Master Bercerita: Orang Terpelajar dan Dewa Dapur

Masyarakat pertanian sangat menghormati dewa, langit, dan bumi. Karena itu, setiap keluarga sangat menghormati Dewa Dapur. Dahulu, kita menggunakan kata "tungku" untuk mewakili kata "keluarga". Jadi, Dewa Dapur ada di setiap keluarga. Dewa Dapur kembali ke langit setahun sekali untuk beristirahat dan melaporkan perbuatan baik dan buruk keluarga tersebut.

Saya sering berkata bahwa keluarga yang memupuk kebajikan akan dipenuhi berkah. Jika ada keluarga yang seluruh anggotanya adalah orang baik, maka Dewa Dapur akan melaporkannya kepada Kaisar Langit. Jika ada keluarga yang seluruh anggotanya sering berselisih dan tidak mementingkan nilai moral, Dewa Dapur juga akan melaporkan bahwa keluarga itu banyak berbuat jahat sehingga keluarga itu terus dilanda bencana. Karena itu, setiap keluarga berusaha untuk menyenangkan hati Dewa Dapur.

 

Setiap tahun, Dewa Dapur kembali ke langit pada tanggal 24 bulan 12 Imlek. Pada hari itulah orang-orang mulai melakukan pembersihan dan mengantar Dewa Dapur. Orang-orang mengantar Dewa Dapur kembali ke langit dengan hati penuh sukacita dan ketulusan. Inilah pandangan orang-orang pada zaman dahulu.

Pada Dinasti Ming, ada seorang terpelajar yang kurang mampu. Dia sangat berpengetahuan, tetapi selalu gagal dalam ujian negara. Dia memiliki sembilan anak. Ada yang meninggal dunia begitu lahir, ada juga yang meninggal dunia pada usia dini. Di antaranya, ada seorang putra yang hilang. Hanya tersisa seorang putri di sisinya.

 

Orang terpelajar yang kurang mampu ini berulang kali gagal dalam ujian negara. Selain itu, dia juga kehilangan banyak anak. Ini membuatnya sering berkeluh kesah. Setiap tahun, dia menulis di kertas kuning dan membakarnya untuk melapor kepada Dewa Dapur tentang penderitaan yang dialaminya.

Akhirnya, suatu malam, dia bermimpi tentang Dewa Dapur. Setelah melihat Dewa Dapur, dia mulai menuangkan kepahitannya. "Sejak kecil, saya tekun belajar. Kini saya sudah berpengetahuan dan jago menulis. Saya juga bergaul dengan baik dan mendirikan sebuah perkumpulan. Saya juga mengajari orang lain secara gratis dan membantu orang menulis surat. Mengapa nasib saya begitu malang?"

 

Dewa Dapur lalu berkata padanya, "Meski kamu terlihat berpengetahuan dan bertata krama, tetapi pikiranmu penuh dengan kecurigaan dan rasa iri. Terlebih lagi, kamu suka makan daging. Entah berapa banyak daging yang telah kamu makan. Kamu juga tidak mengasihi hewan dan sering memancing bersama temanmu. Kamu telah menciptakan banyak karma buruk. Untuk memperbaiki nasibmu, kamu harus menggunakan kemampuanmu untuk menulis artikel yang bermanfaat. Tulislah kisah hidupmu yang sebenarnya, termasuk semua keluh kesah dan niat jahat dalam pikiranmu."

Setelah mendengar kata-kata itu, dia terbangun. Dia pun mulai berintrospeksi diri. Dia memang terlihat penuh tata krama, tetapi sering diam-diam menjebak orang lain. Meski terlihat memahami banyak hal dan prinsip kebenaran, tetapi dia menulis banyak artikel yang tidak baik bagi orang lain. Karena itu, dia mulai memperbaiki diri. Dia bahkan bervegetaris. Saat muncul pikiran buruk lagi, dia lekas bertobat di hadapan Buddha.

 

Beberapa tahun kemudian, dia pun sudah berumur. Dia akhirnya lulus dalam ujian negara dengan peringkat tertinggi. Dalam waktu beberapa tahun, dia telah mengubah pola pikirnya. Ketenaran dan keuntungan sudah tak penting baginya. Berhubung sudah berumur, bisa membuktikan kemampuan diri sendiri sudah cukup baginya. Karena itu, dia melepas jabatannya dan kembali ke kampung halaman. Dia mendampingi istri dan anaknya hingga akhir hayatnya.

Lewat kisah ini, kita bisa mengetahui bahwa terlihat unggul dari luar tiada gunanya. Kita harus membina cinta kasih, welas asih, sukacita, dan keseimbangan batin. Janganlah kita sombong.

 

Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering kali membesarkan ego saat menghadapi semua orang dan hal. Kesombongan dapat membuat kita menciptakan karma buruk. Kesombongan merupakan tabiat buruk yang terbawa sejak lahir. Banyak kejahatan yang timbul dari kesombongan. Karena itu, kita harus senantiasa waspada.

Saat menghadapi berbagai ujian hidup, kita sering kali menyalahkan orang lain. Sesungguhnya, siapa yang harus disalahkan? Yang salah adalah diri sendiri.

 

Entah berapa banyak karma buruk yang kita ciptakan di kehidupan lampau. Di kehidupan sekarang, kita mungkin telah menciptakan berbagai karma buruk, tetapi kita tidak menyadarinya. Kita egois dalam segala hal, tidak membiarkan orang lain mengambil keuntungan dari kita, dan selalu ingin berada di atas angin. Kita tidak menyadari pola pikir kita yang seperti ini.

Saat orang lain mengeluh tentang kita, kita merasa bahwa orang lain yang bersalah, bukan kita.

Kita merasa heran mengapa orang-orang menyalahkan kita yang bertindak sesuai prinsip kebenaran. Meski bertindak sesuai prinsip kebenaran, tetapi kita tidak menjaga keharmonisan. Kita tidak berintrospeksi ataupun mencari cara untuk menjaga keselarasan dengan semua orang, hal, dan prinsip.

 

Berhubung tidak memikirkan dan berintrospeksi tentang cara menghadapi semua orang, hal, dan materi, kita mudah melakukan kesalahan, tetapi tidak menyadarinya, bahkan menyalahkan orang lain. Ini tidaklah benar.

 

Sumber: Program Master Cheng Yen Bercerita (DAAI TV)
Penerjemah : Hendry, Karlena, Marlina, Stella (DAAI TV Indonesia)
Penyelaras : Khusnul Khotimah

 

Keindahan kelompok bergantung pada pembinaan diri setiap individunya.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -