Master Bercerita: Raja Asoka dan Raja Naga

Dalam jalan pelatihan diri, kita mementingkan keluhuran. Melatih keluhuran dimulai dari melatih pikiran. Orang yang memiliki keluhuran akan memahami kebenaran. Kita harus terlebih dahulu bersumbangsih tanpa pamrih hingga mendapat pengakuan dari orang-orang.

Bagaimana bersumbangsih tanpa pamrih hingga mendapat pengakuan dari orang-orang? Kita harus senantiasa bertanya pada diri sendiri.

Kita harus bertanya pada diri sendiri apakah kita melakukan kesalahan. Jika kita tidak melakukan kesalahan serta merasa damai dan tenang, maka secara alami, orang-orang akan percaya pada kita. Namun, ada pula orang yang tidak menyadari kesalahan diri sendiri sehingga tidak memiliki rasa bersalah. Orang seperti ini tidak akan dipercayai oleh orang-orang. Jadi, semuanya bergantung pada pikiran kita dalam kehidupan sehari-hari.

Sesungguhnya, mempelajari Dharma tidaklah rumit. Kita hanya belajar tentang kewajiban kita sebagai umat manusia.

 

Raja Asoka adalah seorang raja yang murah hati. Dia memimpin kerajaannya dengan kemurahan hatinya.

Suatu hari, dia bertanya pada para menterinya, "Semua kerajaan telah tunduk di bawah kerajaanku. Menurut kalian, apakah masih ada orang yang tidak tunduk pada kerajaanku?"

Banyak menteri berkata, "Semua kerajaan, baik besar maupun kecil, telah tunduk kepada Yang Mulia. Rakyat juga sangat mengasihi dan menghormati Yang Mulia. Ini berkat kebaikan dan keluhuran Yang Mulia."

Ada seorang menteri yang berkata, "Masih ada seseorang yang tidak tunduk pada Yang Mulia."


Raja Asoka sangat terkejut dan menanyakan siapa orang itu.

Menteri itu berkata, "Raja Naga yang berkah dan keluhurannya lebih tinggi dari Yang Mulia. Jika tidak percaya, Yang Mulia bisa membawa banyak prajurit dan rakyat ke pantai sambil membunyikan gong dan drum untuk melihat apakah dia akan menemui Yang Mulia."

Hari itu, bunyi gong dan drum memecahkan telinga. Banyak prajurit dan menteri berkumpul di pantai. Namun, laut yang luas tetap sunyi dan tenang. Jadi, Raja Asoka berkata pada seorang menteri, "Benar, Raja Naga tidak muncul. Dia belum tunduk padaku."


Menteri itu berkata, "Ini karena berkah dan keluhurannya lebih tinggi dari Yang Mulia."

Raja Asoka berkata, "Bagaimana mengukurnya?"

Menteri itu berkata, "Yang Mulia bisa menggunakan emas yang sama beratnya untuk memahat satu patung Raja Naga dan satu patung Yang Mulia, lalu menimbang kedua patung tersebut."


Raja Asoka memutuskan untuk mencobanya. Dia segera memerintahkan orang untuk mengurus hal ini. Kedua patung itu pun diantarkan.

Raja Asoka kembali menuju pantai dan menimbang kedua patung itu. Patung Raja Naga memang lebih berat. Patung Raja Asoka sedikit lebih ringan.

Saat itu, Raja Asoka berpikir, "Benar, aku harus lebih banyak menciptakan berkah agar bisa setara dengan Raja Naga."

Karena itu, dia memerintahkan semua orang untuk mengasihi satu sama lain, terlebih mengasihi orang yang membutuhkan. Dia bersungguh hati menjaga kesejahteraan rakyat.

 

Tiga tahun kemudian, kedua patung itu kembali ditimbang. Kali ini, patung Raja Asoka lebih berat. Patung Raja Naga sedikit lebih ringan.

Raja Asoka merasa bahwa berkah sungguh menakjubkan. Mengasihi orang yang hidup sebatang kara, berdana bagi orang kurang mampu, serta mengasihi dan bersumbangsih bagi rakyat dapat menciptakan berkah sebesar itu.

Hari itu, dia kembali pergi ke pantai bersama para menterinya. Seorang anak muda yang rupawan menyambutnya di sana dengan koral, ambar, dan berbagai barang berharga di tangannya.

 

Saat Raja Asoka tiba, dia berlutut dan mempersembahkan semua barang berharga sebagai tanda bahwa dia tunduk pada Raja Asoka serta mengakui keluhurannya.

Lewat kisah ini, kita tahu bahwa mempelajari Dharma bukan demi memohon sesuatu. Mendapat pengakuan orang-orang sangatlah penting. Untuk mendapat pengakuan dari orang-orang, kita harus melakukan apa yang seharusnya kita lakukan.


Raja Asoka memerintahkan semua orang untuk saling mengasihi dan bersumbangsih sehingga orang-orang yang membutuhkan bisa memiliki sandaran. Bukankah ini yang disebut keluhuran?

Sebelum bersumbangsih, keluhuran kita mungkin jauh lebih ringan dari orang lain. Setelah bersumbangsih, keluhuran kita akan menjadi lebih berat. Jadi, keluhuran bisa diukur bagai ditimbang di neraca.


Saya bukan berkata bahwa keluhuran memiliki wujud. Bukan demikian. Namun, tinggi atau rendahnya keluhuran kita bisa dinilai oleh orang lain karena setiap orang memiliki neraca di dalam hati.

Saya menggunakan kisah ini sebagai perumpamaan. Hidup di dunia ini, jika semua orang bisa mengasihi diri sendiri sekaligus orang lain, kita bisa mengubah dunia ini menjadi Tanah Suci. Jadi, melatih diri berarti melatih keluhuran.

 

Kekuatan berkah dan keluhuran sangatlah besar. Sesungguhnya, berkah dan keluhuran selaras dengan kebijaksanaan. Tanpa kebijaksanaan, bagaimana kita bisa bersumbangsih tanpa pamrih?

Jadi, dengan membina berkah sekaligus kebijaksanaan, secara alami, kita bisa memperoleh pengakuan dan kepercayaan orang lain.

Mari kita bersungguh hati bersumbangsih untuk membina berkah sekaligus kebijaksanaan.

Sumber: Program Master Cheng Yen Bercerita (DAAI TV)
Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina, (DAAI TV Indonesia)
Penyelaras: Khusnul Khotimah
Bila sewaktu menyumbangkan tenaga kita memperoleh kegembiraan, inilah yang disebut "rela memberi dengan sukacita".
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -