Master Bercerita: Nyanyian Pria Miskin

Saat bermeditasi, saya teringat akan sebuah kisah dalam Sutra. Saat masih hidup, Buddha pernah menjelaskan kepada Raja Prasenajit bahwa keberuntungan dan kemalangan dalam kehidupan bergantung pada perbuatan diri sendiri.

Buddha berkata bahwa di dunia ini terdapat empat jenis orang.

Yang pertama adalah orang yang memasuki kegelapan dari kegelapan. Contohnya, orang yang terlahir miskin dan tumbuh besar di lingkungan yang buruk. Mereka tidak memiliki sedikit pun niat baik dan melakukan segala kejahatan.

Yang kedua adalah orang yang memasuki kecemerlangan dari kegelapan. Meski terlahir miskin dan tumbuh besar di lingkungan yang buruk, tetapi hati mereka penuh kebajikan dan mereka bersedia bersumbangsih.

Yang ketiga adalah orang yang memasuki kegelapan dari kecemerlangan. Contohnya, orang yang hidup di lingkungan yang baik, tetapi tidak tahu menghargai berkah dan tidak menyadari bahwa dipenuhi berkah bukanlah hal yang mudah. Jadi, mereka tidak menyadari berkah, tamak, dan melakukan berbagai kejahatan, bahkan memanfaatkan berkah yang dimiliki untuk menindas orang kurang mampu.

Yang keempat adalah orang yang memasuki kecemerlangan dari kecemerlangan. Mereka memiliki kebahagiaan, kekayaan, ketenaran, dan kedudukan. Selain kaya materi, mereka juga kaya cinta kasih dan kebijaksanaan. Mereka mengasihi semua orang dan sangat murah hati. Mereka bisa membawa manfaat bagi orang banyak dengan kekayaan dan kedudukan mereka.

Empat jenis orang yang disebutkan oleh Buddha sama dengan yang sering saya bagikan, yakni orang yang miskin materi dan batin, orang yang miskin materi, tetapi kaya batin, orang yang kaya materi, tetapi miskin batin, serta orang yang kaya materi dan batin.

 

Ada seorang anak muda bernama Qing-ji. Dia kehilangan orang tuanya sejak kecil. Namun, dia sangat optimistis dan rajin bekerja. Wajahnya selalu dihiasi senyuman dan dia selalu menyapa saat bertemu orang lain.

Di desa yang sama, ada seorang pria kaya. Saat melihat kerabat dan temannya, dia selalu segera menghindar. Dia juga enggan menyapa orang lain.

Setiap hari, dia sangat khawatir. "Apakah penyewa akan membayar biaya sewa hari ini? Apakah rumah saya akan kemalingan? Apakah ada orang yang akan merampok saya?"

 

Sepanjang hari, dia sangat khawatir. Karena itu, dia tidak bisa dan tidak berani tidur.

Dia bertetangga dengan Qing-ji dan sering melihat Qing-ji pulang ke rumah dengan bahagia dan ceria.

Saat petang, dia selalu mendengar nyanyian Qing-ji yang lantang. Dia berpikir, "Apa yang membuatnya begitu bahagia?"

 

Dia merasa bahwa dirinya mungkin tidak bahagia karena kaya. Dia ingin tahu setelah memiliki uang, apakah Qing-ji bisa tetap bahagia.

Suatu hari, dia pergi ke depan rumah Qing-ji. Melihat Qing-ji pulang kerja dengan bahagia, dia berkata pada Qing-ji, "Qing-ji, berkunjunglah ke rumah saya."

Qing-ji pun mengikutinya ke rumahnya.

Pria kaya itu berkata, "Kamu terlihat bahagia dan bernyanyi setiap hari. Nyanyianmu sangat merdu. Berapa penghasilanmu dalam setahun? Berapa banyak yang bisa kamu tabung?"

 

Qing-ji berkata, "Terkadang untuk dipakai saja tidak cukup, bagaimana mungkin bisa ditabung?"

Pria kaya itu lalu berkata, "Uang ini untukmu."

Qing-ji berkata, "Saya tidak boleh ambil uangmu."

Pria kaya itu berkata, "Ini sebagai wujud terima kasih atas nyanyianmu. Terimalah uang ini. Memiliki tabungan akan bermanfaat untukmu."

Berhubung tidak ingin mengecewakannya, Qing-ji pun menerima uang itu dengan gembira dan pulang ke rumah.

 

Pria kaya itu merasa bahwa dia telah menemukan cara untuk membuatnya berhenti bernyanyi dan malam itu tidak akan terdengar nyanyian lagi.

Saat petang, nyanyian Qing-ji kembali terdengar. Nyanyiannya kali ini lebih lantang dan lama.

Pria kaya itu sungguh sangat marah. Dia berlari ke rumah Qing-ji dan bertanya, "Mengapa nyanyianmu malam ini lebih lantang dari biasanya?"

Qing-ji menjawab, "Saya merasa bahwa uang yang kamu berikan tidak ada gunanya jika saya simpan. Jadi, saya membagikannya pada orang miskin. Mereka sangat gembira dan berterima kasih atas kemurahan hatimu. Mendengar kamu suka mendengar lagu, banyak orang yang berkata bahwa mereka akan bernyanyi untukmu jika bertemu denganmu. Demi berterima kasih padamu, saya pun bernyanyi lebih lantang dan lama."

 

Pria kaya itu mengira bahwa Qing-ji akan khawatir karena memiliki uang. Tidak disangka, memiliki sedikit uang saja, dia sudah bisa berbagi dengan orang-orang. Dibandingkan dengan diri sendiri, meski sudah memiliki banyak uang, dia tetap merasa tidak puas. Dia selalu khawatir uangnya akan berkurang.

Lewat kisah ini, kita bisa melihat bahwa meski kekurangan, Qing-ji sangat bahagia. Saat mendapatkan uang, dia juga tidak tamak dan bisa berbagi dengan orang-orang. Anak muda ini sungguh penuh cinta kasih.

Pria kaya itu memiliki banyak uang. Dia tahu bahwa uang membuatnya khawatir, tetapi tetap merasa tidak puas. Apakah orang yang kaya, tetapi tamak ini adalah orang yang benar-benar kaya? Dia adalah orang yang kaya materi, tetapi miskin batinnya.

Meski Qing-ji harus bekerja setiap hari baru bisa bertahan hidup, tetapi saat memiliki uang, dia bersedia berbagi dengan orang-orang. Inilah orang yang miskin materi, tetapi kaya batinnya. Kehidupan seperti ini sangat bahagia dan tenang.

Sumber: Program Master Cheng Yen Bercerita (DAAI TV)
Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina, (DAAI TV Indonesia)
Penyelaras: Khusnul Khotimah
Keindahan kelompok bergantung pada pembinaan diri setiap individunya.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -