawab, "Sediakanlah ember dan kain untuk kami. Itu sudah cukup."


Kedua kelompok ini mulai bekerja pada waktu yang sama. Para pemuda itu mengecat kuil sehingga kuil itu terlihat baru. Perpaduan warna-warna yang cerah terlihat sangat indah. Di kuil kedua, para bhiksu menyapu setiap sudut hingga bersih. Mereka mengisi ember dengan air serta mengepel, mengelap, dan menggosok seluruh kuil dengan kain. Kuil tersebut menjadi sangat bersih. Mereka membersihkan semua debu hingga kuil tersebut mengilap.

Tiga hari kemudian, tetua ini datang dan melihat betapa cemerlangnya kedua kuil ini. Kuil yang dicat dengan beragam warna memang terlihat sangat indah. Sementara itu, kuil kedua terlihat sederhana, bersih, dan cemerlang. Dilihat dengan lebih saksama, seluruh kuil mengilap sehingga bisa memantulkan warna-warna kuil di seberangnya. Selain itu, orang-orang juga bisa melihat bayangan langit biru dan awan yang bergerak. Kuil itu bagai bangunan yang hidup.

Jika dibandingkan, orang-orang tentu lebih mengagumi hasil kerja para bhiksu. Di tengah kesederhanaan, orang-orang bisa melihat pemandangan yang menakjubkan. Kisah ini mengajari kita bahwa dengan melatih ke dalam diri dan senantiasa menghapus kerisauan, hati kita tidak akan ternoda. Dengan demikian, hati kita bisa memantulkan segala sesuatu di alam semesta.


Karena hati kita mengandung alam semesta, maka kita tidak membutuhkan materi untuk "menghias" diri sendiri. Jika tidak, kita akan menguras pikiran demi mencari cara untuk mendapatkan ini dan itu yang kita inginkan. Semua itu berawal dari ketamakan yang tak berujung. Berusaha sekeras apa pun, ketamakan tidak akan terpenuhi.

Namun, orang-orang tetap mengejar nafsu keinginan. Meski tahu tidak akan terpenuhi, orang-orang tetap berusaha mengejarnya. Ini bukan hanya menguras pikiran, juga menguras tenaga. Tidak bisa memperoleh yang diinginkan juga sangat menderita. Sesungguhnya, jika hati kita murni dan tidak ternoda, maka kita akan terbebas dari penderitaan. Ini sangat sederhana.


Jika kita membersihkan cermin batin kita, maka hati kita akan sangat murni bagaikan sebuah cermin besar. Bagaimanapun perubahan kondisi luar, cermin ini akan tetap tenang dan jernih. Contohnya kedua kuil itu. Kuil yang dicat dengan beragam warna memang terlihat sangat indah, tetapi lama-kelamaan, akan terlihat membosankan.

Sebaliknya, kuil yang dibersihkan oleh para bhiksu dengan sepenuh hati menjadi bersih mengilap dan tidak ada debu setitik pun, bagai cermin yang jernih dan dapat memantulkan segala sesuatu dengan jelas. Demikian pula dengan hati kita. Prinsipnya sangatlah sederhana.

Walau berada di pihak yang benar, hendaknya tetap bersikap ramah dan bisa memaafkan orang lain.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -