Master Bercerita: Nenek yang Mengungsi
Dengan cinta kasih yang murni tanpa noda, kita dapat menciptakan berkah bagi orang banyak. Saat bersumbangsih dan berdana, kita harus tulus. Sumbangsih yang tulus dan dilandasi oleh cinta kasih yang murni dapat menyentuh alam semesta.
Suatu hari, seorang nenek tiba di sebuah kota. Pakaiannya compang-camping dan dia sangat lapar. Dia berhenti di depan sebuah rumah orang kaya dan duduk di berandanya. Melihat sang nenek yang begitu kasihan, seorang pelayan melaporkannya kepada nyonya rumah. Nyonya rumah segera keluar untuk melihatnya dan menyuruh orang untuk memapahnya ke dalam serta segera menyiapkan makanan untuknya.
Menerima makanan dari mereka, nenek itu sangat gembira dan bersyukur. Dia lalu memakan makanan yang diberikan. Seusai dia makan, nyonya rumah berkata padanya, "Aku tidak pernah melihatmu sebelumnya. Dari mana engkau berasal? Mengapa kondisimu bisa seperti ini?"
Nenek itu berkata, "Selama bertahun-tahun, negeri kami terus dilanda perang. Saat melarikan diri, aku terpisah dengan keluargaku. Aku duduk di berandamu karena sudah sangat lapar." Nyonya rumah itu sangat kasihan padanya dan berkata, "Bagaimana jika engkau tinggal di sini untuk sementara?" Nenek itu sangat bersyukur karena dia akhirnya memiliki tempat berlindung.
Beberapa waktu kemudian, nenek itu melihat sekelompok bhiksu yang datang dari luar kota. Sukacitanya pun terbangkitkan. Namun, saat itu dia tak mampu memberi persembahan. Nenek itu bertanya pada mereka, "Apakah kalian mengumpulkan makanan dengan lancar?" Seorang bhiksu menjawab, "Sebagai orang asing di sini, mangkuk kami masih kosong hingga kini." Nenek itu berkata, "Aku akan membantu kalian." Kemudian, dia pun pulang.
Setelah pulang ke tempat tinggal sementaranya, dia berpikir, "Bagaimana aku bisa membantu mereka?" Dia tiba-tiba mendapat ide dan pergi menemui nyonya rumah. Dia berkata kepada nyonya rumah, "Mohon beli tubuhku ini dengan harga yang agak tinggi. Aku bersedia melayanimu seumur hidupku." Nyonya rumah yang penuh cinta kasih itu lalu memberikan sejumlah uang padanya.
Dia segera menggunakan uang tersebut untuk menyiapkan makanan terbaik sebagai persembahan bagi para bhiksu. Bhiksu-bhiksu itu bertanya padanya, "Engkau tidak memiliki uang sepeser pun. Bagaimana engkau menyiapkan begitu banyak persembahan dalam waktu singkat?"
Nenek itu berkata, "Meski aku tidak memiliki uang sepeser pun, tetapi aku telah menjual tubuhku ini kepada orang kaya." Bhiksu-bhiksu itu sangat tersentuh mendengarnya dan mendoakan nenek itu dengan tulus.
Pada saat itu, tiba-tiba terjadi gempa bumi. Sang raja merasa heran mengapa tiba-tiba terjadi gempa bumi. Berhubung merasa bahwa pasti ada sebabnya, dia pun mengutus seorang menteri untuk mencari tahu apa yang telah terjadi di kota.
Saat bertemu sekelompok bhiksu itu, sang menteri bertanya, "Dari mana kalian datang?" Mereka pun menceritakan bagaimana mereka tiba di kota itu dan berkata, "Hari ini, kami menerima persembahan yang paling berharga. Kami sangat bersyukur dan telah memberikan doa dengan hati tertulus."
Mendengar hal ini, sang menteri merasa bahwa ini adalah hal yang penuh kebaikan. Dia pun segera mengunjungi nenek tersebut dan mengundangnya untuk menghadap raja. Namun, nenek itu menjawab, "Berhubung telah menjual tubuhku kepada keluarga yang kaya ini, aku tidak berhak untuk menghadap raja bersamamu." Menteri itu pun pulang dan melaporkan hal ini kepada raja.
Sang raja juga bersukacita mendengarnya dan berkata, "Jika demikian, undang juga nyonya rumah tersebut ke dalam istana." Jadi, sang nenek dan nyonya rumah diundang ke istana secara bersamaan.
Saat bertemu nenek itu, sang raja bertanya, "Mengapa engkau bisa datang ke kota ini?" Nenek itu pun menceritakan kisahnya dan berkata kepada raja, "Jika seorang raja dapat giat menjalankan tugasnya, mengasihi rakyat, dan selalu memikirkan kesejahteraan rakyat, barulah rakyat di negerinya dapat hidup bahagia. Jika raja memiliki ambisi dan saling bertikai demi memperoleh sesuatu, rakyat yang tidak bersalah akan sangat menderita. Akulah contohnya."
Mendengar ucapannya, sang raja merasa malu dan berkata, "Aku tidak pernah memikirkan kebahagiaan rakyat. Setiap ucapanmu dapat menyentuh hatiku. Aku harap engkau dapat tinggal di istana dan menjadi penasihatku."
Demikianlah nenek itu menjadi penasihat raja yang senantiasa memberikan nasihat dengan cinta kasih yang tulus dan kebijaksanaan.
Setelah mendengar kisah ini, kita tahu betapa menyentuhnya cinta kasih yang tulus, tanpa ego, dan tanpa pamrih. Kita harus belajar untuk mengecilkan ego, memutus nafsu keinginan, dan melenyapkan ketamakan, kebencian, dan kebodohan. Kita juga hendaknya mempelajari semangat untuk bersumbangsih dengan cinta kasih tanpa pamrih. Bagaimanapun perubahan kondisi luar, cinta kasih selalu menyertai nenek tersebut.
Lihatlah nenek itu. Meski dilanda kesulitan dan tidak memiliki apa pun, dirinya tetap kaya akan cinta kasih yang tulus. Berhubung menanam benih cinta kasih agung, dia dapat diangkat menjadi penasihat oleh raja. Jadi, kita harus membina cinta kasih dalam keseharian. Kita harus menghapus cinta kasih individual, melenyapkan ketamakan, kebencian, dan kebodohan, serta membina cinta kasih agung yang tulus setiap waktu. Inilah kewajiban kita.
Sumber: Program Master Cheng Yen Bercerita (DAAI TV)
Penerjemah: Hendry, Marlina, Shinta, Janet, Felicia (DAAI TV Indonesia)
Penyelaras: Khusnul Khotimah