Master Bercerita: Obor di Siang Hari


Prinsip kebenaran di dunia ini sangatlah banyak. Buddha berkata bahwa prinsip kebenaran yang begitu banyak bagaikan sejumput pasir yang diambil dengan kuku dan segenggam daun dalam genggaman tangan. Dibandingkan dengan daun di seluruh hutan, segenggam daun di telapak tangan tidak seberapa. Buddha berkata, "Kebenaran yang Aku babarkan bagaikan daun dalam genggaman tangan, sedangkan kebenaran yang belum Aku babarkan bagaikan semua daun dalam hutan ini."

Jadi, Buddha sendiri pun mengatakan bahwa kebenaran yang dibabarkan-Nya tidak banyak. Masih ada banyak prinsip kebenaran yang terkandung dalam segala sesuatu di dunia ini. Berapa banyak pula prinsip kebenaran yang telah kita pahami? Tidak banyak. Berapa banyak ajaran Buddha yang dapat kita serap ke dalam hati dan praktikkan secara nyata? Sangat sedikit.

Pada zaman Buddha hidup, suatu ketika Beliau pergi ke Kerajaan Kausambi. Saat semua orang tengah mendengarkan Buddha membabarkan Dharma, ada seorang brahmana yang merasa bahwa dirinya telah mempelajari dan memahami banyak hal.


Di bawah terik matahari pada siang hari, dia menyalakan sebuah obor dan membawanya sambil berjalan di jalan. Dia berkata, "Semua orang di dunia ini sangat bodoh dan tidak memahami kebenaran. Ini sungguh memprihatinkan. Melihat kalian yang seperti orang buta, aku membawa obor pada siang hari untuk menerangi jalan bagi kalian. Lihatlah, obor ini untuk menerangi jalan bagi kalian." Dia berjalan sambil berseru seperti ini.

Saat itu, orang-orang merasa bahwa dia sangat aneh. Matahari jelas-jelas begitu terik, dia malah membawa obor dan berkata bahwa ingin menerangi jalan bagi orang-orang. Saat itu, Buddha kebetulan melewati tempat itu dan mendengar orang-orang membicarakan hal ini. Buddha lalu menghampirinya.


Melihat Buddha, brahmana itu tetap membusungkan dada dan terus berseru, "Orang-orang di dunia ini telah buta. Kalian bahkan tidak bisa melihat jalan di siang hari. Karena itu, aku membawa obor ini untuk menerangi jalan bagi kalian."

Buddha berhenti di hadapannya dan berkata, "Jika engkau memahami banyak hal, apakah engkau tahu tentang Empat Pengetahuan?"

Mendengar pertanyaan Buddha, brahmana ini malah bertanya, "Apa itu Empat Pengetahuan? Aku tidak pernah mendengarnya."

Buddha pun berkata padanya, "Pertama, apakah engkau memahami astronomi dan geografi, kebenaran tentang langit dan bumi? Apakah engkau memahaminya?" Dia menjawab, "Tidak."

Buddha berkata, "Kedua, di langit ada begitu banyak rasi bintang. Apakah engkau memahami jenis-jenis rasi bintang?" Dia menjawab, "Tidak." "Ketiga, apakah engkau tahu cara memimpin sebuah kerajaan?" Jawabannya tetaplah tidak.


Buddha kembali berkata, "Jika ada yang menyerang negeri ini, tahukah engkau cara menggerakkan pasukan untuk melindunginya?" Brahmana ini menundukkan kepala dan melepaskan obor di tangannya. Dia berkata kepada Buddha, "Masih ada banyak hal yang tidak aku pahami. Mohon Buddha yang penuh welas asih memaafkanku dan memberikan petunjuk."

Buddha lalu berkata padanya, "Saat baru memahami sedikit, jangan merasa bahwa diri sendiri sudah memahami banyak. Ini berarti sombong. Mengeklaim bahwa diri sendiri paham, padahal tidak, ini bagaikan orang buta yang membawa obor untuk menerangi jalan bagi orang lain, padahal diri sendiri pun tidak bisa melihat. Baru memahami sedikit, tetapi mengaku memahami banyak, ini adalah ucapan orang bodoh. Jadi, kita harus bisa memahami kebenaran sejati. Selain belum memahami kebenaran dalam hidup ini, engkau bahkan tidak tahu cara mewujudkan ketenteraman masyarakat, bagaimana mungkin tahu cara memimpin kerajaan? Jika tidak paham cara memimpin kerajaan, bagaimana mungkin engkau paham mengenai astronomi, geografi, dan segala sesuatu di dunia? Masih ada banyak prinsip kebenaran yang belum engkau pahami."

Mendengar perkataan Buddha, brahmana ini makin malu dan menyesal. Dia bertekad untuk menjadi murid Buddha. Demikianlah Buddha menaklukkan semua makhluk.


Ada sebagian orang yang memang sangat bodoh. Mereka baru memahami sedikit, tetapi mengira bahwa itu sudah sangat banyak. Terlahir sebagai manusia, mereka merasa bahwa manusialah yang paling hebat dan dapat mengendalikan segalanya. Sesungguhnya, kekuatan manusia sangatlah kecil. Buddha sering berkata demikian kepada kita. Ada banyak hal yang belum kita pahami. Namun, demikianlah makhluk awam, begitu bodoh.

Tidak mengherankan, brahmana itu membawa obor pada siang hari dan berseru sepanjang jalan bahwa semua orang diliputi kegelapan batin dan tidak memahami kebenaran, bagai orang buta yang tidak bisa melihat jalan pada siang hari. Demikianlah pemikiran brahmana itu. Namun, berapa banyak pula yang dipahaminya?


Saat Buddha bertanya padanya tentang Empat Pengetahuan, seperti astronomi, geografi, dan rasi bintang, dia sama sekali tidak paham. Dia bahkan tidak paham bagaimana memimpin kerajaan dan bagaimana melindungi keselamatan rakyat. Akan tetapi, dia sering kali merasa bahwa dia telah memahami banyak prinsip kebenaran. Ini merupakan praktik Kendaraan Kecil.

Sebelumnya, kita telah membahas bagaimana Buddha memecut murid-murid-Nya. Ada orang yang melekat pada kekosongan, ada pula yang melekat pada eksistensi abadi dan mengira bahwa di kehidupan berikutnya, mereka akan tetap terlahir sebagai manusia. Mereka mengira bahwa jika tidak berkesempatan untuk melatih diri di kehidupan sekarang, mereka dapat melatih diri di kehidupan berikutnya. Mereka mengira bahwa di kehidupan berikutnya, mereka akan tetap terlahir sebagai manusia.


Buddha datang ke dunia ini demi satu tujuan utama. Beliau berharap semua makhluk dapat menjadi sama dengan-Nya serta memahami kondisi batin-Nya setelah mencapai pencerahan dan memiliki lautan kebijaksanaan dan kesadaran. Sayangnya, semua makhluk belum bisa memahaminya. Setelah menerima ajaran Buddha, ada sebagian orang yang berpikiran menyimpang sehingga jauh tersesat dari jalan kebenaran. Karena itu, kita juga harus mengingatkan diri sendiri.

Bodhisatwa sekalian, kita harus bersungguh-sungguh memberikan bimbingan sesuai kapasitas masing-masing makhluk. Hendaklah kita bisa memahami kebenaran yang terkandung dalam segala sesuatu di alam semesta.  

Sumber: Program Master Cheng Yen Bercerita (DAAI TV)
Penerjemah: Hendry, Marlina, Shinta, Janet, (DAAI TV Indonesia)  
Cara kita berterima kasih dan membalas budi baik bumi adalah dengan tetap bertekad melestarikan lingkungan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -