Master Bercerita: Tawaran Nenek Tua


Kita mempelajari ajaran Buddha agar memiliki pandangan benar. Pandangan benar sangatlah penting. Dalam Sutra Bhaisajyaguru dikatakan bahwa kita harus memiliki pandangan benar dan mendengar banyak Dharma. Dengan pandangan benar, dari banyaknya kata-kata yang didengar, kita bisa membedakan benar dan salah.

Saya sering berkata bahwa di antara tiga orang, pasti ada yang bisa menjadi guru kita. Jika kita adalah orang yang bijaksana, saat mendengar kata-kata yang benar, kita akan bersyukur karena dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari kita. Saat bertemu orang yang berpikiran menyimpang dan mendengarnya menyampaikan banyak kata-kata yang tidak benar, kita dapat segera mengingatkan diri sendiri.

Mendengar kata-kata yang tidak benar, kita harus segera mengingatkan diri sendiri agar tidak ikut menyimpang. Jadi, kita harus senantiasa memiliki kewaspadaan. Jika menciptakan karma buruk karena kebodohan, kita pasti akan mengalami berbagai jenis penderitaan. Tiga alam rendah meliputi alam neraka, setan kelaparan, dan binatang.


Saudara sekalian, janganlah kita berkata, "Memangnya ada neraka di dunia ini?" Ada banyak orang yang berkata, "Saya tidak bisa melihat neraka. Saya juga tidak bisa melihat surga. Karena itu, saya akan bertindak sesuka hati saya." Berhubung tidak tahu ada neraka atau tidak, mereka bertindak sesuka hati mereka.

Jika kita melakukan kejahatan, selain tidak disukai orang-orang, kita juga akan merasa takut karena telah berbuat salah. Selain itu, kita juga akan dijatuhi hukuman. Meski bisa melarikan diri, kita juga akan menjadi buronan dan hanya bisa menjalani hidup di tengah kegelapan dan ketakutan.


Ada seorang nenek yang merasa bahwa memberikan persembahan kepada anggota Sangha dapat mendatangkan pahala tak terhingga. Suatu hari, dia melihat seorang bhiksu muda yang penuh pencapaian dalam pelatihan diri. Dia berpikir, "Jika aku bisa memberikan persembahan, kelak pahalaku pasti tak terhingga."

Sang nenek hanya hidup bersama seorang putrinya. Dia lalu mengundang bhiksu ini ke rumahnya dan berkata, "Yang Mulia cukup membabarkan Dharma bagiku dan tidak perlu mengkhawatirkan kebutuhan sehari-hari. Aku akan menyediakan sebuah kamar yang bersih untuk Yang Mulia agar Anda dapat berfokus melatih diri."

Sebagai seorang anggota Sangha, yang dibutuhkannya hanyalah tempat yang tenang dan membabarkan Dharma adalah kewajibannya. Karena itu, dia pun menerima tawaran sang nenek. Dia pun tinggal di rumah yang tenang itu. Dia sangat tekun dan sering membabarkan Dharma.


Beberapa tahun kemudian, sang nenek merasa bahwa jika bhiksu muda ini terus tinggal di rumahnya tanpa pergi ke luar, dia tidak akan tahu penderitaan di tengah masyarakat. Ini dapat menghambat pelatihan dirinya. Sang nenek telah menganggapnya sebagai anak sendiri dan berharap dia dapat memperoleh pencapaian besar. Karena itu, sang nenek khawatir saat pergi ke luar, dia akan tergoda oleh nafsu keinginan duniawi. Bukankah itu sangat disayangkan?

Suatu hari, sang nenek berkata kepada bhiksu itu, "Anda telah tinggal cukup lama di sini. Anda masih begitu muda. Apakah melatih diri harus meninggalkan keduniawian? Umat perumah tangga juga bisa melatih diri. Anda bisa tetap tinggal di rumah kami dan aku akan menikahkan putriku denganmu. Bagaimana?"

Bhiksu itu sangat terkejut dan berpikir, "Mana bisa seperti ini? Jika aku terus tinggal di sini, suatu hari nanti tekad pelatihanku akan mundur. Aku tak boleh tinggal di sini lagi."

Dia lalu berkata kepada sang nenek, "Aku merasa bahwa aku seharusnya pergi ke luar untuk melihat-lihat. Aku tidak mungkin selamanya tinggal di sini."


Mendengar jawabannya, sang nenek sangat sukacita. Sang nenek memang memberikan tawaran seperti ini dengan harapan dia dapat pergi ke luar untuk melihat-lihat. Karena itu, sang nenek berkata, "Pergi ke luar untuk melihat-lihat juga sangat baik. Anda harus menjaga tekad pelatihan Anda. Entah berapa lama lagi, Anda baru akan kembali ke sini. Jika bisa, tunggulah dua atau tiga hari. Musim dingin telah tiba dan cuaca sangat dingin. Aku akan membuat pakaian hangat untukmu."

Dua atau tiga hari kemudian, sang nenek membawakan pakaian hangat untuknya dan dia berencana untuk berangkat keesokannya. Menjelang matahari terbit, dia melakukan meditasi duduk seperti biasa. Tiba-tiba, dia melihat sekuntum teratai yang sangat besar melayang di hadapannya. Saat itu, hatinya sangat gelisah dan dia langsung meletakkan lonceng puja di atas teratai. Lalu, lonceng pujanya hilang. Dia sangat gelisah karena tidak mengerti. Tidak lama kemudian, dia mengemas semua barang bawaannya.


Saat dia berpamitan kepada sang nenek, sang nenek berkata, "Berhati-hatilah di luar. Menjelang matahari terbit, lahir seekor anak kuda yang entah mengapa langsung mati. Mulutnya mengulum sebuah lonceng puja. Aku memungut dan mencucinya. Yang Mulia, lonceng puja ini sangat familier bagiku."

Bhiksu ini sangat terkejut mendengarnya. Dia berpikir, "Lonceng puja ini memang milikku. Jika saat itu aku membangkitkan kegiuran dan duduk di atas teratai itu, kini akulah yang akan menjadi anak kuda tersebut."

Dia tinggal di rumah sang nenek dalam jangka panjang dan menjalani hidup yang berkecukupan. Saat sang nenek menawarkan untuk menikahkan putrinya, jika dia menerimanya, dia akan bagai terjatuh ke alam binatang. Jika pikiran tidak dijaga dengan baik, konsekuensinya sungguh menakutkan.


Kisah ini bisa menjadi peringatan bagi kita. Saat tubuh kita masih sehat, kita menghadapi semua orang, hal, dan materi dengan pikiran yang jernih. Namun, saat kegelapan dan noda batin terbangkitkan sehingga kita lepas kendali dan berpikiran menyimpang, bahkan menciptakan karma buruk lewat tubuh dan ucapan, karma ini pasti akan berbuah suatu hari nanti. Karena itu, kita harus sangat waspada.

Bisa atau tidaknya seseorang terjatuh ke alam neraka, setan kelaparan, atau binatang bergantung pada apakah dirinya menciptakan karma buruk atau tidak. Jika dia membangkitkan pikiran buruk, tetapi tidak mewujudkannya ke dalam tindakan, karma buruk ini akan perlahan-lahan terkikis.

Namun, jika dia membangkitkan pikiran buruk dan mewujudkannya ke dalam tindakan, karma buruk akan terwujud. Jadi, kita harus ingat bahwa semua karma berawal dari pikiran. Setelah kita membangkitkan pikiran tertentu dan benar-benar melakukannya, berarti kita telah menabur sebutir benih.

Sumber: Program Master Cheng Yen Bercerita (DAAI TV)
Penerjemah: Hendry, Marlina, Shinta, Janet, (DAAI TV Indonesia)  
Bila sewaktu menyumbangkan tenaga kita memperoleh kegembiraan, inilah yang disebut "rela memberi dengan sukacita".
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -