Master Bercerita: Luka di Kaki Buddha


Segala sesuatu yang terjadi dalam keseharian kita pasti ada sebabnya. Karena melatih diri, kita semua berkumpul di Griya Jing Si. Kita melatih diri dengan kesatuan tekad. Mengapa ada relawan Tzu Chi? Karena telah membangkitkan cinta kasih dan berikrar untuk bersumbangsih, kalian bersama-sama kembali ke Hualien dan tinggal di Griya Jing Si untuk membantu sebagai relawan. Karena itulah, kita bisa berkumpul bersama di sini.

Jadi, setiap hari, dari pagi hingga malam, selalu ada sebab dalam segala sesuatu yang terjadi. Dengan adanya sebab, maka akan ada kondisi pendukung, buah, dan akibat. Kehidupan kita sekarang pasti berkaitan dengan kehidupan kita sebelumnya. Karena itulah, Buddha mengajarkan hukum sebab akibat pada kita. Ini adalah prinsip kebenaran dalam hidup kita.


Pikiran, perbuatan, dan ucapan kita pasti berkaitan dengan kondisi luar, baik orang, hal, maupun materi. Karena adanya orang, hal, dan materi tertentu, maka timbullah pikiran tertentu dalam benak kita. Lingkaran sebab dan akibat terus muncul dalam hidup kita. Karena itulah, kita harus memahami hukum sebab akibat.

Dalam kehidupan sehari-hari, sebagian orang mungkin berkata bahwa hukum sebab akibat merupakan sejenis takhayul. Itu sama sekali tidak benar. Ia selaras dengan ilmu pengetahuan. Sains dan filsafat tak luput dari hukum sebab akibat. Begitu pula dengan psikologi dan matematika. Semua ilmu pengetahuan tidak luput dari hukum sebab akibat.


Saat melakukan eksperimen, kita selalu mencari sebab gagalnya suatu eksperimen atau munculnya penemuan baru. Ada sebab-sebab tertentu yang mendukung penemuan baru tersebut. Inilah yang disebut hukum sebab akibat. Adakalanya, umat Buddha berkata pada orang lain, Kita harus percaya pada hukum sebab akibat. Kondisimu hari ini adalah buah karmamu sendiri." Benarkah perbuatan seperti ini? Tidak. Daripada mengatai orang lain, lebih baik kita berintrospeksi diri.

Suatu kali, Buddha tinggal di Vihara Venuvana, Rajagrha. Saat hendak masuk ke kota untuk mengumpulkan makanan, Buddha melewati sebuah hutan. Tiba-tiba, sebatang tombak kayu memelesat. Saat melihat tombak kayu itu, Buddha berpikir, "Ini adalah buah karma-Ku sebelumnya. Aku hendaknya menerimanya." Karena itu, Buddha tidak menghindar.


Melihat tombak kayu memelesat ke arah Buddha dan Buddha tidak menghindar, para anggota Sangha di belakang Buddha merasa sangat cemas. Tombak kayu itu mengenai jari kaki Buddha. Melihat Buddha terluka, semua orang berusaha untuk mengobati luka-Nya. Luka di kaki Buddha mengalami infeksi. Buddha terserang demam dan tidak sadarkan diri selama beberapa hari. Ada banyak murid Buddha yang sangat khawatir dan menjenguk-Nya.

Setelah sadar, Buddha berkata, "Semua ini ada sebabnya. Ini adalah buah karma-Ku." Berkalpa-kalpa tak terhingga yang lalu, ada dua kelompok pedagang yang mengarungi lautan untuk mencari harta karun. Kedua kelompok pedagang ini naik kapal yang sama. Mereka mengarungi lautan untuk mencari harta karun guna dijual.


Pada suatu ketika, air laut mulai pasang. Semua orang berebut untuk naik kapal. Saat kedua kelompok pedagang bertikai demi naik ke kapal, pemimpin kelompok kedua menggunakan tombak untuk menyerang pemimpin kelompok pertama dan berhasil menusuk kakinya. Kemudian, pemimpin kelompok pertama itu meninggal dunia. Sejak saat itu, karma ini terus menyertai pemimpin kelompok kedua itu.


Buddha lalu berkata, "Sariputra, saat itu, pemimpin kelompok kedua menyerang pemimpin kelompok pertama dengan tombak. Karena itu, pemimpin kelompok pertama mengalami pendarahan hingga akhirnya meninggal dunia. Karma ini terus menyertai pemimpin kelompok kedua dari kehidupan ke kehidupan. Pemimpin kelompok kedua itu adalah kehidupan lampau-Ku dan pemimpin kelompok pertama adalah kehidupan lampau Devadatta. Jadi, ini adalah buah karma-Ku. Di kehidupan sekarang, Devadatta sering kali mencari masalah dan berusaha untuk melukai-Ku. Ini karena di kehidupan lampau, Aku menjalin jodoh buruk dengannya. Karena itulah, Aku harus menuai buah karma buruk dalam jangka panjang."


Jadi, meski Buddha telah mencapai pencerahan, karma buruk-Nya dahulu tetap berbuah. Seperti yang saya katakan pada kalian, jika berutang pada orang lain, kita hendaklah segera melunasinya, jangan mencicilnya. Jika kita hanya mencicilnya, utang kita akan ditambah dengan bunga. Jadi, kita hendaklah segera melunasinya karena bagaimanapun, utang tetap harus dilunasi.

Singkat kata, kita hendaklah bersungguh-sungguh merenungkan hukum sebab akibat dengan kebijaksanaan, bukan dengan kecerdasan duniawi. Kita hendaknya memahami hukum sebab akibat yang diajarkan oleh Buddha dengan hati yang murni dan tulus. Dalam kehidupan sehari-hari, kita bisa melihat sebab dan akibat dalam berbagai hal. Inilah yang disebut hukum sebab akibat.


Jadi, dalam menghadapi semua orang dan hal, kita hendaklah ingat bahwa tutur kata baik membawa sukacita bagi orang-orang. Ini disebut menjalin jodoh baik. Dengan menjalin jodoh baik dengan orang-orang, kehidupan sekarang dan mendatang kita akan terbebas dari rintangan.

Sumber: Program Master Cheng Yen Bercerita (DAAI TV)
Penerjemah: Hendry, Marlina, Shinta, Janet, Heryanto (DAAI TV Indonesia)
Penyelaras: Khusnul Khotimah     
Penyakit dalam diri manusia, 30 persen adalah rasa sakit pada fisiknya, 70 persen lainnya adalah penderitaan batin.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -