Master Bercerita: Nenek Juara Satu
Setiap hari kita harus bersungguh hati pada saat berinteraksi dengan sesama. Segala yang kita lihat dan dengar, hal manakah yang sesuai dengan prinsip kebenaran? Perilaku siapakah yang paling mendekati kebenaran? Di antara tiga orang pasti ada yang merupakan guru kita. Tentu saja, kita dapat belajar darinya. Jika kita memilih berteman dengan orang baik, semakin lama kita akan semakin memahami kebenaran.
Setelah mendengar kebenaran, jika kita tidak mempraktikkannya dalam keseharian, maka kita akan tetap terbelenggu oleh tabiat buruk. Kita akan sangat mudah terpengaruh oleh orang lain. Apa pun yang dikatakan orang, kita akan mengikutinya. Saat mendengar perkataan orang jahat, kita pun ikut berbuat jahat. Ini karena dalam kehidupan sehari-hari, kita tidak memerhatikan perilaku sendiri dan hal-hal yang terjadi di sekitar kita.
Di dalam kehidupan sehari-hari, kicauan burung dan suara serangga juga mengandung Dharma. Akar kemampuan kita tajam ataukah tumpul? Jika memiliki akar kemampuan yang tajam, maka kita akan memahami banyak hal setelah mendengar satu ajaran. Jika memiliki akar kemampuan yang tumpul, maka meski mendengar banyak ajaran, tidak ada satu hal pun yang kita pahami. Karena itu, kita harus bersungguh hati.
Kita melihat relawan daur ulang kita. Saya sangat suka mengulas tentang relawan daur ulang karena segala yang mereka ucapkan mengandung Dharma. Saya selalu dapat belajar kebenaran dari mereka. Ada seorang Bodhisatwa lansia. Dia melakukan daur ulang setiap hari. Kakak-kakak lain berkata, "Bodhisatwa itu bernama Nenek Juara Satu." Tanpa memedulikan angin ribut atau hujan lebat, dia selalu yang pertama tiba di posko daur ulang. Saat ada orang lain tiba, dia selalu terlebih dahulu memberi sapaan sebelum orang lain melihatnya.
Ternyata Bodhisatwa lansia ini pernah dioperasi akibat kanker payudara. Saat itu, dokter menyarankannya untuk segera menjalani operasi. Dia bertanya, "Haruskah menjalani operasi?" Dokter kembali berkata padanya, "Setelah menjalani operasi, mungkin hidupmu masih dapat bertahan 5 tahun lagi." Dia merasa lima tahun sudah lumayan. Karena itu, dia pun menyetujuinya. Tidak lama kemudian, dia menderita kanker hati dan penyakit diabetes. Dia mulai kehilangan harapan hidupnya dan tidak tahu apa yang harus diperbuat.
Mengetahui bahwa ada seorang lansia yang kondisi hidupnya tidak begitu baik dan terus menderita penyakit, seorang relawan pun mengajaknya untuk melakukan daur ulang. Saat melakukan daur ulang, sang nenek tidak merasa risau. Karena itu, dia pergi melakukan daur ulang setiap hari. Saat ditanya, "Apakah Anda lelah?" Dia menjawab, "Tidak. Saya menderita penyakit. Jika saya hanya berbaring di ranjang, saya akan semakin khawatir dan takut mati. Saya tidak mau menunggu mati.Saya sangat senang melakukan daur ulang setiap hari."
Suaminya ada di rumah. Berhubung sang suami menderita stroke, dia harus merawatnya setiap hari. "Apakah Anda akan berhenti melakukan daur ulang karena harus merawat suami?" Dia menjawab, "Mana mungkin saya berhenti? Saya sangat gembira saat melakukan daur ulang bersama orang lain. Berhubung suami saya menderita stroke, maka saya harus merawatnya. Jika tidak, kami akan sama-sama tumbang.Saya sangat gembira melakukan daur ulang dengan relawan lain setiap hari. Saya tidak mau berbaring di ranjang untuk mengkhawatirkan penyakit dan kematian saya.Saya tidak mau demikian."
Setelah itu, dia melanjutkan,"Namun, terkadang saya juga mengeluh." "Apa yang Anda keluhkan?""Saya mengeluh mengapa saya orangnya.Namun, saya sangat gembira dan bersyukur karena adanya dukungan dan pendampingan dari kakak-kakak."
Lihatlah kebijaksanaan yang dimilikinya. Dia merasakan kebahagiaan saat melakukan daur ulang bersama orang lain. Saat berdiam diri di rumah, dia akan berpikir, "Mengapa saya orangnya?" Karena itu, dia lebih memilih melakukan daur ulang di luar daripada berdiam diri di rumah. Saat mendengar perkataan Bodhisatwa lansia, kita dapat belajar sesuatu dari mereka. Kita juga dapat berbagi kisahnya dengan orang lain.
Lihatlah seorang penderita kanker. Meski dirinya menderita kanker dan suaminya menderita stroke, tetapi dia tetap dapat bersumbangsih. Kita dapat belajar darinya untuk melepaskan belenggu dan kemelekatan. Makhluk awam sering terbelenggu. Terbelenggu oleh apa? Oleh noda batin. Saya sering berkata bahwa setiap orang memiliki hakikat yang murni. Contohnya Bodhisatwa lansia tadi. Meski menderita penyakit, tetapi dia melakukan daur ulang dengan gembira.
Daripada berbaring mengkhawatirkan penyakit dan kematiannya, dia lebih memilih memanfaatkan tubuhnya untuk melakukan daur ulang. Dia berkata, "Saya tidak tahu ini bermakna atau tidak, yang penting saya senang melakukannya." Karena itulah, dia dapat terbebas dari kerisauan dan belenggu batinnya.
Setelah mendengar kisahnya, kita dapat kembali berbagi dengan orang lain. Ini semua bergantung pada pola pikir. Setelah mengubah pola pikir, kita dapat mengembangkan kebijaksanaan dan melakukan kebaikan. Jika kita terus terbelenggu oleh kerisauan, maka kita akan mudah berkeluh kesah dan merasakan penderitaan yang tak terkira. Karena itu, kita harus menjaga pikiran dengan baik dan menumbuhkan kebijaksanaan. Kita harus melakukan hal yang bermanfaat bagi umat manusia.
Bodhisatwa lansia itu berkata, "Saya tidak tahu hal ini bermakna atau tidak, tetapi saya merasa gembira saat melakukannya." Dia sungguh memiliki akar kemampuan yang tajam. Tajam atau tumpulnya akar kemampuan bergantung pada diri kita sendiri. Kita harus berusaha untuk mempertajam akar kemampuan. Jika memiliki akar kemampuan yang tumpul, maka kita akan senantiasa merasa risau.