Master Bercerita: Roti Khayalan


Dalam menghadapi semua orang dan hal, kita harus realistis dan bekerja keras. Jangan ada delusi dan kemunafikan dalam kehidupan kita. Ada sebagian orang yang terlalu memandang tinggi diri sendiri dan mengira bahwa diri sendiri sangat hebat, memiliki bakat yang luar biasa, dan dapat mengembangkan usaha besar.

Mereka bahkan merencanakan saat usaha mereka sukses, bagaimana mereka akan menikmati hidup. Mereka hanya membayangkan dan merencanakan, tetapi enggan melakukan tindakan nyata. Hidup di tengah ilusi atau khayalan dengan meninggikan diri sendiri sungguh sangat berbahaya.


Ada pula orang yang berpikir untuk mencari keuntungan dengan berspekulasi. Ini pun tidak benar. Kini, ada banyak orang yang melakukan jual beli aset yang tidak nyata. Ini juga termasuk mencari keuntungan dengan berspekulasi. Khayalan atau ilusi adalah sesuatu yang berbahaya.

Ada dua orang yang hubungannya sangat baik. Adakalanya, mereka juga berwisata bersama dan sangat cocok satu sama lain. Suatu hari, saat pergi berwisata bersama, salah satu dari mereka merasa lapar, tetapi tidak ada pedagang di sekitar sana. Di daerah pinggiran kota, apa yang bisa dia lakukan saat lapar? Dia berpikir, "Alangkah baiknya jika saya bisa mendapatkan sepotong roti sekarang." Dia pun menyampaikan pemikirannya.

Dia berkata kepada temannya, "Jika saya menemukan sepotong roti hangat sekarang, menurutmu saya harus bagaimana?" Mendengar ucapannya, temannya berkata, "Kamu tentu harus memberi saya setengahnya."


Dia berkata, "Sungguh tidak masuk akal. Yang saya temukan adalah milik saya. Mengapa saya harus berbagi denganmu?" Temannya berkata, "Mengapa kamu seperti itu? Kita keluar untuk berwisata bersama. Jika menemukan sesuatu, kamu tentu harus berbagi dengan saya setengahnya."

Dia berkata, "Bagaimana bisa ada orang yang begitu tamak sampai menginginkan barang yang ditemukan orang lain?" Temannya berkata, "Bagaimana bisa ada orang yang begitu pelit sampai enggan berbagi barang yang ditemukan dengan teman seperjalanannya? Jika demikian, apa bedanya dengan anjing dan kucing?"

Dia berkata, "Eh, bagaimana bisa kamu membandingkan saya dengan anjing dan kucing?" Temannya berkata, "Kamu begitu pelit. Membandingkanmu dengan anjing dan kucing sudah cukup bagus. Apa yang salah?"


Makin berdebat, keduanya makin marah hingga akhirnya berkelahi. Mereka berkelahi dengan sengit. Saat itu, ada seseorang yang kebetulan lewat dan merasa heran mengapa mereka berkelahi seperti itu. Dia pun bertanya, "Mengapa kalian berkelahi?"

Sambil melanjutkan perkelahian, salah satu di antara mereka berkata, "Dia menyuruh saya untuk berbagi barang yang saya temukan dengannya. Mana ada hal seenak itu di dunia ini?" Orang yang kebetulan lewat ini berusaha menjadi penengah sambil berkata, "Berhentilah dan bicarakan baik-baik. Sesungguhnya, apa yang terjadi?" Mereka bertiga pun tarik-menarik di sana.

Setelah bersusah payah, akhirnya penengah itu berhasil memisahkan mereka. Setelah memisahkan mereka, penengah itu berkata, "Sesungguhnya, apa yang kalian perdebatkan? Ceritakanlah baik-baik. Saya akan menjadi penengah kalian."


Orang yang berkhayal tadi berkata, "Saya bertanya padanya bahwa andaikan saya menemukan sepotong roti hangat, apa yang harus saya lakukan. Dia menjawab bahwa saya harus berbagi dengannya."

Temannya berkata, "Kami adalah teman seperjalanan. Mengapa dia enggan berbagi barang yang ditemukannya dengan saya?"

Saat ini, sang penengah berkata, "Sebagus apakah barang ini? Selezat apakah roti ini? Tunjukkanlah pada saya terlebih dahulu, baru saya tahu bagaimana menangani hal ini." Saat itu, kedua orang itu pun terdiam dan memandang satu sama lain. Mereka secara bersamaan berkata, "Maksud saya andaikan."


Satu orang berandai-andai diri sendiri menemukan roti dan yang lainnya berandai-andai temannya menemukan roti. Yang menemukan roti ingin menikmatinya sendiri, sedangkan yang lain ingin kebagian setengahnya. Mereka hanya mengandaikan sesuatu yang tidak terjadi. Namun, demi sesuatu yang tidak terjadi ini, mereka malah merusak hubungan baik. Demi sesuatu yang tidak ada, mereka malah berkelahi. Mereka menganggap sesuatu yang tiada sebagai ada.

Setiap orang memiliki ketamakan. Pikiran semu dan ketamakan sering kali menimbulkan noda batin dan bencana dari sesuatu yang sesungguhnya tidak ada. Dalam kehidupan sehari-hari, kita harus menaati norma. Kita harus menghadapi realitas kehidupan. Di dunia, tidak ada yang bisa diperoleh secara cuma-cuma. Kita harus bekerja keras dan bersumbangsih dengan sungguh-sungguh, baru bisa hidup aman dan tenteram.


Di tengah masyarakat kita sekarang, hal seperti ini juga sering terjadi. Banyak orang yang terlibat perkelahian massal tanpa alasan yang jelas. Ada banyak anak muda yang demikian. Mereka melakukan aksi balap kendaraan dan melukai siapa saja yang mereka temui. Ini sungguh membuat orang merasa heran. Sesungguhnya, apa yang ada dalam pikiran mereka? Apakah penuh dengan ilusi dan khayalan? Sungguh, ilusi dan khayalan bisa membuat orang tidak menyadari apa yang tengah mereka lakukan. Demikianlah kehidupan yang tidak realistis.

Jika setiap orang dapat menghadapi realitas kehidupan dan menaati norma, bukankah semua orang dapat hidup aman dan tenteram? Jadi, yang terpenting ialah menenangkan pikiran kita. Jika tidak menenangkan pikiran sendiri, terkadang kita juga bisa menjalani hidup di tengah ilusi dan khayalan sehingga membangkitkan noda batin dan menciptakan karma buruk. Jadi, kita harus menjalani hidup dengan tulus dan jujur serta menaati norma.

Sumber: Program Master Cheng Yen Bercerita (DAAI TV)
Penerjemah: Hendry, Marlina, Shinta, Janet, (DAAI TV Indonesia)  
Penyakit dalam diri manusia, 30 persen adalah rasa sakit pada fisiknya, 70 persen lainnya adalah penderitaan batin.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -