Master Bercerita: Pangeran Mu Po
Untuk mewujudkan kemakmuran suatu negara, rakyat harus dapat hidup aman dan tenteram. Saat rakyat hidup sehat, maka akan mendatangkan berkah bagi negara. Kesehatan rakyat mendatangkan kekuatan bagi negara.
Pada zaman dahulu, sebuah negeri dipimpin oleh seorang raja. Sang raja memegang kuasa atas seluruh negeri. Semua milik rakyat juga merupakan milik raja. Karena itu, rakyat sangat menaruh perhatian pada segala hal yang terjadi di istana.
Saat putra mahkota lahir, rakyat di seluruh negeri sangat gembira. Rakyat menaruh seluruh harapan mereka pada putra mahkota. Namun, bukan berarti seorang raja dapat menghindar dari semua bencana. Sesungguhnya, raja juga layaknya orang normal.
Di dalam Sutra, Buddha sering mengingatkan kepada kita tentang ketidakkekalan. Bahkan seorang raja juga mudah melakukan kekeliruan. Perbuatan yang keliru dapat mendatangkan bencana bagi diri sendiri.
Di dalam Sutra Enam Paramita, ada sebuah kisah seperti ini. Ada sebuah negeri kecil. Di sana ada seorang putra mahkota yang sangat rupawan. Meski sudah berusia 13 tahun, putra mahkota itu masih tidak dapat berbicara. Ibu dan ayahnya sangat khawatir. Para praktisi brahmana dan menteri memberi saran kepada raja. "Bisu bisa mendatangkan malapetaka. Lebih baik kita menguburnya hidup-hidup agar dapat lahir putra mahkota lain di istana."
Raja merasa sangat sedih. Ibunya juga sangat sedih. Mereka sangat tidak tega. Namun, demi negeri itu dan demi memiliki keturunan, mereka terpaksa melakukannya. Hari itu, putra mahkota dan semua barang miliknya, termasuk pakaian dan perhiasannya, semuanya dibawa keluar. Rakyat di seluruh negeri ikut menangis.
Melihat pakaian putra mahkota yang cantik-cantik akan ikut dikuburkan, para pekerja merasa sangat sayang. Karena itu, mereka mulai saling berebut. Putra mahkota mengambil setelan baju dan turun dari kereta kuda. Dia lalu mandi di sungai dan mengganti pakaiannya dengan pakaian bersih.
Melihat para pekerja memperebutkan pakaiannya, dia bertanya, "Apa yang sedang kalian lakukan?" Melihat anak muda yang rupawan ini, semua orang terdiam. Mereka terus memandangi anak muda tersebut. "Kami menggali lubang ini untuk mengubur putra mahkota hidup-hidup."
"Saya adalah Putra Mahkota Mu Po. Lubang yang kalian gali adalah untuk saya." Para pekerja segera mencari di dalam kereta. "Ya, putra mahkota menghilang." Mereka segera melaporkannya pada menteri. Melihat putra mahkota sudah bisa berbicara, semua orang berlutut dan bersorak gembira. Menteri segera melaporkannya kepada raja.
Mendengar hal tersebut, raja segera datang mencari anaknya. Putra mahkota pun menyapa ayahnya. "Ternyata kamu bisa berbicara, mengapa kamu tidak berbicara sejak awal?"
"Pada kehidupan lalu, saya juga seorang raja. Rakyat sangat mengasihi saya. Suatu kali, karena ada urusan penting, saya memerintahkan pengawal untuk meneriaki orang-orang di jalan sehingga banyak orang yang terjatuh. Banyak orang yang ketakutan dan marah. Tidak lama setelah itu, saya meninggal dunia. Saya terlahir di alam neraka dan mengalami banyak penderitaan. Kini, setiap kali mengingat hal tersebut, saya takut untuk berbicara dan kembali melakukan kesalahan. Saya sangat berterima kasih kepada Ayahanda dan Ibunda. Namun, saya ingin menjadi bhiksu."
Raja sangat menyesal. Jelas-jelas anaknya adalah seseorang yang bijaksana, tetapi dia malah memutuskan untuk menguburnya hidup-hidup. Raja merasa sangat menyesal. Kini putra mahkota enggan kembali ke istana. Dia hanya memohon diizinkan untuk pergi melatih diri. Raja terpaksa menyetujui dan mendoakannya.
Dari kisah
ini, kita dapat mengetahui bahwa pada zaman dahulu, di dalam keluarga kerajaan,
ada banyak anak selir yang menunggu untuk diangkat menjadi putra mahkota. Mereka
menunggu raja mewariskan takhta agar kelak dapat memimpin sebuah negeri. Demi
hal ini, orang-orang di istana saling bertikai dan melukai.
Jadi, terlahir di dalam keluarga berada belum tentu hidup bahagia. Mereka tetap akan menghadapi ketidakberuntungan. Karena itu, kita harus senantiasa menyadari ketidakkekalan. Terlahir ke dunia ini, untuk dapat menjalani hidup dengan aman dan tenteram, seseorang haruslah memiliki berkah. Tanpa berkah, manusia akan menghadapi banyak ketidakberuntungan.
Setiap orang melakukan kebaikan dan kejahatan. Meski kita melakukan kebaikan, tetapi terkadang tanpa disengaja kita juga melakukan kejahatan. Jika berbuat baik, tentu kita akan dipenuhi berkah. Begitu pula saat melakukan kejahatan, kita tetap akan menerima konsekuensinya.
Bahkan seorang raja pun tetap harus menerima buah karmanya sendiri. Meski bukan sengaja, tetapi benih karma telah tertanam. Buah karma itu tetap akan matang. Jadi, sangatlah penting bagi kita untuk menjaga pikiran dengan baik. Dengan begitu, baru kita dapat menjalani hidup dengan tenteram dan tanpa bencana.